4

24 6 0
                                    

Sengaja slide nya sedikit biar gak lewat. Penulis pemula masih banyak belajar. Lanjut ....

Hari minggu, bagiku hari mencuci, membereskan tempat tidur, dan melakukan kegiatan seperti biasanya. aku terbiasa mandiri sejak di perantauan. Biasanya sarapanku hanya sebatas nasi goreng. Buatan spesial, paling simple, dan yang pasti enak bagiku.

Ian, kamu lagi apa?

Terdengar samar suara dari ponselku. Bagaimana tidak, aku sibuk di kamar mandi, sedangkan ponselku berdering di kamar tidur. Aku tinggal di kos berbentuk bedeng. Layak untuk di huni. Ada ruang tamu, satu kamar, dan kamar mandi yang lumayan bagiku.

Akhirnya beres juga. #batinku

Aku tak pernah mengajak temanku main ke kos'an. Biasanya mereka hanya menjemput ku atau duduk saja di teras. Jelas disini ramai, ada sekitar 10 rumah kos. Tetangga pun disini tak membiarkan jika Aku butuh pertolongan.

Maaf, Aku tadi habis nyuci. Kamu lagi apa? #balasku

Baru kali ini ponselku berdering terus. Terkadang canggung dengan Laras. Aku yang sederhana, dia orang kaya. Tapi, tak pernah sedikitpun niat buruk menghampiriku. Awalnya hanya sebagai penyemangat, tetapi makin hari aku mulai mencintainya dengan tulus.

🌿

Waktu arlojiku menunjuk pukul tujuh tepat. Sudah pasti dimulainya upacara. Tapi, aku masih berada di dalam angkot. Andai Aku punya motor, mungkin lebih cepat sampai. Ini bukan pertama kalinya Aku telat.

Terbiasa melakukan tugas rumah sendiri membuatku kuwalahan mengatur waktu. Ditambah, angkot tidak melewati sekolahku yang satu kilometer jauh dari jalan raya. Aku harus menempuh waktu sekitar lima belas menit lagi

"Ian ...," terdengar teriakan di seberang jalan tempatku melangkah.

Iya, dia kekasihku, Laras. Kenapa dia terlambat? Apa Dia sengaja? Terdiam sejenak, tak habis pikir wanita sepertinya bisa terlambat.

"Ian ... Ayoo ...."

Aku langsung naik ke mobil Laras. Betapa terkejutnya aku, yang menyetir adalah Papa Laras. Untuk kesekian kalinya, Aku merasa rendah diri.

"Pa, ini Brian. Pacar Laras," ucap Laras menegaskan.

"Salam kenal, om. Saya Brian," perkenalan pertama ku kepada Papanya Laras.

"Om banyak dengar cerita dari Laras. Katanya kamu itu pintar, tapi suka malas? Om juga sama seperti kamu dulu. Tapi, kamu harus rajin. Ini sudah mendekati kelulusan kalian," lanjut Papa Laras.

Aku tak menyangka, Laras lebih terbuka kepada orang tuanya. Sedangkan aku, orang tuaku tak mengetahui apa pun tentangku. Mereka hanya menjenguk saat ada hal penting saja.

Setelah sampai di gerbang sekolah, Aku dan Laras langsung turun dan berpamitan dengan Papanya.

"Terima kasih banyak, om."

"Jangan panggil om. Panggil sesuai panggilan Laras ke Om."

"Baik, Pa."

🌿

"Maaf, gara-gara Aku, Kamu telat," ucapku pada Laras.

"Bukan, itu karena Aku. Harusnya Aku gak ngajak Kamu main kemarin supaya Kamu bisa kerjain kerjaan rumah," jawab Laras, seakan menenangkan.

"Kita bolos?" tanya Laras.

"Kenapa harus bolos?"

"Aku juga pengen kayak Kamu. Gimana rasanya bolos sekolah."

"Aku gak akan mau, Laras."

Laras hanya diam dan tersenyum menatapku. Ku genggam tangannya.

"Apa aku pantas untuk kamu?" tanyaku.

"Papa ku juga kayak kamu dulu. Bandel, nakal, terus suka ngutil juga."

"Ngutil pena? Kayak aku dong?"

"Kamu jujur, ya. Pernah kan ngutil pena punya Aku di tas?"

"Hemmm ...," Aku hanya bergumam.

Aku punya kebiasaan mengutil pena. Kadang, yang terkapar diatas meja langsung Ku sambar. Apalagi yang jatuh di lantai. Sewaktu sekolah aku tak pernah beli pena dan buku. Buku pun satu tapi beberapa pelajaran.

Asyik bercerita, sampai akhirnya Pak Lukman satpam sekolah menghampiri Kami.

"Nak Brian sama Nak Laras di tunggu Pak Kirno di depan kantor."

Aku pun mengangguk. Hanya Kami berdua yang telat. Biasanya banyak lagi siswa yang terlambat. Aku dan Laras langsung masuk dan menghadap Pak Kirno.

"Brian, Kamu jangan kasih contoh yang jelek kepada Laras. Laras ini siswi teladan. Jangan karena Kamu pacar Laras, Kamu bebas ajak Dia untuk seperti Kamu," amarah Pak Kirno tak bisa terbendung.

"Maaf, Pak. Brian gak salah. Saya yang memang terlambat. Saya tadi ketemu Brian di jalan. Lalu saya barengan dengan Brian. Brian jalan kaki pak, kalau naik motor atau mobil mungkin lebih cepat," Laras memahami situasi dan kondisiku sekarang.

"Ya sudah, hukuman kalian hari ini operasi semut dari halaman depan pagar sampai halaman dalam sekolah. Jangan masuk kelas kalau belum bersih," tegas Pak Kirno.

"Baik, Pak."

Kami pun melakukan apa yang Pak Kirno tugaskan. Sebagai hukuman pula atas ketidak disiplinan Kami.

🌿

Laper, haus. Uangku hanya tiga ribu. Istirahat pertama, aku hanya duduk di depan kelas menikmati angin yang berhembus sepoi-sepoi. Sengaja aku membawa sedikit uang, aku tak bisa selalu bergantung kepada orang tua. Di tambah tugas Ku semakin banyak. Menumpuk seperti gunung, panjang seperti jalan tak putus-putus.

"Ian, Kamu gak jajan," tanya Laras menghampiriku.

"Aku ... Aku disini aja. Lagi gak mood jajan."
"Ya udah. Aku ke kantin dulu ya. Bye," beranjak dari duduknya dan menepuk pahaku, Laras pergi ke kantin.

Terus terang, Aku malu berpacaran dengan anak orang kaya. Aku tak punya apa-apa seperti Laras. Seakan dunia di dalam genggamannya.

Sebentar lagi bel masuk. Tetapi Aku ingin pergi ke kamar mandi sebentar.

"Segar juga. Kalo gak jajan, aku wudhu aja. Sebagain ganti air mineral. Hahaha," Aku tertawa kecil keluar dari kamar mandi.

Saat Aku tiba di dalam kelas, ku lihat ada bungkusan putih memenuhi lokerku.

"Ini apa?" tanyaku pada diri.

Tak ku sangka, isinya beberapa makanan ringan seperti coklat, roti, dan dua buah kaleng minuman. Aku yakin ini dari Laras. Apa dia tahu, kalau Aku tak punya cukup uang?

Sepulang sekolah, aku belum memakan makanan itu. Aku masih bingung, darimana Laras tau kalau Aku tak punya cukup uang.

Flashback.

"Ian, mana uang kas? Udah satu minggu kamu nunggak," ujar bendahara kelasku.

Ku keluarkan sepeser uang sepuluh ribu. Karena hanya itu uang yang Aku bawa, Aku memohon agar di pinjamkan uang tiga ribu untuk ongkos pulang sekolah. Akhirnya aku diberikan uang tiga ribu.

Sepertinya Bila yang kasih tau Laras. Aku sempat meminjam uang sama Bila. Iya, Bila yang kasih tau. Karena setauku Bila sahabat karibnya Laras.

"Ian, Kamu cepet ya keluar kelas? Biasanya Kamu yang kejar Aku," Ucap Laras memegang tanganku.

Gadis ini cukup baik hati. Aku tak tega menyakitinya.

"Iya," jawabku singkat.

Terlihat ekspresi Laras yang sedikit jutek.

"Kamu itu baik, ya? Kenapa kamu mau sama Aku? Aku jahat, nakal, bandel, pemalas. Kata ayahmu juga," tanyaku pada Laras.

"Aku bete," Laras tak menghiraukan ucapanku.

Ku ajak Laras ke taman sekolah. Kami biasa sehabis pulang sekolah bermain ditaman. Menenangkan Laras bukan hal mudah bagiku. Butuh waktu lama.

****

Duka LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang