"Kau mencari tahu, sama saja kau ikut campur"
*****
Suara sepatu itu terdengar jelas memantul di koridor sekolah. Keadaan sekolah yang sunyi dikarenakan siswa sudah pulang sekolah beberapa menit yang lalu. Wanita dengan tubuh tinggi dan wajah yang angkuh berjalan mendekati sebuah ruangan dengan pintu berwarna abu-abu yang terletak di belakang sekolah. Wanita itu merogoh sakunya mencari kunci sambil memastikan sekitarnya. Memastikan tak ada siapa-siapa selain dirinya.
"Uhuk!" Suara batuk tertahan membuatnya berhenti pada putaran kunci pertama.
"Siapa itu?" tanya wanita itu, Andini. Andini kembali menarik kunci itu dan mencari tahu asal suara itu berada. Entah kenapa tiba-tiba Andini merasa sekitarnya mendingin namun pelipisnya berkeringat.
Sebelum Andini menyesali perbuatannya, seseorang dengan jubah hitam menarik paksa wanita itu sambil menutup mulutnya dengan kain. Matanya memerah dan tubuhnya bergetar. Andini yang merupakan salah satu guru di sekolah itu dibawa masuk ke dalam ruangan yang tadinya ingin wanita itu masuki. Suara teriakan yang memekik telinga kini terdengar dari ruangan tersebut yang perlahan-lahan hilang begitu saja.
Sebulan setelah kejadian...
Cuaca hari ini terlihat mendung. Angin bertiup cukup kencang. Seorang gadis dengan rambut hitam pekat sedang berdiri di dekat gerbang sekolah. Rambutnya yang panjang diikat ke atas tertiup lembut diterpa angin. Richa Pratiwi sedikit menghela napas.
"Richa! Sorry ya, nunggunya jadi lama. Abisnya pak Burhan nyuruh aku nganterin buku tadi," Gadis berkaca mata itu, Mega, menepuk pelan pundak Richa.
"Nggak sekalian anterin pak Burhan pulang!" Richa memalingkan wajahnya sedangkan Mega tersenyum jail.
"Kamu mau tetap ngambek atau mau dengerin cerita yang berhasil aku dapat waktu nganterin buku." Mega melirik Richa yang mulai tertarik dengan ucapannya.
"Emang apaan?" tanya Richa.
"Aku seneng kamu masih kepo kayak dulu," jawab Mega yang membuat Richa melotot.
"Nah, gini, kamu tau kan bu Andini yang belum ditemukan sama polisi sampai sekarang?" Mega memelankan suaranya saat menyebut nama Andini.
"Hussst! Bukannya kita dilarang membicarakan hal itu." Richa menarik tangan Mega agar lebih cepat menjauh dari sekolah tersebut. Mereka sedang berjalan kaki untuk pulang ke rumah. Sebenarnya cukup jauh untuk sampai ke rumah namun, mereka memilih jalan.
"Kita kan udah pulang sekolah," jawab Mega.
"Takutnya ada yang denger. Siapa tahu semua dinding pagar itu punya telinga," ucap Richa.
"Yaudah kita cerita di rumah aja." Mega berjalan lebih dahulu.
Richa menatap sekolah itu sekali lagi, di lantai dua dia sedikit terkejut melihat kepala sekolah sedang berdiri di sana. Entah menatap mereka atau yang lain. Intinya Richa sedikit terganggu. Richa langsung terburu-buru mengejar Mega yang sudah berada sedikit jauh di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIRAUT SIRAH [REVISI]
Terror[Horor|Misteri] [Revisi] [Banyak Part tambahan] "Ketika kematian hanya sebuah permainan dan lelucon tampak mengerikan" Rasa penasaran mengantarkan ke enam remaja masuk ke dalam sebuah permainan. Tak disangka permainan itu membawa teka-teki menuju...