#Story: Pillow Talk

1.1K 159 126
                                    

Awalnya Rian menolak keras tidur bersama Fajar di kamarnya, tetapi seperti yang diketahuinya, Fajar sangat keras kepala dan begitu pemaksa. Berakhirlah Rian berbaring di atas kasur berukuran besar itu dan berada dalam rengkuhan hangat Fajar.

"Aku tidak akan macam-macam, Love. Aku sudah bisa menahan nafsuku. Tenang saja," kata Fajar sebelum Rian mendesah pasrah dan menyanggupi permintaan tunangannya itu.

Rian rasanya hampir tidak memercayai, bahwa statusnya sekarang bukan hanya sebagai asisten Fajar saja tetapi sudah menjadi tunangan pria itu. Yang mungkin saja, dalam beberapa waktu ke depan mereka akan menikah dan Fajar benar-benar menjadi miliknya. Ia akan punya keluarga kecil yang sesungguhnya. Memikirkannya saja membuat pipi Rian merona.

Kecupan di kening dan rengkuhan yang semakin erat membuat pikiran Rian kembali. Pipinya semakin merona melihat dada bidang yang walaupun terhalang piyama itu tepat berada di depan matanya. Dalam mimpi terliar pun, Rian tidak pernah membayangkan akan berada dalam rengkuhan hangat Fajar di atas kasurnya ini.

Rian malu sekali. Namun dia harus bisa mengendalikan dirinya. Ia menggigit bibir bawahnya lalu mendongak, menatap wajah tampan Fajar dari bawah yang balik menatapnya dengan lembut.

Aduh, bisa meleleh aku T.T

"Kayanya Mas ga peduli sama social distance, ya."

Fajar tertawa pelan. Ia kembali mengecup kening Rian dan mengusap rambut hitamnya. "Emang kita beberapa hari ini ada keluar? Enggak 'kan? Aman dong kalau gitu, Love."

Rian mencibir. "Kok panggil aku Love? Geli banget dengernya, tauk, Mas."

"Gak papa, pengen aja. Panggilan sayang dari aku khusus buat kamu itu."

"Dulu sama mantan istri juga gitu, Mas?"

"Apanya?"

"Itu, panggil Love."

Fajar mencubit pipi berisi Rian dengan gemas. "Udah masa lalu itu, gak penting lagi."

Rian membuat putaran kecil di dada bidang Fajar. Bibirnya mengeluarkan gumaman pelan. "Mas?" panggilnya yang dibalas dengan gumaman.

"Aku boleh tanya yang serius?"

Fajar tersenyum hangat. Ia mengelus dahi Rian yang mengernyit. "Boleh. Mau tanya apa pun juga boleh, gak usah minta ijin gitu."

"Hm, dulu kenapa Mas gak pake kondom?"

Fajar tertawa lepas. Ia kira Rian akan bertanya soal apa, tidak menyangka yang keluar ternyata pertanyaan selugu itu. Tunangannya ini kenapa polos sekali?

Fajar mencubit hidung Rian yang mancung. "Mana aku tau akan melakukan itu, Rian. Itu kan tidak direncanakan. Tapi, kalau pake kondom gak mungkin ada Fariq, kan?"

"Iya juga sih."

"Kalau mau nanya lagi yang bermutu, ya, Love."

Rian menepuk pelan dada Fajar. "Kan aku cuma penasaran, Mas." Rian memberengut. "Tapi, Mas tau sekarang di mana Ibu kandung Fariq?"

Fajar mengangguk. "Serius, Mas?" Fajar kembali menganggukkan kepalanya.

"Di mana?"

"Di sini. Di Jakarta. Itulah kenapa butuh waktu yang lama buat kami kembali ke sini. Aku tidak ingin kembali bertemu dengan perempuan itu. Aku terlalu takut, jika suatu saat nanti ia akan merebut Fariq dariku. Aku tidak bisa hidup tanpa Fariq, Love."

Rian jadi sedih mendengar perkataan Fajar yang sendu itu. Ia meraih pipi Fajar lalu mengelusnya lembut. Tidak lupa memberikan senyuman manisnya. "Fariq akan selalu bersama Ayahnya, kok. Fariq 'kan sayang banget sama kamu, Mas."

You've Got Mail! [F/R]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang