Burung walet terbang secara serempak bagai bergandengan, beriringan dengan terbitnya sang fajar. Shaka tak berpaling dari jam tangan di setiap menitnya, dan pagi ini masih pukul setengah enam. Namun ia sudah berdiri di depan halte untuk menunggu bus pertama lewat, dan itupun masih seperempat jam lagi.
"Arrgghhh lama...!!!" Teriaknya seorang diri.
Setelah cukup lama berdiri berharap keajaiban agar bus pertama datang lebih awal namun sirna, akhirnya Shaka putus asa lalu memilih untuk duduk di kusi halte menunggu datangnya bus.
Sesaat kemudian datang siswi lain yang satu sekolah dengan Shaka namun ia tidak mengenalnya. Terlihat dari lambang sekolah yang ada di lengan kiri, sama dengan milik Shaka. Dengan cepat ia segera geser sebelum perempuan itu duduk, tentunya mereka canggung dan tak saling berinteraksi satu sama lain karena tidak saling kenal.
Kelas sebelas?
Meski sesaat ia juga memerhatikan keberadaan gadis itu, karena cukup banyak teman seangkatan yang ia kenal. Namun tidak dengan siswi tersebut, akhirnya ia masa bodoh karena bus yang ia tunggu juga tak kunjung datang.
Semoga saja masih ada di dalam kelas
Ia membatin dalam hati, raut mukanya sangat tegang seperti sedang memikirkan sesuatu. Tapi kekhawatirannya hilang seketika saat ia tak sengaja melirik ke kanan dan mendapati bus pertama datang searah menuju halte.
"Akhirnya.." Ucapnya penuh semangat.
Tanpa menunggu lama-lama Shaka langsung berlari menenteng tasnya lalu masuk ke busway lewat pintu depan, begitu juga dengan gadis tadi yang cenderung berjalan santai lewat pintu berbeda tanpa terbebani hal apapun.
Baru saja duduk beberapa detik, Shaka kembali menengok jam. Mulutnya menyesap udara dan kedua tangannya mengepal erat, ada sesuatu yang membuatnya tak sabar ingin segera tiba di sekolah.
Tidak peduli kejadian apa yang tengah terjadi dalam perjalanan, hanya satu hal yang membuat Shaka kesal. Bus akan berhenti cukup lama di tiap haltenya, meskipun ini masih bus pertama tentunya setibanya ia di sekolah, kelasnya pasti sudah cukup ramai.
"Hah.. Berhenti lagi." Gumamnya nyaris tak terdengar oleh siapapun.
Untuk kedua kalinya bus berhenti, dan ini adalah halte terakhir sebelum sampai sekolah. Mengetahui hal itu, ia spontan merogoh saku celana dan mengeluarkan uang karena sebentar lagi kondektur akan menarik uang ketika hendak turun dari bus.
"Ayo cepat.." Bisiknya seorang diri, sekelilingnya juga tak terlalu memerhatikan Shaka karena sibuk dengan gadget mereka.
Selang dua menit kemudian bus berhenti tepat di depan gerbang sekolah. Shaka yang duduk dekat pinti bus langsung memberikan uang pada kondektur lalu berlari begitu cepatnya mendahului para penumpang lain.
"Hei kembaliannya!!!" Teriak kondektur.
"Ambil saja..." Balasnya dengan suara yang terdengar semakin pelan karena sudah terlalu jauh meninggalkan bus.
Lagi-lagi ia menengok jam tangan, matanya seakan tak mau berpaling meski sudah tiba di tempat yang ingin dituju. Sembari berlari menuju kelas 11 IPA I ia juga melihat sekeliling kelas memastikan bahwa belum ada orang yang masuk kelas.
Setibanya di kelas ia langsung membuka pintu, "Ahhh terkunci..." tangannya terus membuka paksa knock demi melampiaskan amarahnya hingga akhirnya ia frustasi dengan sendirinya.
"Tumben ada yang datang pagi-pagi." Sela seorang paruh baya di tengah kebingungan Shaka.
Ia pun menoleh pada orang yang mengajaknya berbicara, "Pak Toni." Sapanya dengan nada pelan sebab agak terkejut dengan keberadaannya yang secara tiba-tiba. Beliau adalah Pak Toni, penjaga sekolah dan tentunya membuka kunci pintu tiap kelas adalah tugasnya sehari-hari.
YOU ARE READING
Diary Stella
Teen FictionCerita ini bermula saat Shaka, seorang siswa 11 IPA 1 yang terkenal pendiam bertemu dengan siswi yang begitu usil yaitu Stella. Kesan pertama yang menjengkelkan bagi Shaka saat bertemu dengannya, secara kebetulan mereka duduk satu bangku di kelas. T...