"Bi, kantin kuy. Ngadem." Ajak Tata begitu kami keluar dari Aula tempat dimana acara penyambutan Maba diselenggarakan.
Aku mengangguk karena merasa perlu mendingkan kepala serta meloloskan minuman untuk tenggorokanku. Rasanya kering sekali bagaikan digurun pasir yang tandus. Bagaimana tidak, acara penyambutan sekaligus pengarahan tadi memakan waktu kurang lebih 3 jam lamanya. Dan selama itu pula aku tak bisa minum, sementara itu aku harus berbagi oksigen dengan beratus-ratus Maba dalam satu ruangan. Ugh! Benar-benar pengap rasanya.
"Lo mau pesen apa? sekalian gue pesenin kalo mau?" Tawar Tata ketika gadis itu selesai memilih counter yang menarik minatnya.
"Gue aja deh yang pesen. Lo cari kursi." Putusku karena masih bingung mau makan apa.
"Oh, oke. Gue Sallad aja ya. Minumnya Iced green tea."
Aku mengacungkan jempol sembari melenggang pergi. Bergerak menuju counter yang dimaksud Tata. Begitu selesai memesan, aku mengunjungi counter Bakso. Panas-panas begini makan makso pakai sambal 5 sendok sepertinya cukup menetralkan rasa pusing dikepalaku. Baiklah, mari kita coba.
Counter bakso ini lumayan ramai, untuk bisa memesan aku harus menunggu 3 antrian lagi. Tapi beruntungnya, seorang pelayan menawarkan bantuan kepadaku. Tanpa pikir panjang aku menyebutkan pesananku dan segera membayar. Tidak lama pelayan itu kembali, membawa semangkuk bakso dengan kuah yang banyak dan ekstra sayuran. Oh, tidak lupa juga sambal merahnya yang sudah bagaikan bara api. Uuhhh! Aku jadi semakin lapar saja.
"Makasih pak." Ucapku kepada pelayan tersebut.
"Sama-sama Neng." Jawabnya diiringi senyuman.
Akupun menyempatkan diri balas tersenyum sebelum pergi, Bapak itu semakin melebarkan senyumnya.
Satu kata untuk Bapak pelayan itu. Ramah. Aku suka.
Lalu kemudian aku tersadar. Aku baru saja terkesima oleh pesona Bapak-bapak. Oh, Ya ampun.. berfikir apa aku barusan? Kepalaku menggeleng keras-keras, bermaksud membuang jauh-jauh pikiran aneh itu. Tidak mau membuang waktu lagi, segera aku beranjak namun aku tak sadar bahwa ada antrian lain dibelakangku.
Aku memekik kaget ketika menubruk dada bidang seseorang, nampanku hampir saja terjatuh kalau saja tanganku kurang cepat menahannya. Untung saja masih selamat coba kalau tidak, baksoku pasti sudah terkapar mengenaskan dilantai sana. Kan sayang.
"Ma- Maaf, Kak. Saya gak sengaja."
"Kalo jalan tuh pake mata! Main nabrak-nabrak aja!"
Aku mendongak merasa mengenali suara ini. Dan dugaanku benar, ternyata dia Raka. Huh! Kenapa sih harus Raka yang aku tabrak. Kenapa tidak Gema saja lagi. Coba kalau Gema, pasti dia akan bertanya apa aku baik-baik saja? Lalu mengatakan kalau aku seharusnya lebih berhati-hati. Seperti yang dikatakannya tadi pagi. Tidak mungkin ngomel-ngomel macam orang ini.
Huhf! Aku lupa kalau Malaikat dan Iblis memang diciptakan untuk menyempurnakan perbedaan.
Aku memutar bola mata. " Ya maaf. Gue gak sengaja. "
Raka mendecih."Tadi Gema, sekarang gue! Jangan-jangan lo sengaja ya nabrak-nabrak orang. Mau modus lo!"
Aku membelalak ditempat. Ha?! Apa tadi dia bilang? Aku mau modus? Yang benar saja dia menuduhku seenak jidat. Kalau modus kepada Gema sih tidak masalah. Nah ini, sama si seringala berbulu domba. Oh tidak akan ya! Bermimpi saja sana!
"Apaan si! Gue bilang kan gak sengaja. Namanya juga reflek." Kataku membela diri.
"Kok, lo malah nyolot? Bukannya minta maaf!"
"Lha, tadi kan gue udah minta maaf. Kuping lo penyakitan?"
Kedua tangan Raka bersedekap lalu dia menatapku dengan alisnya yang menukik tajam. "Lo bilang apa barusan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
NOTHING IMPOSSIBLE!! Binar Mentari Senja
De TodoSeseorang pernah berkata kepadaku, jangan pernah membenci sesuatu terlalu dalam. Karena boleh jadi, sesuatu yang amat kamu benci saat ini kelak justru yang terbaik bagimu. Dan, jangan juga terlalu dalam ketika mencintai. Karena boleh jadi, apa yang...