Bel berbunyi nyaring. Teea tersentak, lepas dari lamunannya. Ternyata ia masih duduk di tempat favoritnya. Ia menghela napas panjang, bagimana mungkin setahun berlalu begitu cepat. Ia mulai membiasakan diri, kembali jadi 'adik' Diar. Seperti dulu, saat masih kecil. Meskipun hatinya... ah, sudahlah.
Seseorang mendekat. Diar, mengangsurkan sebotol air putih ke depan wajahnya.
"Minum, Skinny! Jangan bengong saja. Nanti jadi ... bego."
Teea mencebikkan bibir pada Diar, mengambil botol air minum itu lalu berdiri. Berjalan menuju ke tangga lantai 2, menyembunyikan pipinya yang mulai terasa panas.
Di belakangnya Diar berteriak, "Kalau dikasih harus bilang, apa?" Intonasinya, persis seperti yang sering Diar ucapkan saat mereka masih kecil, saat Diar mengajari mereka tentang keharusan berterimakasih.
"Teeee-rima-kaaa-siiiih kakak Di-aaaaaar....!" jawab Teea tanpa menengok. Tapi bibirnya tersenyum. Hatinya 'sedikit' berbunga-bunga. Akan disimpannya botol minuman itu. Dihiasnya, dipajang di meja belajarnya, ditambahi tulisan, 'Jangan bengong saja, nanti jadi bego'.
****
Sepulang les, Teea langsung menuju ke dapur. Bunda sedang menggoreng risoles kesukaannya. Di dalamnya, ada daging asap, mayo, sayuran dan keju leleh. Ah.. perut Teea langsung keruyukan. Kue-kue buatan Bunda rasanya memang paling top. Itu sebabnya Ummi Aini rajin sekali memesan kue-kue buatan Bunda Teea.
Didekatinya Bunda, lalu di peluk dari belakang. Teea lebih tinggi dari Bunda. Tapi ukuran lebar tubuhnya, hanya setengahnya tubuh Bunda. Sehingga ketika ia memeluk bunda seperti ini, terlihat cukup lucu.
"Bunbun...," panggilnya manja. Bunda tersenyum dan menjawab hu-uh, tapi tak melepaskan mata dari Risolesnya. Bunda adalah juru masak yang perfectionist , yang tak akan mengizinkan warna gorengannya terlalu tua dari warna golden brown apalagi sampai gosong.
"Ada masalah di sekolah, sayang?" tanya Bunda sekilas memandang Teea.
"Teea lagi sedih, Bun..." jawab Teea.
Bunda mengangkat risolesnya, mematikan kompor lalu berbalik. Berhadapan denganTeea yang masih memeluknya.
"Cerita sama Bunda, ada apa? Hmm.. apa kamu dimarahi gurumu?" Teea menggeleng.
"Temanmu ngomong jelek tentang kamu ke teman-teman yang lain?" Teea menggeleng lagi. Bunda mengernyitkan kening.
"Ayo, tebak, Bun..." ucap Teea manja sambil masih memeluk ibunya.
Bunda bepikir lagi.
"Nilai ulangan jelek?" Teea menggeleng lagi.
"Sepertinya ini masalah hati.... Kamu naksir cowok, ya?" suara Bunda terdengar riang. Teea melepaskan pelukannya.
"Bunda, anak Bunda lagi sedih, kok bisa Bunda nanya riang begitu!" Bunda tertawa kecil.
"Habis kamu lucu. Ya sudah ini tebakan terakhir. Kamu suka sama cowok yang nggak membalas suka sama kamu. Bagaimana, betulkah?" Teea mencebikkan bibir, sambil menatap sebal pada Bundanya. Ia bergerak ke lemari dinding dan mengambil piring, lalu mulai memindahkan risoles ke piring tersebut. "Jangan-jangan karena kamu terlalu ... langsing, Teea..." Teea menengok ke belakang sambil mendelik pada Bundanya. Bunda terkekeh pelan. Menggunakan 'langsing' sebagai pengganti 'kurus' tetap terdengar menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki di Tengah Hujan (Completed)
Teen FictionKisah Teeana, sang cupid yang bodoh, yang melukai hatinya sendiri, dengan panah yang akan ia tancapkan ke hati gadis lain .
