Teea duduk di meja belajarnya sore itu. Ia membayangkan, di rumah sebelah, Diar pasti sedang membuka paket diary dari Aini, dan dengan suka cita membaca semua surat Aini yang ditulisnya selama seminggu. Bisa diperkirakan, Ia akan senyum-senyum sendiri, sesekali tertawa, sambil berguling di kasurnya, sebentar telentang, sebentar telungkup, sebentar ia bangun lalu duduk, tapi tak lama menjatuhkan dirinya lagi ke kasur.
Teea memukul kepalanya. Bagaimana mungkin ia membayangkan apa yang dilakukan Aini kemarin, dengan pemeran utamanya, di ganti dengan sosok Diar. Ia tertawa sendiri. Bodoh! Tak mungkin perempuan dan laki-laki bersikap sama, mungkin Diar Cuma duduk di meja, dengan wajah serius, membaca surat-surat Aini dalam diary tebal itu.
Tiba-tiba saja, pintu kamarnya menjeblak terbuka. Erin, adik Diar sekaligus juga sobat tersayangnya, masuk ke kamar tanpa permisi dan langsung rebahan di atas kasur. Ia mengambil Mr. Panda, boneka berwarna coklat yang panjangnya hampir satu meter itu lalu memeluknya.
"Habis tukar paket, ya?" tanyanya sambil menatap Teea. Teea hanya mengangguk dengan malas. Ia bangun dari kursi, dan merebahkan diri di sebelah Erin.
"Kakakmu lagi ngapain?"
"Bacalah. Nggak mau diganggu, kunci pintu kamar. Baru akan bisa keluar kalau Ibu yang manggil. Dasar bucin!" gerutunya. "Teea, kamu bego, ya?" Erin tiba-tiba duduk sambil menatap mata Teea. "Sampai kapan kamu akan jadi tukang pos buat mereka? Sampai kapan kamu kuat nonton mereka senyum-senyum sendiri kayak gitu?" Teea menjawab dengan mengangkat bahu.
"Love always make people stupid, Erin. Don't you know?"
Erin dengan gemas melemparkan Mr. Panda pada Teea, lalu membanting dirinya kembali ke kasur. Mereka berdua terdiam menatap langit-langit kamar. Sibuk dengan jalan pikiran masing-masing.
***
Usai solat Magrib, sebuah pesan Whats app masuk ke HP Teea.
Lihat, tulis Erin. Disusul sebuah gambar pintu yang tertutup.
Sesudah sholat magrib, kami makan, terus dia masuk kamar lagi. Harus berapa kali sih dibaca diarynya baru puas? Kalau sudah begitu Cuma Ibu yang bisa nyuruh ke luar. Lainnya, immpossible.
Teea mengirim balasan emoticon smile.
Munafik kau, temanku.
Kenapa munafik?. Kalau kakakmu bahagia, kita juga akan ikut bahagia, kan? Aku, dan kamu. Adik-adiknya.
Siapa kamu sista? Malaikat? Oke, oke, kamu malaikat cinta, si Cupid kecil. Cupid kecil yang menderita.
Hey, siapa yang menderita? Aku nggak menderita.
Oke. Cupid yang sedih.
Aku nggak sedih. Kan sudah kubilang, kakakmu happy, akupun ikut happy.
Wah, serius? Oh, oke. Cupid yang cemburu.
Nah, kalau itu... iya sih. Tapi sedikit.
Eh, Kau tuh Cupid yang ngelunjak, tahu!
Hahaha iya bener! Tugas Cupid kan Cuma panah hati yang ini, panah hati yang itu, sambungkan frekwensinya, lalu selesai tugasnya. Ini malahan...
Cupid bodoh! Ngapain kamu tancapkan panah itu ke hatimu sendiri. Padahal sudah tahu panahnya bakal harus ditancapkan di hati cewek lain. Bodooh ... banget! Teea sayang, cabut panahnya! Aku nggak tega lihat ma sista jadi pecundang kayak gini.
Hei, aku bukan pecundang. Aku pemenang.
Menang apa? Menang di dunia khayalan? Dasar bodoh. Lalu dikirimnya emoticon marah. Kamu ke sinilah. Ayah dan Ibu sedang keluar. Setidaknya temani aku mengerjakan PR. Kalau sendiri aku ngantuk. Asli, beneran. Anak itu pasti bakal di kamar sampai waktu yang entah kapan...
Oke. Tunggu di situ. Kubereskan bukuku.
Tiba-tiba Erin tersentak. Ada angin hangat berhembus lehernya. Ia segera berdiri dan berbalik, benar-benar kaget.
"Kakak.. kapan keluarnya?" Diar tersenyum geli melihat adik semata wayangnya terlompat kaget.
"Rin, siapa yang bakal diam di kamar sampai waktu yang..... , maksudmu siapa? Kakak? Ini, Kakak keluar. Berarti bukan kakak, jadi.. siapa ya? Hmm...." Diar melompati sofa mendekati adiknya. Erin secepatnya menekan tombol mematikan HP.
"Bukan siapa-siapa kok. Wee, Kakak kepo." Lalu ia berlari ke arah kamarnya. Diar mengejar, dan Erin tertangkap. Sebelah tangan Diar dilingkarkan di leher adiknya. Erin berbalik ke arah kakaknya, lalu sekuat tenaga mendorong. Pitingan di leher lepas, tapi Diar gesit, menangkap tangan Erin, menariknya, dan mengembalikan lengan kekarnya melingkari leher Erin.
Erin mengangkat kedua tangannya. "Nyerah-nyerah! Sudahan. Nyerah, ayo lepas!"
Sambil tertawa, Diar melepaskan Erin. "Payah, cewek lemah." Katanya mengejek.
Tapi ketika tangan Diar lepas, secepatnya Erin mencubit pinggang Diar sekuatnya lalu melarikan diri ke kamar dan menutup pintu. Sebelum Diar mencapai pintu, pintu kamar berhasil dikunci.
"Riiiin.... Eeeriiiiiiiiin... ayo bukaaaa..... Kakak disuruh Ibu menemani kamu mengerjakan PR! Eriin... Deeek... Ada tamu niiih... Ayo bukaaa!!!"
Erin tertawa dari balik pintu. "Kakak bohong.. Nggak akan tertipu.."
Di luar pintu Erin mendengar Diar berbicara dengan seseorang. Erin menempelkan telinganya ke pintu. Benar, ada suara Teea di luar. Akhirnya ia membuka pintu. Teea berdiri di depan pintu bersebelahan dengan Diar.
"Jadi ,nggak?" tanya Teea.
"Jadi dong ,Cintaaa... Masuk, masuk!" katanya mempersilakan. Teea masuk ke kamar Erin. Di belakangnya, Diar hendak menyusul. Tapi Teea menyilangkan kaki menghalangi.
"Kakak nggak boleh masuk. Malam ini belajarnya ditemani Teea saja." Diar menghentikan langkahnya.
"Oke." Ia lalu berbalik pergi. Erin menutup pintu kamar.
Tapi baru saja ia dan Teea duduk di depan meja belajar, pintu terbuka. Diar masuk sambil tersenyum, dan langsung melompat ke atas kasur Erin.
"Kak, ..." Erin yang kaget berteriak ketika tubuh Diar berdebum di kasurnya.
"Kata Ibu, justru karena kalian sedang berdua, jadi harus lebih diawasi. Ayo, silakan teruskan belajarnya. Kakak mau baca novel saja, di sini."
Erin mendengus kesal, tapi tak bisa apa-apa. Ibu, dan Bunda Teea, sudah hapal betul kebiasaan mereka berdua. Hampir tak mungkin, PR mereka selesai, kalau tak ada yang mengawasi. Waktu akan habis digunakan untuk mengobrol dan bercanda.
Teea hanya mengerucutkan bibirnya, sama gemasnya, sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki di Tengah Hujan (Completed)
Teen FictionKisah Teeana, sang cupid yang bodoh, yang melukai hatinya sendiri, dengan panah yang akan ia tancapkan ke hati gadis lain .