2

30 7 0
                                    

Banyak cerita anak sekolah yang kadang membuat kita berekspresi tinggi. Di dalam kisah cerita terkadang ada banyak kegaduhan dan penyelewengan. Tapi, bukan berarti merusak citra karakter. Kita lanjut ya ....

Aku pernah berfikir memiliki kekasih satu sekolah. Tapi, gadis-gadis yang ku dekati memilih menjauh. Mungkin mereka Ilfeel dengan kehadiran ku. Ya, meski aku sangat menyebalkan dan terkesan sederhana. Aku sadar, bertahta dihati mereka hanya membuatku menjadi parasit. Mengusik setiap masa-masa indah mereka.

Hari itu, Laras Melati gadis yang tak pernah satu kelas denganku. Dia gadis kelas sebelah. Kami satu angkatan. Umurnya denganku tak beda jauh. Hanya saja aku lebih tua darinya, kalau menurut bulan.

Gadis itu biasa saja menurutku. Rambut hitam, lurus, dan panjang. Seolah menarik perhatian ku. Tenang saja, hanya perhatian, bukan hatiku. Melihatnya sendiri di depan kelas membuatku heran. Tak biasanya ia sendiri, kemana teman-temannya? Apa dia sedang galau?

Sepertinya Laras sedang tak ingin berbicara. Dia terlihat merenung. Mungkin karena banyak masalah belakangan ini. Aku mencoba menyapanya. Namun ia tak mau berkata-kata. Hanya bahasa isyarat dipakai. Entah jengkel atau kesal. Ia terlihat dingin meninggalkanku.

"Hey ...," ku panggil Dia seakan tak mau memperdulikanku.

"Apa sih, ian? Jangan ganggu aku."

"Ya kamu kan sendirian, gak boleh cewek sendirian."

"Udah, masuk sana. Kamu di kasih tugas kan tadi."

"Tugas apa? Gak ada kok."

"Ada, tadi Rani minta temenin kasih tugas di kelas kamu."

"Oooo ... Ya udah."

"Kamu itu ya, bukannya di kerjain."

Aku hanya diam tersenyum mendengar omelan perempuan itu. Tak menghiraukan, tiba-tiba,

"Laras, diem." telunjuk ku menutup bibir manis Laras.

Laras Melati, wanita manis yang baru saja di putuskan sang pacar. Entah kebetulan atau di takdir kan.

Aku langsung menarik Laras masuk ke gudang dapur sekolah.

Tok ... Tok ... Tok ...

Terdengar suara sepatu mendekat di sela pintu dapur. Aku dan Laras mendekam di dalam. Sedikit mengintip dan mengendap-endap, Aku mengisyaratkan Laras untuk tetap tenang.

"Kamu diam dulu ya, bukan maksud aku apa-apa. Itu tadi Pak Karno. Bisa di hukum keluar jam pelajaran," Laras hanya mengangguk.

Aku dan Dia hanya diam membisu tak ada satu kata pun keluar dari mulut kami. Entah karena ada Pak Karno lewat atau karena memandangi satu sama lain. Kami memang sudah lama kenal satu sama lain. Tapi, disini aku merasa lebih dekat kepadanya.

🌿

Terhitung hari ke empat semenjak kejadian itu. Aku dan Laras bermain kucing-kucingan terus tanpa henti. Ya, dia terlihat mengagumkan.

"Auu ... Wey Laras jangan begok ... Sakit woy ...," teriakku yang tak hentinya di kejar Laras.

Ahh, capek rasanya naik turun tangga. Keliling sekolah. Seakan fisik ku di pertaruhkan oleh wanita itu. Laras memang jago bela diri. Satu minggu sekali selesai pulang sekolah ia ikut pelatihan bela diri. Dan yang ku dengar, ia sempat menjuarai beberapa olimpiade di kota. Kagum, ia, aku sangat kagum kepadanya.

"Wuhhh, panas banget," di dalam kelas, beberapa siswa termasuk Laras ikut Les tambahan sekolah.

Aku yang sedari tadi, bermain di lapangan basket membuat tubuhku berbau apek. Ku lepaskan baju olah ragaku. Dan ku ganti dengan baju kaos biasa. Dengan kaos hitam, aku tak sungkan mengenakannya meski tubuhku terasa gerah.

Duka LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang