Chapter 10

113 9 0
                                    

Merasa diabaikan Shisui segera menghampiri Itachi yang masih duduk di tepi lapangan.

"Ck kenapa kau diam saja ketika ku panggil" decak Shisui begitu sampai di dekat sang sahabat.

"Apa yang kau lakukan disini sendiri hah? Aku mencari mu kemana-mana" tanya Shisui lagi.

"Hn, ada apa mencariku?" tanya ku (Itachi) balik pada Shisui.

"Hah dasar kau ini ditanya malah balik tanya" dengus Shisui membalas.

"Aku disuruh bibi untuk mencarimu dan membawamu pulang. Beliau khawatir dengan anaknya" sahut Shisui memberitahu.

"Hn sebentar lagi" balas ku ala kadarnya masih memaku diri memandang ke ufuk barat.

"Ck kau ini, apa kau tahu betapa bibi menghawatirkan mu, kenapa kau pergi lama dan tak pulang-pulang. Bukan apa-apa sih sebenernya, hanya saja aku yang akhirnya repot mencarimu kemana-mana. Bahkan kaki ku rasanya mau patah karena mencarimu sejak tadi tak ketemu juga" cerca Shisui panjang lebar.

"Aku akan pulang sebentar lagi" elak ku ala kadarnya masih belum beranjak berdiri.

"Tidak ada nanti, sekarang Uchiha Itachi. Apa kau tahu betapa khwatirnya ibu mu hah. Beliau cemas karena kau belum pulang sejak tadi" sahut Shisui tak setuju.

"....." kali ini aku hanya diam tak menyahut.

"Hah kau ini, mau pulang jam berapa? Hari sudah mulai petang Chi" sahut Shisui lagi saat sahabatnya hanya diam saja.

"....." dan kali inipun aku masih diam tak menyahut.

Hal itu membuat Shisui jengah namun juga khawatir akan kondisi sahabatnya. Meski Itachi tak menangis namun Shisui tahu bahwa sang sahabat sedang sedih saat ini.

Kematian Naruko benar-benar pukulan berat bagi Itachi sahabatnya. Dan itu jelas terpancar dari mata Itachi yang tampak layu.

Brukkk... Dengan agak keras Shisui mendudukkan dirinya tepat disamping Itachi.

Kalau sang sahabat belum mau pulang maka terpaksa dia harus menemaninya sampai sahabatnya itu mau pulang.

"Bibi menyuruh ku untuk membawa mu pulang, itu artinya kita akan pulang bersama suka atau tidak.
Jadi berapa lama lagi kau ingin disini?" tanya Shisui padaku.

Pada akhirnya Shisui memutuskan untuk menemani sang sahabat sedikit lebih lama.

"Sebentar lagi, hanya sebentar lagi setelah itu kita akan pulang" jawab ku singkat.

"Baik, sebentar lagi. Oke tidak masalah, aku akan menemani mu dan menunggu" sahut Shisui setuju.

"Hm" gumam ku menyahut ala kadarnya.

Kini untuk sedikit lebih lama, aku masih menunggu ditemani oleh Shisui sahabat ku. Memandang matahari senja dalam diam dan keheningan.

Tapi memang dasarnya Shisui tak suka dengan suasana hening sehingga tak berapa lama Shisui angkat suara.

"Saat seseorang yang kita cintai pergi untuk selamanya jelas itu sangat menyakitkan. Tapi bukan berarti kita jadi larut dalam kesedihan dan kehilangan semangat hidup" ucap Shisui tiba-tiba.

"....." aku hanya diam tak menyahut. Pandangan ku masih fokus melihat matahari senja.

"Menangis adalah respon yang wajar untuk sebuah rasa kehilangan. Jika kau berfikir bahwa kesedihan adalah hujan dan kebahagiaan adalah sinar matahari, maka butuh keduanya untuk melihat pelangi. Benarkan" ucap Shisui lagi. Entah kenapa Shisui terus bicara saat aku tak merespon ucapannya.

"....." kali inipun aku hanya diam tak menyahut. Masih membiarkan Shisui bicara sendiri.

Namun meski aku diam saja sejak tadi aku tetap mendengarkan semua yang Shisui katakan.

"Dulu kau pernah mengulurkan tangan mu padaku, kini giliran ku untuk mengulurkan tangan ku padamu. Itulah kenap..." ucap Shisui tak sampai selesai karena...

Grebbb... Aku langsung menubrukkan diriku kearah Shisui dan memeluknya erat. Merangkul sahabat terbaik yang pernah ku miliki dalam hidup ku.

"Hiks hiks Shisui" tangis ku pecah dipundak Shisui.

Tak bisa lagi ku bendung kesedihan ku di hadapan Shisui. Entah bagaimana Shisui selalu tahu apa yang kurasakan.

Pukkk... Dengan pelan Shisui membalas pelukan sang sahabat.

"Hiks hiks hiks" aku terus menangis seperti bayi cengeng dipelukan Shisui.

"Semua pasti akan baik-baik saja" ucap Shisui menenangkan.

"Shisui hiks hiks" tangis ku benar-benar tak terbendung lagi.

Akhirnya sore ini aku menangis di pelukan Shisui, meluapkan seluruh beban hatiku yang begitu berat rasanya.

Hanya hari ini dan hanya di hadapan Shisui aku menangis. Setelah ini aku janji tak akan ada air mata lagi.

"Aku berani bertaruh bahwa waktu yang paling sedih adalah senja" batin Shisui sambil melihat matahari tenggelam.

Masih dengan memeluk sang sahabat, Shisui berjanji pada dirinya bahwa mulai hari ini ia tak akan membiarkan sahabatnya Itachi melihat senja.

Karena senja adalah kesedihan dan kesedihan selalu mengingatkan Itachi pada Naruko, sang terkasih yang telah pergi selamanya.

•••{The End... }•••

"Sa-yo-na-ra"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang