39. Melepas rindu

1.1K 115 11
                                    

"Hai, Bio." sapa Inka pada Bio yang tampak sibuk membersihkan tempat jualan jus mereka.

"Inka!" pekik Bio senang melihat kehadiran Inka.

"Apa kaberong cinn?" tanya Bio memeluk Inka dengan aksen kata seperti banci.

"Hah?" Inka menatap ke arah Kanz yang memasang ekspresi mual mau muntah.

"Apa kabar maksudnya." jelas Bio menepuk bahu Inka pelan.

"Oooh, kabarku baik. Bio apa kabar?" Inka melepaskan pelukan Bio.

"Luar biasa sangat baik, bekerja menjual jus satu harian sendirian tanpa ada teman yang membantu." Bio melirik ke arah Kanz.

Kanz langsung membuang muka ke arah lain saat mengerti arti lirikan Bio padanya.

"Sendirian?" ulang Inka.

"Iya, tentu saja sendirian. Karena kini temanku sudah beralih menjadi bos besar yang kaya raya, dan temanku yang satu lagi menghilang tanpa jejak setelah si bos besar menyatakan perasaan cinta padanya."

Jlebbb.

Kata-kata Bio sungguh telak sekali untuk Kanz dan Inka, ibaratnya tepuk sekali dua nyamuk mati.

"Kau menyindir kami?" tanya Inka pura-pura memasang wajah marah.

"Menyindir kalian? Untuk apa? Memang kalian berdua temanku, hmm?"

"Aishhh, jadi kau tidak menganggap kami berdua temanmu?" Inka melipat kedua tangannya di dada.

"Teman macam apa yang melupakan teman satunya lagi dan sibuk dengan dunia baru kalian masing-masing." ucap Bio terisak.

Oke, cukup!

Bio terlihat kesal dan kecewa pada mereka berdua, Inka mendekati Bio dan kembali memeluk pria itu.

"Siapa yang melupakanmu Bio, hmm? Ya, memang benar jika aku sibuk dengan duniaku. Dunia asmara yang konyol." kata Inka juga terisak.

"Eh!" Bio berjengit kaget melepaskan pelukan Inka, "maksudnya?"

"Ah, bukan apa-apa Bio, sudahlah lupakan dan mari kita mulai berjualan hari ini bersama-sama." ajak Inka antusias.

Bio menyipitkan matanya curiga pada Inka, Inka memberikan senyuman manis untuk meyakinkan Bio jika ia tak apa-apa. Bio menganggukkan kepalanya setuju dengan ajakan Inka.

"Lalu, dia harus kita apakan?" bisik Bio di telinga Inka sembari matanya melirik penuh ke arah Kanz yang juga tengah menatap mereka berdua.

Inka juga mengikuti arah lirikan mata Bio, "enaknya kita apakan ya? Apakah harus kita usir?" usul Inka jahil.

"Ide bagus!" Bio sudah tercemar usulan jahil Inka.

Byuurrr!

"Aaaaa!" jerit Kanz kaget ketika dengan tiba-tiba Bio menyiramnya dengan se-ember air yang dingin.

"Apa-apaan ini, hei! Apa kalian berdua gila?!" teriak Kanz mengomel marah.

Sedangkan Inka dan Bio yang di marahin malah tertawa ngakak tanpa rasa takut sedikitpun. Merasa lucu melihat temannya itu yang masih mengomel.

******

"Mbak, jus jeruknya satu ya."

"Iya mas—" ucapan Inka terhenti ketika melihat siapa orang yang barusan memesan jus jeruk.

Wajah Inka tersenyum sumringah melihat sosok yang berdiri di hadapannya kini, sosok tersebut juga tersenyum sumringah melihat Inka.

"Tunggu sebentar ya, akan saya buatkan jus jeruk spesial untuk anda mas." ucap Inka mengedipkan sebelah matanya.

Mohan tertawa kecil mendengarnya, mengigit bibirnya menggoda Inka yang langsung mengalihkan perhatiannya. Bio yang sibuk melayani pesanan pembeli pun merasa kepo pada Inka dan Mohan yang raut wajah keduanya tampak berseri-seri bahagia dengan kedua mata berbinar-binar. Para pembeli pun menatap lekat Mohan yang sama sekali cuek saja saat di lihatin seperti itu.

Inka menoleh kembali ke arah Mohan, memberi kode pada kekasihnya itu untuk duduk di tempat sebelah. Mohan mengangguk dan langsung melangkah ke samping tempat yang di maksud Inka.

"Ini!" Inka menyerahkan satu cup jus jeruk sesuai pesanan yang Mohan pinta.

"Terima kasih, sayang." Mohan mendekatkan wajahnya dan mendaratkan satu kecupan di bibir Inka.

Hanya berupa sapuan kecupan ringan yang Mohan berikan namun mampu membuat Inka menghangat. Inka membalas satu kecupan ke bibir Mohan, keduanya tersenyum bahagia dan sama-sama menjauhkan wajah mereka.

"Ucapan terima kasih yang sangat manis, kalau seperti itu caranya pun aku rela jika kamu tidak membayar harga satu cup jus jeruknya setiap hari." ucap Inka menggigit bibirnya yang tampak sangat menggoda Mohan.

Mohan tertawa kecil mendengar ucapan kekasihnya tersebut, "yakin setiap hari tidak ingin aku membayarnya?"

Inka mengangguk, "ya, setiap hari."

Mohan yang gemas pun kembali mendaratkan bibirnya ke bibir Inka, mengecup berulang kali secara bergantian. Mohan dan Inka sama-sama membalas kecupan-kecupan bibir mereka, keduanya terbuai dan terbawa suasana hingga kecupan-kecupan manis itu terus berlanjut.

"In—astaga!" pekik suara seseorang yang nyaris pingsan melihat sepasang kekasih tengah saling kecup-mengecup itu.

Inka dan Mohan menghentikan kegiatan nikmat mereka, malu-malu dan terlihat salah tingkah menatap ke arah Kanz yang menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Menggangu saja!" gerutu Mohan kesal karena Kanz menganggu dirinya dan Inka.

"Apa?" pekik Kanz menurunkan tangan yang menutupi wajahnya, "menggangu kau bilang?"

Mohan mengangguk mengiyakan, "kau datang di saat yang sangat tidak tepat tuan Kanz."

"Ah, shitttt! Apa kalian tidak bisa melihat tempat jika ingin bermesraan, lihatlah sekarang kalian ini ada dimana." Kanz menggerakkan tangannya ke segala arah.

"Aku tidak peduli!" ucap Mohan enteng.

"Ya, sekarang saja kau bilang tidak peduli. Tiba saatnya berhadapan dengan kedua orang tua Inka nyalimu langsung ciut." sindir Kanz membuat Mohan meringis.

"Kanz!" protes Inka karena Kanz sengaja menggoda Mohan.

"Apa?" tanya Kanz galak.

Inka mendelikkan matanya pada Kanz, Kanz mencibirkan bibirnya kesal melihat reaksi pembelaan Inka pada Mohan.

"Inka, kau pilih kasih!" ejek Kanz mendengus.

"Terserah, intinya Mohan kekasihku."

"Ciihh," Kanz merasa jijik melihat tingkah Inka yang mengecup mesra sebelah pipi Mohan.

"Makanya tuan Kanz, kau carilah pacar agar kita bisa double date bersama."

"Wow! Sombong sekali dirimu tuan Mohan. Baru saja di terima Inka lagi menjadi kekasihnya kau sudah songong." ucap Kanz pura-pura marah merasa tersinggung.

"Tidak boleh iri Kanz," ledek Inka memeletkan lidahnya.

"Aku? Merasa iri kenapa?"

"Tidak bisa bermesraan seperti kami."

"Eh, yang benar saja!" protes Kanz merasa kesal mendengar ejekan sepasang kekasih itu.

Inka dan Mohan sama-sama kompak menertawai Kanz, di tambah lagi raut wajah Kanz yang cemberut manyun.

Kanz, Mohan dan Inka tak menyadari jika ada seseorang yang melihat dan terus memperhatikan mereka dari jarak jauh. Seseorang tersebut melengkungkan senyum tipisnya seraya mengangguk-anggukkan kepalanya.


Tbc....

Masih PO ya sampai tgl 21 July 😘

Sang mantan!!! (Tersedia Versi Cetak & Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang