Part 1 : Pertemuan yang di sengaja

10.2K 612 26
                                    

PRANGGG!

Vyanka menutup kedua telinganya yang berdengung dengan kedua tangannya, menatap takut pada sang atasan yang menjabat sebagai mandor di pabrik ini. Sang mandor yang bernama Andi itu pun murka dengan kinerja Inka yang semakin lelet dalam bekerja, bahkan beberapa hari ini wanita cantik itu kerap kali datang terlambat ke pabrik.

"Katakan pada saya, apa mau kamu yang sebenarnya?!" tekan Andi bertanya dengan tegas, menatap tajam ke arah Inka yang menundukkan kepalanya.

Nyali Inka semakin ciut mendengar nada suara pak mandor, takut-takut ia mendongakkan kepalanya demi melihat wajah sang mandor.

"Ma--mafkaan saya pak." cicit Inka dengan suara yang sangat pelan dan tergagap, namun masih bisa di dengar jelas oleh Andi.

"Maaf?" ulang Andi agar pendengarannya tak salah.

"Lain kali saya tidak akan mengulangi kesalahan lagi, dan--saya berjanji tidak akan terlambat lagi."

Andi menyipitkan matanya mendengar penuturan dari Inka. "Kamu yakin dengan ucapanmu?"

Kepala Inka mengangguk cepat, ia tak mau membuat mandornya bertambah semakin marah.

Suara dering ponsel Andi yang berada di saku celananya pun berbunyi, ia merogoh sakunya dan mengambil ponsel pintar miliknya. Di lihatnya nama sih penelpon di layar ponselnya, matanya mendelik begitu tahu siapa yang meneleponnya.

"Ha--halo." sapa Andi dengan suara gemetar dan tergagap, hal itu tak luput dari pengamatan Inka yang masih melihat ke arah Andi.

".............."

"Apa pak?" sentak Andi terkaget. "Baik pak, saya akan menyuruhnya langsung ke ruangan bapak."

Andi memutuskan sambungan telepon saat pembicaraan selesai, ia memasukkan kembali ponselnya ke saku celana kerja yang ia kenakan.

Andi menatap tajam ke arah Inka. "Inka!" panggilnya.

"Iya pak?"

"Pak Anwar barusan menelpon saya, dan menyuruh kamu untuk datang ke ruangan pemilik pabrik ini."

"Apa pak?" Inka mendelikkan matanya mendengar ucapan Andi.

"Kenapa mata kamu melotot ke arah saya begitu? kamu tidak suka dengan perintah yang di berikan pak Anwar?" kesal Andi.

Kepala Inka menggeleng. "Enggak pak, saya hanya kaget."

"Ya sudah, kalau begitu sekarang kamu temui pak Anwar dulu sana. Nanti dia yang akan mengantarkan kamu ke tuan pemilik pabrik ini."

Mendengar titah Andi yang tak terbantahkan ini, mau tak mau Inka menurutinya. Tapi sebelum itu, Inka ingin terlebih dahulu mengetahui alasan kenapa dirinya di panggil sang penguasa pemilik pabrik ini. Yang setahu Inka sangat misterius, maksudnya Inka belum tahu siapa sosok pemilik pabrik ini yang sebenarnya, ataukah Inka yang mungkin memang kurang perhatian pada hal sekitar termasuk hal sepenting ini.

"Kenapa masih disini Inka!" bentak Andi membuat Inka berjengit kaget.

Inka sedikit membuka mulutnya ingin bicara, tapi begitu melihat raut menakutkan dan tak bersahabat yang Andi pancarkan. Inka pun mengurungkan niatnya dan cepat-cepat pergi dari hadapan mandor galak itu.

Dengan langkah takut-takut Inka mengetuk pintu ruangan pak Anwar, setelah mendengar suara dari dalam ruangan yang menyuruhnya masuk, maka Inka pun masuk dengan perasaan yang campur aduk.

"Permisi pak, selamat siang." sapa Inka pertama kali.

"Selamat siang Inka," balas pak Anwar tersenyum.

"Ada apa ya pak? Apakah saya berbuat salah?" tanya Inka panik yang langsung mengutarakan rasa penasarannya.

"Saya kurang tahu Inka, tapi pemilik pabrik ini menyuruh saya untuk membawa kamu ke hadapannya." Kening Inka berkerut dalam mendengar penuturan pak Anwar yang tak tahu mengapa pemilik pabrik ini memanggilnya.

"Jadi, untuk itu. Ayo saya antarkan kamu menemui beliau." ucap pak Anwar tersenyum seraya mengajak Inka agar mengikutinya.

Inka pun melangkahkan kakinya mengikuti langkah pak Anwar, yang sebentar lagi akan membawanya ke ruangan dimana pemilik pabrik ini sekarang berada.

"Pak Anwar, tunggu dulu!" cegah Inka memanggil pak Anwar yang otomatis menghentikan langkahnya.

"Ada apa Inka?" tanya pak Anwar yang dapat melihat kegelisahan Inka dari raut wajahnya.

"Apakah saya akan di pecat?" pertanyaan Inka membuat pak Anwar tersenyum geli mendengarnya.

"Kenapa kamu berpikiran seperti itu?"

"Karena saya sering berbuat kesalahan selama bekerja disini pak." jelas Inka semakin gusar.

"Lagian, ini untuk pertama kalinya pemilik pabrik misterius ini memanggil saya pak." sambung Inka tanpa sadar.

"Misterius?" ulang pak Anwar berpikir keras dengan ucapan Inka.

Inka gelagapan. "Eh, itu pak. Ma--maksud saya__"

"Ya, saya tahu apa yang ingin kamu katakan. Tapi, sebaiknya itu kamu simpan saja dulu. Nanti juga rasa penasaran kamu akan terjawab." sahut pak Anwar memotong ucapan Inka.

Inka mengangguk dan kembali mengikuti langkah pak Anwar, tak berapa lama mereka sampai di ruangan penguasa yang sesungguhnya.

Cklek...

Pak Anwar membuka pintu, dan mempersilakan Inka untuk masuk ke dalamnya. Dengan kaki yang gemetaran Inka melangkah masuk ke dalam.

Hal yang pertama kali Inka lihat saat masuk ke dalam ruangan ini adalah punggung kokoh seorang pria yang sedang berdiri memunggunginya. Inka persis berdiri di belakangnya yang berjarak tak terlalu dekat dan tak terlalu jauh.

Cukup lama mereka berada pada posisi itu, mulut Inka serasa gatal ingin bicara saat orang itu tak kunjung juga berbalik badan ke arahnya. Tapi baru saja ia membuka mulut ingin bicara, namun kembali Inka urungkan niatnya itu. Baginya, itu terlihat tak sopan. Untuk itu Inka akan memilih bersabar sampai orang itu sendiri yang akan berbalik badan dan bicara padanya.

"Vyanka Maharani."

Degg.

Suara itu?

Seketika kedua bola mata Inka melotot sempurna saat melihat siapa yang ada di hadapannya saat ini.

"Apa kabarmu?" ucap pria itu setelah membalikkan badannya dan menatap ke arah Inka penuh minat.

Tbc...

Vomentnya banyak lanjut!

Selasa-03-Desember-2019.

Terima kasih 💋

Sang mantan!!! (Tersedia Versi Cetak & Ebook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang