Tak Seperti Biasanya

3.6K 359 14
                                    


Seungkwan menatap Minghao dengan heran. Temannya ini, aneh sekali. Sudah 2 hari dia tak berangkat sekolah, tak bisa dihubungi dan tak ada kabar. Lalu saat berangkat ia hanya diam duduk di kelas. Benar-benar aneh. Ini bukan seperti Minghao yang biasanya. Minghao yang ceria dan Minghao yang aktif.

"Hao, kamu kenapa?" Tak ada jawaban. Yang Seungkwan dapatkan hanya embusan napas tak bersemangat dari Minghao. Menyerah, Seungkwan memilih diam, menunggu Minghao yang memulai percakapan.

Tapi nyatanya, hingga bel pulang sekolah berbunyi, tak ada sedikit pun suara yang keluar dari mulut Minghao. Seungkwan gemas, ia gemas ingin memukul Minghao yang beraninya membuat dia bingung.

"Hao, kamu kenapa sih? Kenapa diam aja dari tadi? Ada masalah? Terus kemarin kamu nggak berangkat kenapa?" tanya Seungkwan. Gadis itu sudah kesal, kesal karena seharian ini diacuhkan begitu saja.

"Aku lagi nggak mood buat ngobrol Kwan. Aku mau pulang." Seungkwan mengembuskan napasnya lirih. Mungkin Minghao memang butuh waktu.

Ia bergeser, memberi jalan untuk Minghao. Ini sedikit aneh baginya. Tumben sekali Minghao dijemput oleh papanya, memang ada apa dengan motornya.

*****

"Bagaimana sekolahmu?" Papa Minghao bertanya dengan riang. Sebenarnya hatinya masih sangat sakit. Sakit mengetahui anaknya diperkosa. Tapi ia tak bisa melakukan apapun. Melapor polisi pun susah. Minghao tak ingat jelas pelaku pemerkosaan itu.

Minghao tersenyum tipis, sangat tipis. "Biasa saja."

Papa Minghao mengembuskan napasnya pelan. Sungguh, hatinya sakit melihat apa yang terjadi pada anaknya saat ini.

"Hao, lupakan saja ya? Papa mohon." Minghao menatap papanya nanar. Bagaimana bisa? Adegan itu terekam jelas diingatannya. Semuanya, rasa sakitnya, rasa jijiknya, rasa takutnya.

"Papa nggak suka lihat kamu kayak gini. Ayo bangkit. Sebentar lagi kamu lulus. Kita lupakan yang terjadi belakangan ini." Mau tak mau, Minghao mengangguk. Mungkin ini yang terbaik untuknya. Melupakan hal gelap itu, menjalani hari seperti biasanya.

*****

Minghao kembali disibukkan dengan soal-soal latihan. Ia tidak lagi mengikuti bimbingan belajar. Tentu saja, ia trauma. Semuanya masih sangat jelas. Walaupun ia tak terlalu mengingat siapa orang-orang itu, Minghao masih sangat ingat dengan suara mereka yang tertawa puas, atau suara mereka yang mendesah puas.

Jijik sebenarnya. Minghao selalu jijik saat melihat tubuhnya dari pantulan cermin. Ia merasa kotor. Ia sudah tidak perawan lagi. Padahal ia tidak pernah berpacaran. Jangankan berpacaran, dekat dengan laki-laki pun tak pernah. Tapi kenapa takdirnya begitu kejam? Kenapa ia dipermainkan sekejam ini?

"Ah aku tidak bisa." Air mata Minghao kembali keluar dari matanya. Sungguh, rasa sesak masih mengusai dadanya. Ia tak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Yang jelas, hanya hal buruk yang ada di pikirannya sekarang.

Apa salah Minghao? Kenapa harus dia yang mengalami ini semua? Apa dia kuat menjalaninya?

"Hao sayang, kamu sudah tidur?" Itu mamanya. Minghao segera mengusap air matanya, berdiri dan beranjak menemui mamanya.

Mamanya berdiri di depan pintu dengan segelas susu coklat kesukaannya. Ia terbiasa meminum susu sebelum tidur.

Minghao tersenyum tipis, mengambil alih segelas susu dari tangan mamanya. Meminumnya hingga habis. "Ini ma."

"Bagus. Belajar yang rajin ya, mama ke bawah dulu." Minghao mengangguk, lalu mematap sang ibu yang menuruni tangga menuju lantai dasar.

Perasaan bersalah memenuhi hatinya. Ia bukan anak yang baik lagi sekarang. Ia membuat kedua orang tuanya kecewa.

*****

Hari-hari berlalu begitu saja. Tak ada yang berubah. Semuanya masih tetap sama. Hanya saja, Minghao mulai mengikhlaskan segala yang menimpa dirinya. Mungkin saja ini cobaan baginya, agar ia bisa menjadi orang yang lebih kuat di masa depan nanti.

Ia mulai lupa dengan apapun, ia sibuk dengan latihan-latihan soal juga ujian. Semuanya berjalan dengan lancar. Nilai ujian praktiknya memuaskan. Ia sangat senang.

Sekarang yang ada di pikirannya hanya ujian sekolah dan ujian nasional. Murid hanya diberi waktu 2 minggu untuk beristirahat. Setelahnya rentetan ujian itu harus mereka hadapi.

Minghao semakin sibuk dengan kegiatan belajarnya, begitu pula dengan Seungkwan. Gadis cerewet itu mulai mengurangi waktu bermainnya. Bahkan ia bilang, ia sudah jarang berkencan dengan Hansol kekasihnya.

Omong-omong, Seungkwan tidak tahu sedikit pun masalah pemerkosaan itu. Minghao enggan untuk bercerita, lalu Seungkwan pun tak memaksa Minghao untuk bercerita. Ia mengerti, Minghao butuh waktu.

Beruntung, Minghao memiliki keluarga juga sahabat yang baik. Mereka selalu mendukung Minghao. Menyemangati Minghao dan selalu di samping Minghao.

Ini memang berat, tapi Minghao yakin. Ia bisa melewati ini semua. Pasti ada hal indah yang menunggu di sana, di masa depan. Ia yakin itu.

Tbc...

Pendek-pendek aja lah ya

Hug (JunHao GS) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang