BAB 6

32 2 0
                                    

Kinar

Disuatu pagi saat matahari tengah dengan malu-malu menyapa langit, seperti biasa Bibi Alpha tengah menyiapkan makanan untuk sarapan para anak-anak di desa Aloha. Paman Keripik Kentang dengan sepeda kesayangannya datang sembari bersenandung mengantarkan susu untuk anak-anak.

"Hohoho... anak-anak, jangan lupa minum ramuan milik Paman Keripik Kentang ini supaya kalian selalu sehat dan kuat" ujar Paman Keripik Kentang dengan suara beratnya yang khas sembari membagikan sebotol susu ke semua anak.

Hingga tanpa disangka-sangka, di tengah kegiatan makan anak-anak sebuah dentuman diikuti getaran yang cukup kuat mengagetkan anak-anak tersebut. Dari kejauhan, Paman Keripik Kentang melihat sesosok makhluk berwarna kuning menyala tengah mengamuk tak terkendali.

"Monster!!!" Seru anak-anak berteriak ketakutan.

Itu adalah cerita terakhir yang pernah kuceritakan pada Gani sebelum kami berpisah. Gani adalah seseorang selain Senja yang rajin kuceritakan kumpulan cerita Paman Keripik Kentang. Kata Gani, Paman Keripik Kentang adalah dirinya di dunia nyata. Aku yang awalnya menggambarkan sosok Paman Keripik Kentang sebagai sesosok bapak tua bertumbuh tambun dengan perut buncitnya itupun langsung merubahnya kala Gani mengatakan ia menginginkan dirinya sebagai Paman Keripik Kentang.

"Nduk, tumpukan kain batik di atas itu tolong ambilkan ya" seruan ibu dari arah gudang tokonya langsung menyadarkanku dari lamunanku.

Akupun segera membawakan kain batik yang ibu ingin untuk kubawakan.

"Itu mbok sepatunya ndak usah dipakai lagi to nduk. Wes kemrawut elek ngono loh. Beli lagi yang baru" ujar ibu seraya menunjuk ke arah sepatuku yang memang sudah kumal dan sangat tak sedap dipandang mata.

Aku hanya terkekeh, "ini sepatu mahal loh bu. Udah keliling ke banyak tempat nih" ujarku.

Kanan atau kiri?

Aku mengerutkan kening saat membaca sebuah pesan singkat dari Gani.

Tengah. Balasku.

Tak selang berapa lama, ponselku berbunyi dan nama Gani terlihat pada panggilan tersebut. "Sayangnya aku belum siapkan pilihan untuk jawaban tengah" ujar Gani dalam panggilannya.

"Hemm..boleh disiapkan sekarang. Aku tunggu" ujarku sembari terkekeh.

"Ya udah, ketemu sama aku dan ceritakan cerita barumu tentang keluarga hula hop"

Aku tercengang, tak menyangka kalau Gani masih mengingat cerita yang baru awalnya saja kuceritakan padanya itu.

"Halo? Nar? Sinyal masih oke kan?" ujar Gani berseru padaku.

Kini aku tak dapat menyembunyikan senyuman haru sekaligus senang. Satu lagi yang kusadari tak berubah dari seorang Gani. Dia selalu mengingat setiap detail cerita yang kuceritakan padanya dan bahkan menunjukkan ketertarikannya, alih-alih merasa konyol layaknya orang-orang saat mendengar cerita-cerita milikku.

"Kinar?" panggil Gani lagi dalam panggilannya.

"Ya udah, aku ke kantormu sekarang. Kita ketemu di sana aja Ga" ujarku dengan nada senang.

Batal sudah rencanaku hari ini untuk menemani ibu menjaga toko. Aku segera pamit pada ibu dan bergegas menuju kantor Gani. Tanpa sadar, aku masuk sejenak ke kamar pas yang memang ada di toko batik ibu ini untuk hanya sekedar mengecek penampilanku di cermin besar yang terpasang di dalamnya.

Dalam balutan celana jeans dengan warna yang sudah sedikit pudar, sepatu yang kata ibu sudah selayaknya dibuang, dan setelan kaos berwarna dongker polos yang dibalut dengan kemeja kotak-kotak kesayanganku, kurasa penampilanku tak dapat dikatakan rapi, namun juga tak buruk. Akupun sedikit merapikan rambut gelombangku dengan menyisirnya menggunakan jari-jari tanganku dan kemudian menguncirnya dan segera bergegas pergi meninggalkan ibu di tokonya.

RasaWhere stories live. Discover now