5 tahun sudah berlalu. Semua rasa sakit itu perlahan hilang dimakan waktu. Rasa kehilangan itu mulai hilang diisi oleh harapan.
Minghao sudah menyelesaikan kuliahnya. Ia sekarang membantu mama Wen mengurus cabang butiknya. Sementara Junhui sekarang bekerja bersama babanya dan ia sudah memiliki studio sendiri yang diurus oleh temannya.
Selama 5 tahun itu, Junhui dan Minghao setia menunggu. Menunggu buah hati mereka di rahim Minghao. Hampir setiap hari keduanya berusaha dan berdoa agar segera diberi momongan. Mereka masih cukup muda memang, mengingat keduanya menikah di usia dini. Namun, rasa siap untuk memiliki anak itu sudah ada di dalam diri keduanya.
Minghao keluar kamar mandi dengan ekspresi sedih. Ia menghampiri sang suami yang berbaring di kasur dengan ponsel di hadapannya.
"Kakak~" rengek Minghao. Ia segera memeluk sang suami membuat Junhui kalah dalam gamenya.
"Kenapa, hmm? Lihat nih, kakak jadi kalah." Junhui menunjukkan ponselnya, bermaksud memperlihatkan kepada Minghao mengenai kekalahannya.
"Negatif." gumam Minghao tepat di telingan Junhui. Junhui hanya tersenyum tipis sebagai respons.
"Nggak apa-apa, mungkin emang belum waktunya." ujarnya menenangkan. Tangannya mengusap lembut punggung dan rambut istrinya.
Minghao membenarkan posisinya. Ia duduk di pangkuan Junhui dan memeluk Junhui seperti koala. "Tapi ini udah lima tahun."
"Bahkan ada yang harus nunggu sampai puluhan tahun sayang."
"Kok kakak ngomong gitu sih? Kakak doain Hao nggak bisa punya anak hah? Kakak nggak mau punya anak dari Hao?" Minghao memukul dada Junhui pelan. Ia segera menyingkir dari pangkuan sang suami dan memilih bersembunyi di balik selimut.
Junhui terkekeh pelan. Ia meletakkan ponselnya di nakas, setelah sebelumnya mematikan daya ponselnya. Ia memeluk sang istri dari belakang dan membisikkan sesuatu.
"Karna masih negatif juga, gimana kalo kita usaha lagi? Kakak siap walaupun sampai pagi." bisiknya.
Di balik selimut, Minghao mengulum bibirnya menahan senyuman. Ia harus tegas. Ia kan masih marah kepada suaminya itu.
Jadi Minghao hanya diam, mengabaikan Junhui yang sekarang mulai bertindak lebih.
Junhui menyingkap selimut yang menutupi Minghao hingga sebatas leher. Lalu bibirnya mulai mengecupi seluruh leher hingga membuat Minghao merasa geli.
Ah sudah, ayo kita skip adegan ini :)
*****
Waktu itu, 5 tahun yang lalu. Setelah tahu bahwa bayi dalam kandungannya meninggal, Minghao menangis seharian. Ia menangis sembari mengusap pelan perut buncitnya.
Mama Wen dan mama Xu yang menemani Minghao tentu merasa kasian. Minghao tidak mau makan, Minghao dilanda rasa bersalah. Ia menyalahkan dirinya sendiri atas meninggalnya sang bayi.
Semakin hari kondisi tubuh Minghao semakin memburuk. Karena itu dokter Hong meminta ijin untuk melakukan operasi caecar. Semua keluarga setuju, papa dan mama Xu, baba dan mama Wen, dan dengan sedikit rasa tak rela, Junhui pun menyetujuinya.
Namun, tidak pada Minghao. Dia menolak dengan keras operasi caesar itu.
"Nggak mau, Hao nggak mau. Biarin aja, biarin anak Hao di perut Hao selamanya. Hao nggak mau tahu. Jangan pisahin Hao sama anak Hao." katanya sembari melindungi perut buncitnya, seakan tak membiarkan siapapun menyentuhnya.
Tapi itu semua tidak berlangsung lama. Setelah mama Xu berbicara empat mata dengan Minghao, Minghao terlihat lebih ikhlas dengan semua yang terjadi. Ia tak menolak saat perawat membawanya ke ruang operasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hug (JunHao GS) ✔
FanfictionMinghao harus rela kehilangan masa depannya dalam semalam. Kejadian pada malam 'itu' mengundang beberapa masalah lainnya, hingga tiba-tiba Junhui datang menawarkan sebuah bantuan dengan alasan CINTA. JunHao GS Xu Minghao GS