Desember 2010
Drrtt..ponselku bergetar, nama Kinar terlihat pada layarnya. Akupun segera mengangkatnya. "Kamu datang jam berapa Nar?" tanyaku di telepon. Tanganku sibuk menghias kue. Hari ini adalah hari 3 tahun hubungan kami. Aku dan Kinar berniat untuk merayakannya malam ini. Dan karena Kinar masih ada pekerjaan, aku tidak keberatan untuk mengatur acara nanti malam.
"Aku kayaknya gak bisa datang deh" ujar Kinar.
Lagi-lagi ia membatalkan janjinya padaku. Ini bukan pertama kali Kinar seperti ini, dan aku tau alasan apa yang akan dia berikan.
"Aku mendadak harus mengerjakan sesuatu Po" ujar Kinar dengan penjelasan panjang lebarnya. Aku hanya terdiam kesal.
"Popo?" Popo adalah panggilan yang Kinar berikan padaku.
"Kita udahan aja ya Nar" ucapku tiba-tiba. Akupun kaget dengan ucapannya ucapanku, tapi rasanya itu seperti perkataan spontan yang ingin dari dulu aku katakan namu sulit. Sekarang akhirnya kalimat itu benar-benar keluar.
"Maksudnya?" perlahan ucapan Kinar mulai lirih, seperti kaget dengan ucapanku.
Tanpa menjawabnya, aku lalu menutup telepon secara sepihak. Aku sendiri bahkan tidak tau apa maksud dari ucapanku tadi.
Aku mengenal Kinar 5 tahun lalu sebelum akhirnya pada perkenalan tahun ke 3, kami akhirnya menjalin hubungan. Aku menyukainya karena keunikannya. Entah dia itu adalah jelmaan malaikat atau bagaimana, namun dia selalu saja mengutaman kepeduliannya pada orang lain. Hidupnya sendiri bahkan ia jadikan prioritas nomor dua dan aku, entah menjadi nomor berapa dalam skala prioritas terpentingnya.
3 tahun aku bersama Kinar, aku sudah banyak menolerir setiap dia meninggalkanku untuk melakukan prioritas utamanya itu. Aku paham sampai rasanya pemahaman aku dan rasa mengertiku dengannya mulai menipis dan akhirnya habis pada hari ini. Untuk dapat memahaminya, dulu ku kira aku akan baik-baik saja mengikuti dunianya. Namun, ternyata memang sulit.
Ponselku dipenuhi dengan panggilan tidak terjawab dari Kinar. Aku rasa kini aku butuh berfikir, lalu memutuskan untuk menjawabnya maksud yang Kinar tanyakan karena perkataanku tadi.
Sudah seminggu setelah aksiku mendiami Kinar. Sebuah pesan masuk terlihat dari Kinar.
"Ga, kita harus bicara nanti. Aku mau pamit ke Lebanon. Aku menjadi relawan di sana selama 8 bulan. Aku terima keputusan apapun dari kamu tentang kita, maaf." tulis Kinar pada pesannya.
Aku memilih mengabaikan pesan Kinar itu. Pikirku, toh kalau aku melarangnya pergi dia tetap akan pergi. Untuk keputusanku, Kinar pasti paham pilihan apa yang kuberikan padanya, pergi atau tetap tinggal. Dan akupun seperti sudah dapat menebak apa jawaban yang akan Kinar berikan. Ucapan maaf dalam pesannya itu sudah menjawab pilihan apa yang akan dia pilih. Pada akhirnya, kami selesai.
3 bulan sudah aku menjalani semua hal baru di hidupku, tanpa Kinar. Dia pasti sekarang sudah berada di Lebanon dan baru akan kembali 5 bulan lagi atau bahkan lebih. Jika ada yang bertanya apa aku merindukannya, aku tidak bisa menjawab tidak karena bagaimanapun tidak dapat dipungkiri kalau aku masih menyukainya. Konyol memang, aku yang mengatakan untuk mengakhirinya, namun aku juga yang terlihat frustasi.
"Ga, ada kiriman surat nih buat lo" ujar Radit temanku seraya menyerahkan surat itu padaku.
"Dari siapa?" tanyaku padanya.
"Kan surat lo Ga, masak ya tanya gue" aku hanya tertawa mendengar ucapan Radit.
Tertulis di amplopnya nama Kinar dan dikirim dari Solo. "Kinar di Solo?"
"Dari siapa Ga?" tanya Radit penasaran.
"Temen" jawabku singkat.
"Temen lo kuno banget ya, jaman gini masih kirim surat" ujar Radit lagi.
YOU ARE READING
Rasa
ChickLit---Sinopsis--- "Duniamu itu unik Nar, dan aku menyukainya meski merepotkan" -Gani- "Kalau aku disuruh memilih kamu atau mereka, maaf aku tidak bisa Ga" -Kinar-