Kalau ada yang membuat Hanna ragu pulang ke Ming selain Lee Rae Yu, maka Kim Hae Bin lah orangnya.
Hubungan mereka berdua yang rumit membuat Hanna kesulitan mendeskripsikan perasaannya. Hae Bin yang datang padanya untuk meminta maaf. Hae Bin yang berjanji menahan panah untuknya. Hae Bin yang narsis dan selalu siap mendebat ucapannya. Hae Bin yang memeluknya saat Tae Hyun datang. Hae Bin yang khawatir padanya. Juga, Hae Bin yang berpelukan dengan Kim Seok Hwan. Ingatan itu memenuhi kepala Hanna saat matanya terjebak di mata Hae Bin.
Panas.
Hanna memaksa matanya beralih karena rasa panas mulai memproduksi kelenjar air matanya. Ia buru-buru mengambil cemilan di depannya dan membiarkan rasa asin memenuhi Indra pengecapnya. Bodoh, maki Hanna dalam hati. Kenapa mengingat hal itu lagi? Seminggu terakhir ini ia sudah berhasil menyingkirkan kenangan itu dari kepalanya. Hidupnya berjalan seperti biasa dan akhirnya ia berdamai dengan asanya. Tidak semua hal dapat diwujudkan sesuai keinginannya. Ada harapan yang memang tak bisa terwujud. Dia cukup merelakan agar dapat melanjutkan hidup. Sesederhana itu.
Ya, harusnya begitu.
Tapi sedetik setelah bertatapan dengan Kim Hae Bin, harapan yang sudah Hanna relakan muncul lagi ke permukaan. Harapan sederhana tentang kehangatan sebuah keluarga. Keluarga... Hati Hanna mencelus. Lama-lama dia kesal pada diri sendiri. Saudagar Li menyayanginya. Ming menghargai perempuan bebas sepertinya. Ada Rae Yu yang akan mencintainya tak peduli ia berada di belahan bumi manapun. Serakah tak pernah menjadi sifat Hanna. Tak ada Kim Hae Na. Gadis itu sudah lama mati. Hanya ada Li Hanna. Ya. Li adalah marganya. Li adalah nama keluarganya. Kalaupun suatu hari nanti ia berganti marga, maka Lee akan menjadi nama keluarganya. Bukan Kim. Tak akan pernah Kim.
Mata Hanna terpejam.
Penegasan di kepalanya membuat hatinya berdenyut nyeri. Tak membantu sama sekali. Beruntung saat itu matanya beradu pandang dengan Rae Yu. Kelam, tenang, tak terbaca. Seperti sihir, tiga hal dari tatapan itu mampu membuat hatinya membaik. Hanna mengurai senyum tipis.
Ia diselamatkan.
***
Kalau saat ini mereka tidak terhalang meja dan para bangsawan yang saling melempar obrolan hambar, Rae Yu bisa saja langsung menarik gadisnya ke dalam pelukan. Sayang, di hadapan umum hubungan mereka tak lebih dari dua orang yang bahkan tak bisa di sangkut pautkan.
Li Hanna yang sedang menjalin hubungan dengan Menteri Kim Hae Bin. Sementara Lee Rae Yu, sang Putra Mahkota yang bahkan alergi dengan hubungan. Bisa dibilang, jika ada yang mengaitkan Hanna dan Rae Yu, orang itu pasti sudah bosan hidup.
Sebelum bertemu Hanna, Rae Yu memang sering membawa gisaeng ke dalam kediamannya. Untuk apa? Tentu saja untuk melukis wajah mereka. Walau pada akhirnya hanya wajah Hanna yang terlukis di atas kanvas. Orang-orang yang tinggal di istana hanya tahu kalau Rae Yu bersikap sebrengsek nama besarnya. Sang Malaikat Maut. Namun, meski tak ada yang pernah merasakan sentuhan sang Putra Mahkota, tak ada satu gisaeng pun yang berani membuka mulut. Apapun yang terjadi di dalam kamar malam itu adalah rahasia negara. Jika ada satu saja pemberitaan mengenai hal tersebut, nyawa mereka akan menjadi taruhannya. Rae Yu tak pernah suka bila dirinya dikaitkan dengan perempuan. Bahkan jika perempuan itu Dewi sekalipun.
Hanya satu perempuan yang Rae Yu izinkan berkaitan dengannya. Sayangnya, demi keselamatan perempuan itu juga Rae Yu menutup perizinan itu.
Miris.
***
Jika dulu Hae Bin pernah sesumbar bahwa menemukan Hanna yang pergi dari pengasingan merupakan akhir, maka ia salah besar. Setelah Hanna muncul, Hae Bin ingin bicara dengannya. Setelah mereka bicara, Hae Bin ingin Hanna memaafkannya. Setelah Hanna memaafkannya, Hae Bin ingin perempuan itu menganggapnya sebagai Orabeoni.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANNA'S WORLD
Historical Fiction[Warning : Tidak berkaitan dengan sejarah manapun] Dunia mengenal Kim Hanna sebagai sosok cantik, lemah lembut, bertalenta, dan tentunya sukses. Setiap orang yang melihatnya pasti menggigit jari karena iri. Walau berprofesi sebagai publik figur, wan...