"Sekarang giliranmu"
****
Malam itu, mereka tertidur dengan rasa penasaran. Apakah nomor tersebut hanya kebetulan atau sesuatu lainnya? Tapi, jika dipikir-pikir bisa jadi itu hanya sebuah pesan kesasar dari seseorang. Richa kembali memastikan hal itu saat pagi hari. Gadis itu menelpon kenomor tersebut. Seperti dugaannya nomor itu tak bisa dihubungi. Pagi itu dia memilih melupakan hal tersebut dengan mandi lebih awal dari biasanya.
***
Richa dan Mega berangkat setelah sarapan pagi bersama Wulan. Mereka berdua sedikit tergesa-gesa karena hari ini adalah piket kelas untuk Richa.
"Hei!" Gadis dengan rambut sebahu itu meneriaki Richa yang mulai masuk gerbang sekolah sambil sedikit berlari kecil. Lesung pipinya membuat wajahnya yang bulat terlihat lebih manis.
"Eh, Ratih, ngagetin aja!" pekik Richa walau dirinya tak benar-benar kaget.
"Aku duluan ya, soalnya mau ketemu pak Anas perihal ulangan kemarin." Mega memperbaiki letak kacamatanya dan berlari tanpa memedulikan Ratih yang ingin mengucapkan sesuatu padanya. Mereka memang kurang cocok akhir-akhir ini. Richa hanya mengangguk menanggapinya. Bukannya Richa malas mempertanyakan sikap Mega pada Ratih atau sebaliknya. Dalam pikirannya cuma satu, jika Mega ataupun Ratih ingin bercerita mereka pasti akan memberitahunya. Setidaknya mereka perlu waktu.
"Eh, aku dengar dari bokapmu, akan ada pengumuman libur hari ini," ujar Ratih sambil menyamakan langkahnya dengan Richa. Mereka berjalan berdampingan menuju kelas. Ayah Ratih adalah salah satu guru biologi di sekolah ini.
"Libur?" Richa mengernyitkan dahinya.
"Iya, libur. Katanya bakal ada sedikit pembangunan di sekolah," ucap Ratih diselingi wajah kebingungan. Sebenarnya dia juga merasa heran.
"Dilihat dari sisi manapun. Sekolah ini tak perlu pembangunan." Richa menatap ke sekitar halaman sekolah. Terlihat masih sedikit siswa yang datang. Coba saja Richa tak piket hari ini. Mungkin dia masih duduk di meja makan rumahnya sekarang.
"Aku juga mikir seperti itu."
"Kamu nggak salah dengar kan?" tanya Richa.
"Nggaklah, bokapku yang bilang langsung ke aku," jawab Ratih dengan yakin.
Baru saja mereka ingin menaiki tangga ke lantai dua. Laki-laki dengan tubuh kurus juga kulitnya yang pucat berteriak memanggil nama Ratih.
"Untung aja kalian datang tepat waktu." Heru, berhenti dihadapan Ratih sambil mengatur ritme napasnya.
"Emang kenapa?" tanya Ratih, matanya beralih menatap wajah Heru.
"Entar aku ceritain di kelas," jawab Heru membuat Ratih penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIRAUT SIRAH [REVISI]
Horor[Horor|Misteri] [Revisi] [Banyak Part tambahan] "Ketika kematian hanya sebuah permainan dan lelucon tampak mengerikan" Rasa penasaran mengantarkan ke enam remaja masuk ke dalam sebuah permainan. Tak disangka permainan itu membawa teka-teki menuju...