7

12 4 2
                                    

Semakin banyak part semakin menegangkan. Udah cukup slow kemarin ya ... Ada yang baper? Makan gih. Pura-pura bahagia juga butuh tenaga wkwk ....

Tubuhku kuat, berdiri tegak hingga melompat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tubuhku kuat, berdiri tegak hingga melompat. Entah dimana keramaian itu. Aku seakan takut melihat dan mendekat. Ada sesosok lelaki yang digotong masuk ambulan. Baju kaos yang berlumuran darah berceceran di aspal.

Ada wanita dan laki-laki paruh baya menarik erat baju pria tersebut. Entah siapa, menangis sejadi-jadinya. Begitu pun laki-laki patuh baya itu. Mungkin dia anaknya atau keluarga terdekatnya.

Aku berjalan meninggalkan keramaian itu. Kepalaku nyeri, semakin larut semakin sakit. Ku duduk kan dibawah lampu jalan. Aku sendiri. Aku lupa siapa Aku.

🌿🌿🌿

"Hai, pak. Bapak mau kemana sudah malam?" tanyaku pada sosok laki-laki yang lewat di hadapanku.

Ia tak mendengar ku bicara. Apakah dia tuli? Tidak mungkin. Bapak itu seumuran orang yang membesarkan Ku dan tentu belum tuli.

Aku melanjutkan langkahku meski sakit dikapala Ku tahan. Memincang kaki Ku. Tak ada rasa. Entah karena telah lelah atau Aku mati rasa. Menyusuri jalan di setiap sudut kota. Tak ada beban dalam pikiran. Tak ada nama yang terlintas.

Aku ingin menemui Laras.

Sekejap aku memejamkan mata. Dan telah berada di kamar Laras. Aku bingung, ada apa dengan diri Ku. Laras tertidur pulas layaknya tuan putri. Wajah manisnya, indah, dan bercahaya membuatku semakin kagum.

Ku coba menyentuhnya.

Apa? Apa yang terjadi? Mana duniaku? Apa ini mimpi?

Tangan Laras tak dapat Ku raih. Wajahnya pun tak dapat ku sentuh.

Apa ini sebuah mimpi di dalam tidurku? Atau, Aku telah berganti alam?

Seribu pertanyaan melekat dibenakku. Mengapa aku begitu cepat berpindah tempat layaknya Teleportasi. Ku renungi hidupku. Sembari menemani Laras yang masih tertidur pulas.

Kringg ....

Terdengar dering dari sebuah ponsel. Laras pun terbangun. Waktu menunjukkan pukul 3 pagi.

"Halo ...."

Dupp ....

Ponsel Laras terjatuh. Ia berteriak kencang hingga membangunkan seisi rumah dan tetangga sebelah. Menangis sejadi-jadinya sembari memeluk mama Laras.

Aku pun bingung mengapa dunia aneh seperti ini. Ku ikut kemana Laras pergi. Dalam perjalanan Laras selalu menangis dan menyebut namaku.

"Suster, dimana saudara Brian yang baru saja kecelakaan dirawat?"

"Bapak lurus saja ada pertigaan belok kiri ruang instalasi."

Apa? Namaku? Aku?

Seketika kepala Ku sakit. Nyeri yang begitu hebat tak dapat Ku jelaskan. Ku tahan tertatih mengikuti langkah Laras.

Betapa Ku terenyuh melihat diriku terbujur kaku di ruang instalasi rumah sakit. Dokter dan perawat masih mengurusku. Tubuhku bisa menembus dinding. Dan Ku lihat tubuh yang kuat, tahan terhadap bantingan, dan begitu idealis. Sekarang hanya bisa meratap.

Aku tak paham ada apa dengan diriku. Yang jelas ini bukan mimpi. Tapi ini kenyataan pahit yang harus Aku terima. Jasadku terbujur kaku dan jiwaku masih bisa bebas pergi.

"Brian? Apa ini aku?"

Aku masih saja tak percaya akan kejadian ini. Terdapat pendarahan hebat di tulang kepala belakangku. Ku coba genggam tanganku. Namun, tak bisa hingga Ku berteriak pun seakan tiada guna.

Flash Back-

Laras menghampiriku di sudut ruangan. Kini kami bertatapan. Seakan begitu tajam matanya menatapku. Penuh dengan kehangatan. Ku genggam erat tangannya. Kala hujan mulai membasahi bumi.

"Jika aku tiada, Ku harap Kamu baik-baik saja."

"Apa yang Kamu bilang?"

"Aku, aku hanya berjaga-jaga jika sesuatu menimpa diriku."

"Sudah ... Aku tahu kamu laki-laki kuat."

Menghela nafas panjang. Mengusap rambut sebahu wanita manis yang kini mendekapku. Tak bisa ku pungkiri. Cinta ini amat dalam. Bagaimana, jika benar terjadi apa-apa padaku? Apakah Laras masih tetap bersamaku? Meski harapan demi harapan ku lontarkan?

🌿🌿🌿

"Pa, Ma ... Brian pamit pulang, ya?" ucapku sambil sujud mencium tangan kedua orang tua Laras.

"Hati-hati iyan."

"Iya, Pa."

Aku diantar Laras sampai depan gerbang rumahnya.

Cupp ....

Kecupan manis mendarat di pipi Laras. Nampak, wajahnya merah merona samar-samar. Dan di teras rumah, kedua pasangan itu tersenyum melihat kami.

Aku pun pergi perlahan meninggalkan rumah itu. Dimana aku ikut tinggal beberapa hari lalu.

***************

Cieee .... Udah gak sabar ya :D
Tunggu cerita selanjutnya ya ....
Pastinya makin seru dong ....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Duka LaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang