9

14 4 0
                                    


"Aku hampir tidak mengenalimu." Ujar Reza seraya meminum tehnya. Shilla tertawa.

"Kau jarang sekali bermain denganku. Terakhir kali kita bertemu saat aku lulus SMP dan kau juga sibuk pacaran." Ucap Shilla. Reza tersedak minumannya.

"Kau masih ingat yang itu?!" Seru Reza.

"Tentu saja. Kau membawa pacarmu ke acara wisuda, bagaimana mungkin aku lupa? Oh iya, bagaimana kabarnya sekarang? Apa kalian sekarang sudah menuju jenjang yang lebih serius?" Tanya Shilla penasaran.

"Kami sudah putus." Ucap Reza. Shilla membelalakan matanya.

"Serius?!" Seru Shilla. Reza mengangguk lesu.

"Dia dijodohkan oleh orang tuanya dan yah...aku tidak bisa apa-apa." Ujar Reza. Shilla tertawa terpingkal-pingkal.

"Kisahmu seperti sinetron." Ucap Shilla di akhir tawanya.

"Sial." Reza mengumpat.

"Kau ada perlu apa ke sini? Dengan tas besarmu itu kelihatannya kau akan lama menginap di sini ya?" Tebak Shilla.

"Aku mendapat tugas di Jakarta selama beberapa bulan. Karena sulit mencari rumah yang bisa di sewa, sementara aku di sini dulu. Bagaimana? Aku akan bantu-bantu cuci piring." Ujar Reza. Ia melempar tatapan memohon.

"Hmm bagaimana ya..."

"Ayolah Shilla...." Bujuk Reza. Shilla mengangguk.

"Asal kau tidak macam-macam dan benar akan membantuku, boleh. Kebetulan Bi Asih sedang pulang ke kampungnya." Ujar Shilla. Reza bernapas lega.

"Terima kasih." Ucap laki-laki berambut coklat itu.

"Ayo, aku tunjukkan kamarmu." Ajak Shilla. Ia berdiri dan menggiring Reza menuju kamar kosong.

"Kamar ini memang sengaja di kosongkan untuk tamu. Tapi tenang saja, ini selalu dibersihkan oleh Bi Asih. Kau boleh tidur di sini." Ujar Shilla.

"Maksudmu kamar ini sudah lama kosong?" Tanya Reza. Shilla mengangguk.

"Apa ini tidak berhantu?" Tanya Reza. Ia bergidik ngeri. Shilla menatap Arvin yang tengah berada di pojok kamar. Arvin tengah terkekeh mendengar penuturan Reza.

"Tidak. Kalaupun ada, kupastikan dia tidak akan mengganggumu." Ujar Shilla. Ia melempar tatapan mengancam pada Arvin. Arvin hanya mengangkat kedua bahunya.

"Ah, baiklah. Terima kasih, Shilla." Ujar Reza.

"Aku akan memasak makan malam. Kalau sudah selesai membereskan barangmu dan membersihkan diri, turunlah ke bawah dan bantu aku." Ucap Shilla.

"Siap, bos!" Seru Reza.

Shilla segera menutup pintu kamar Reza dan pergi menuju dapur.

"Shilla, dia itu saudara jauhmu?" Tanya Arvin. Ia tengah mengamati Shilla yang asik dengan kegiatan memasaknya.

"Iya. Kita memang jarang sekali bertemu. Jadi aku belum sempat menceritakannya padamu." Ujar Shilla.

"Ah... begitu ya." Gumam Arvin.

"Memangnya kenapa?" Tanya Shilla.

"Tidak apa-apa. Ada yang bisa kubantu?" Tawar Arvin.

"Hmm kurasa tidak. Kalau Reza melihat benda-benda yang terbang dia pasti ketakutan. Lebih baik kau duduk dengan tenang." Ujar Shilla seraya tertawa kecil.

"Benar juga. Ya sudah, aku kembali saja ke kamarmu ya? Aku ingin menghabiskan novelku." Ujar Arvin. Shilla mengangguk.

°°°

UnseenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang