ROOMATES

Mampus.

"Dimana kamarku?"

Akhirnya Wonpil masuk. Dengan wajah yang benar - benar masam.

"Tck, tenang apa nya." Ujarnya dalam hati.

"Ruang tamu."

Wonpil menaikkan sudut bibirnya,
"Ayolah beri tahu aku. Aku sudah lelah."

"Disamping kamar mandi."

"Kamsahamnida."

Wonpil berujar singkat seperti itu sebelum berlalu dari ruang tamu dimana lelaki itu sudah duduk manis sambil menyuapkan snack ke dalam mulutnya.

Dia masuk kedalam kamar barunya. Menutup pintunya dengan kencang.
Lelaki itu hanya mengedikkan bahunya singkat. Tidak perduli.

.
.
.

"Ne, Eomma. Aku baik - baik saja kok. Ini sudah di apartemen."

"..."

"Hyundai Apartemen, Eomma."

"..."

"E - Eum. Bisa kok kalau mau berkunjung."

"..."

"Sudah Eomma, aku sudah makan. Bagaimana dengan Eomma?"

"..."

"Ne Eomma. Aku pasti akan jaga diri. Eomma juga. Eomma lebih baik tidur. Ini 'kan sudah malam"

"..."

"Ne Eomma. Jaljayo. Saranghaeyo~"--PIP!

Wonpil menghela nafasnya lelah. Dia membiarkan ponselnya tergeletak disampingnya, lalu matanya mengedar untuk sekedar meneliti kamar yang akan menjadi tempat untuk dia beristirahat selama beberapa waktu.

Kamar ini tidak terlalu kecil. Cukup untuk Wonpil tidur dengan nyenyak, sebenarnya. Catnya bewarna krem, dan tempat tidurnya juga sangat nyaman.

Wonpil mengesah lega, setidaknya kamarnya tidak terlalu buruk.

From : Dowoonie Yoon
Kirim alamat barumu, Pil - ah

Wonpil berdecak usai membaca pesan yang baru saja masuk ke dalam ponselnya. "Wah, dia semakin berani memanggilku tanpa menggunakan kata 'noona'"

To : Dowoonie Yoon
Apartemen Hyundai. Yak! Sopanlah sedikit pada noona mu, maknae - ya.

Selesai mengirim pesan, ia mematikan ponselnya. Lalu segera mencharge nya di samping nakas tempat tidurnya.

Dia merebahkan badannya. Tanpa memikirkan bahwa setidaknya ia harus mencuci kakinya sebelum tidur.

Ia hanya ingin tidur. Pergi dari rumah ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Kepalanya selalu berpikir akan apa yang berada di dalam rumahnya.

Juga kejadian - kejadian yang membuatnya seperti ini.
Wonpil ingin membenci ayahnya. Namun ia pun juga tak bisa.

.
.
.