Chapter 10 //Penyihir mata sebelah

40 7 6
                                    


Author POV
Kenzie dan yang lainnya duduk santai dalam kereta. Mereka berbicara banyak hal dalam perjalanan. Mereka memilih menaiki kereta api kuno. Yah di Utara memang punya transportasi kereta yang cantik.

"Kira-kira dimana kita akan berhenti?" Tanya Elvan. Elvan sendiri pun sudah tak dingin seperti saat pertama berjumpa. Bahkan kini iya lebih banyak tersenyum.

Allen. Ya...iya masih betah dengan sifat songongnya. Dalvin masih belum bisa menghemat bicaranya. Aksa masih tetap dengan wajah polosnya yg menyimpan banyak pengetahuan.

"Hm,kita akan berhenti di gunung biru saja, karena namanya apel biru kemungkinan iya akan berada di sana." Sahut Aksa dan dibalas anggukan oleh Elvan.

"Kalau begitu aku akan mampir ke satu desa di tepi gunung itu." Tukas Allen. Kenzie sendiri pun ingin ke desa tersebut.

"Untuk apa? Kau itu tawanan ku. Nggak usah banyak menuntut!" Peringat Dalvin.

Allen menatap sinis ke Dalvin. "Tawanan mu? Bukankah kita telah punya kesepakatan tuan muda?" Dalvin diam tak menggubris pertanyaan Allen.

"Mulai sekarang jangan pernah sebut lagi aku tawanan mu! Atau aku akan pergi" tajam Allen. Iya terlihat mengerikan dengan ekspresi itu.

"Coba saja! Kau tak-" belum sampai Dalvin menyelesaikan kalimatnya Allen telah menghilang dari pandangannya. Dalvin langsung berdiri dari duduknya karena terkejut. Bukan hanya Dalvin yg lainpun terkejut kecuali Elvan.

"Dimana dia?" Geram Dalvin.

"Bodoh!"

Dalvin melirik ke sumber suara. Elvan.

"Kamu pikir dia selemah apa?" Tanya Elvan. Dalvin hanya diam.

"Bahkan kalau dia mau! Iya bahkan sanggup menteleport satu kereta ini!" Jelas Elvan tentang kemampuan Allen.

"Apa maksud mu? Bukankah dia tidak bisa bertarung?" Tanya Dalvin.
Elvan tertawa pelan.

"Kamu masih mempercayai hal itu? Bukankah kamu sendiri juga telah melihat ballpoint nya?"

Suasana hening seketika. Dalvin mencerna kata-kata Elvan.

"Sial!" Umpat Dalvin seakan telah menyadari suatu hal.

"Sekarang kamu mengerti kan?" Tanya Elvan. Kenzie sendiri pun baru kali ini mendengar Elvan bicara selebar itu.

Dalvin tak menjawab, iya kembali duduk ke bangkunya dengan kesal. Aksa dan kenzie hanya diam karena tak mengerti arah dari pembicaraan tersebut.

"Hai?" Sapa Allen tiba tiba yang telah berada kembali ke tempat duduknya.

"Hai juga" jawab Aksa konyol.
Allen melirik ke arah Dalvin yang terlihat kesal.

"Apa ada hal yang terlewat kan?" Tanya nya seakan tak berdosa.

"Kamu kemana tadi,hah?" Tanya kenzie.

"Ya! Hanya sedikit menyadarkan tuan muda" sinisnya.

"Kalau kamu sekuat itu! Kenapa kamu masih memerlukan kami?" Tanya Dalvin tiba tiba setelah sejenak diam.

"Hmmm, sepertinya ada yang menyadarkan kau?" Allen melirik ke arah Elvan yang sedang asyik menyesap tehnya. Layaknya kereta biasa kereta disini juga menyediakan beberapa pilihan makanan dan minuman. Hanya saja jika di Dunia atas memakai pelayan disini menggunakan sihir.

Elvan yang menyadari lirikan Allen tak berkutik sama sekali, iya masih tetap setia dengan tehnya.

"Jawab saja!" Sela Dalvin.

The Wind [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang