Sudahkah kalian order novel ini? 😍😘
******
"Apakah ada sesuatu hal yang terjadi?" tanya Kanz saat dirinya sudah tak tahan ingin mengutarakan pertanyaan itu pada Mohan.
Mohan menatap Kanz lekat, Kanz sendiri sampai risih di tatap seperti itu.
"Jangan menatapku dengan pandangan matamu yang seperti itu, sungguh, sangat terasa menggelikan. Anda jadi terlihat seperti pria frustasi yang melenceng menjadi penyuka sesama jenis." ucap Kanz merasa jijik dengan cara Mohan yang melihatnya seperti itu.
"Aku rasa, ucapan anda barusan yang terdengar sangat menjijikan." dengkus Mohan muak mendengar ucapan Kanz.
"Dengar, segalau dan se-frustasinya aku, aku tetap normal dan tidak akan melenceng pada kodratku untuk mencintai lawan jenis." sambung Mohan tak terima jika Kanz menyudutkannya sebagai homo.
"Hhh, baiklah. Terserah, itu malah sangat bagus. Sekarang, kita kembali ke pokok pembahasan kita tadi."
"Eh iya, sampai mana tadi?" ulang Mohan panik.
"Tenanglah pak Mohan, kita belum memulai pembahasan tentang kerjasama kita."
"Terus tadi kita bahas tentang apa?"
"Inka."
"Ah iya, ternyata anda masih mengingatnya." cengir Mohan menggaruk tengkuk belakangnya yang tak gatal.
Mohan mengira Kanz sudah lupa mengenai Inka, nyatanya pria itu masih ingat dan penasaran akan keberadaan Inka yang kini tak terlihat bagaikan terbawa badai.
"Anda beneran lupa, atau mengalihkan perhatian?"
"Tidak keduanya. Hhh, begini saja, apa yang ingin anda dengar dari saya mengenai Inka?" tanya Mohan serius menatap Kanz.
"Banyak."
"Salah satunya?" balas Mohan bertanya seraya menaikkan sebelah alisnya.
Kanz berdeham sebentar sebelum mulai bicara. "Ehmm, begini, terakhir kali aku melihat Inka itu ketika aku menembaknya-"
"Astaga!" kaget Mohan memotong ucapan Kanz.
"Kenapa?" tanya Kanz bingung.
"Kau menembak Inka?" ulang Mohan pura-pura syok.
Kanz mengangguk. "Iya, kenapa? Apa anda merasa cemburu?"
Mohan tertawa. "Cemburu?" ulangnya. "Maksudku, kau menembak Inka, pantesan Inka menghilang. Kau telah membunuhnya tuan Kanz Laurent." ucap Mohan yang kini tak memakai lagi panggilan formal.
"Hah?" bingung Kanz terpelongo dengan ucapan Mohan. "Maksudmu?"
Mohan tertawa lagi. "Ah, kau sangat kaku Kanz, leluconku jadi tidak menarik, ck!"
"Aku rasa leluconmu yang terlalu kuno, dan kekanakan."
Mohan mengangguk. "Ya, aku setuju!"
"Baiklah, balik ke inti permasalahannya tadi."
"Silakan." Mohan mempersilakan kembali Kanz yang ingin melanjutkan ceritanya.
"Aku menembak inka-maksudku mengutarakan perasaanku padanya, mengatakan yang sejujurnya tentang isi hatiku selama ini padanya." Mohan mengangguk, tangannya terkepal menahan rasa marah dan cemburu. Marah dan cemburu karena Inka dicintai pria lain.
"Saat itu aku sangat berharap jika Inka bakalan langsung menjawab. Baik itu dia menolak atau membalas perasaanku, aku tidak akan mempermasalahkannya. Tapi, sayangnya dia meminta waktu seminggu untuk menjawabnya."
"Lalu?" tanya Mohan antusias.
"Ya, aku memberinya waktu seminggu itu dengan syarat jika kami tetap akan bersikap seperti biasanya. Aku membiarkan waktu seminggu itu berjalan dengan sendirinya, sampai batas waktu kesabaranku habis menunggu seminggu itu yang terasa sangat lama bagiku." Mohan tersenyum mendengarnya.
Wajah Kanz yang tadinya tersenyum ceria kini berubah menjadi murung. "Aku pikir, Inka memiliki perasaan yang sama padaku. Nyatanya setelah seminggu waktu untuk menunggu jawabannya. Inka tak memilihku, ia tak datang menemuiku sesuai janji yang ada di pesan chatnya."
"Maksudmu?"
"Inka memilih pria lain, aku rasa Inka kembali pada mantannya. Pria di masa lalunya yang sampai saat ini masih sangat dicintainya."
Mohan terdiam, apa yang di katakan Kanz memang benar adanya.
"Apa dugaanku salah?" tanya Kanz cemas.
Mohan menggeleng. "Tidak, dugaanmu sangat benar. Aku tidak tau apa yang terjadi diantara kalian, meskipun aku sempat mendengar dari tuan Hans, papamu. Beliau mengatakan jika putranya menyukai seorang gadis bernama Inka, ada tuh entah di part berapa aku lupa." Mohan menjeda sebentar ucapannya.
"Intinya, Inka mendatangiku, mengatakan semua isi hatinya dan unek-uneknya padaku. Ucapan kebencian pun tak terelakkan keluar dari mulutnya-"
"Ternyata dugaanku benar jika Inka kembali bersama mantannya," kekeh Kanz.
"Ya begitulah, karena kami tidak bisa melupakan pesona ciri khas yang menguar dari diri kami." sahut Mohan masih bisa bercanda.
"Lanjutkan." titah Kanz memasang wajah tersenyum manis bercampur mual mendengar ucapan pede Mohan.
"Aku mengatakan semuanya pada Inka, mengenai alasan kenapa aku meninggalkannya. Untuk yang satu ini aku tidak bisa mengatakannya padamu." Kanz mengangguk.
"Singkat cerita, kami berdua memutuskan untuk saling bersama. Memulai kembali hubungan kami, hanya saja...."
"Hanya saja apa?" tanya Kanz penasaran karena Mohan menggantungkan kalimatnya.
"Kami gagal saat akan meminta restu pada kedua orang tua Inka. Mereka sangat menolak keras hal itu. Mereka seakan memberikan pilihan untuk Inka antara memilih orang tuanya atau aku."
Kanz mendelik kaget mendengarnya. "Lalu, siapa yang Inka pilih."
"Bodoh!" kesal Mohan mengumpati Kanz. "Menurutmu siapa yang akan Inka pilih?"
"Tentu saja orang tuanya."
Mohan mengangguk. "Ya, itu pasti. Jikalau pun dia memilihku maka tentu saja aku menolaknya. Karena prioritasku, hubungan kami akan lanjut atas seizin dari kedua orang tua Inka."
"Wow! Lelaki sejati." puji Kanz merasa suka dan kagum dengan ucapan Mohan.
"Bukan masalah pria sejatinya, tapi bukankah itu memang harus. Memang kau mau apa menjalin hubungan dengan seorang wanita tanpa restu kedua orang tuanya?" Kanz menggeleng.
"Ya sudah."
"Ah, aku mengerti sekarang. Jangan bilang kalau kau dan Inka kembali berpisah setelah kalian kembali bersama?" tebak Kanz.
"Hmm, ya begitulah." jawab Mohan lemah.
"Turut prihatin," ledek Kanz yang langsung mendapat tatapan tajam dari Mohan.
"Eitsss, becanda." Kanz menggerakkan jarinya tanda berdamai. "Mau ku bantu?" tawar Kanz.
"Bantuin apa?"
"Ah, pokoknya kau tenang saja. Serahkan padaku." kata Kanz pede. Kerutan di kening Mohan semakin mengerut dalam, namun ia membiarkan saja Kanz yang katanya ingin membantu dirinya.
Tbc....
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang mantan!!! (Tersedia Versi Cetak & Ebook)
RomanceHeii! Sang mantan, apa kabarmu? Vyanka Maharani mendesah lirih saat mendengar kata move on!!! Ingin rasanya ia memaki semua hal yang ada di dunia ini, saat dirinya tak kunjung juga bisa melupakan sang mantan. Mantan yang meninggalkannya demi menikah...