Pagi itu, Rian terbangun terlebih dahulu. Tubuhnya lagi-lagi terasa berat. Bisa dipastikan, pasti kaki yang sedang bertengger di pahanya itu adalah milik Fajar. Pria itu memeluk dirinya dari belakang. Biasanya sih, ia yang berada dalam pelukan Fajar, tetapi karena semalam Fariq merengek ingin tidur bersama jadilah Fariq yang memeluk perutnya ini.
Tangan Rian mengelus lembut pipi gembul Fariq lalu menyingkap poninya yang berantakan. Ia mengecup keningnya. Kemudian ditepuk pelan pipi gembul tersebut sambil berbisik di telinganya.
"Fariq ... sayang, bangun yuk. Katanya mau buat kejutan buat Ayah?"
Tidak susah memang membangunkan Fariq. Karena dengan begitu saja kedua kelopak mata itu mengerjap. Tubuh kecilnya menggeliat lalu mulutnya menguap dengan lebar. Rian terkekeh lalu menutup mulut Fariq dengan tangan kirinya.
Tubuh kecil Fariq mendusel ke dada Rian dengan wajah yang mendongak. "Ayah masih tidur 'kan, Om?"
"Hm, ini masih tidur di belakang, sayang."
Fariq tertawa pelan. Tubuhnya menggeliat lagi lalu beranjak duduk. Matanya memperhatikan Ayahnya yang masih tertidur dengan pulas itu sambil memeluk tubuh Rian.
"Aia ambil crayon dulu ya, Om. Jangan sampai Ayah bangun dulu," katanya dengan berbisik.
"Iya, sayang."
Tubuh kecil Fariq lalu turun dari ranjang dan berjalan perlahan membuka pintu. Rian hanya mengulum senyum melihat tingkah menggemaskan calon anaknya itu.
Kemudian, dengan berusaha keras Rian berbalik. Fajar sedikit terusik karena merasa kehilangan guling hidupnya. Ia bergumam pelan di tengah tidurnya. Lalu secara naluriah tubuhnya mendekat dan hidungnya menggesek dada Rian. Membuat Rian menggigit bibirnya karena merasa geli.
Tangan kanan Rian terangkat. Ia mengusap rambut di belakang kepala Fajar dengan sayang. Bibirnya mendekat untuk mengecup ujung kepala Fajar lalu berbisik lirih di sana. "Selamat bertambah umur, ya, Mas. Semoga bisa menjadi imam yang baik untukku. Juga bisa menjadi Ayah terbaik buat Fariq. Love you, Mas Fajar."
Suara pintu terbuka membuat Rian melirik dari ujung matanya. Fariq di sana, membawa sekotak krayon di tangan mungilnya sambil berjalan dengan berjinjit. Sekuat tenaga Rian mengulum tawanya.
Tubuh kecil Fariq lalu naik ke atas ranjang berukuran besar itu. Ia terduduk di samping tubuh Ayahnya. Keningnya berkerut tidak suka.
"Ayah kok dusel-dusel di dada Om? Ayah 'kan sudah besar harusnya Aiq yang boleh dusel gitu," protesnya sambil mengerucutkan bibirnya. Rian yang mendengarnya hanya meringis salah tingkah. Dengan terpaksa, akhirnya Rian mendorong tubuh Fajar agar tidak terlalu dekat dengan tubuhnya itu.
Fariq langsung tertawa pelan begitu melihat raut wajah Ayahnya yang masih tertidur pulas itu. "Om, ayo kita menggambar!" serunya sambil membuka kotak krayon.
Rian bangkit duduk. Ia melirik sekilas ke arah jam dinding. Lima belas menit lagi adzan shubuh. Biasanya Fajar suka terbangun begitu mendengar suara adzan. Jadi, rencana mereka adalah menggambar wajah Fajar dengan krayon selama pria tersebut masih tertidur dan begitu terbangun mereka akan berteriak mengucapkan selamat ulang tahun.
Itu adalah ide jail dari otak kecil Fariq. Semalam Fariq berbisik padanya sambil tertawa jahat. Katanya, ia ingin sekali-kali menjaili Ayahnya. Dan karena ada Rian yang selama beberapa hari ini tinggal bersama mereka, Fariq jadi merasa punya dukungan.
Rian hanya tertawa geli mendengarnya tetapi menyanggupi permintaan konyol dari calon anaknya kelak itu. Kapan lagi 'kan bisa menjaili atasannya sendiri? Ini kesempatan emas.
KAMU SEDANG MEMBACA
You've Got Mail! [F/R]
Short StoryHi Love, Please check your mail! Kiss and Hug, Your Love. #1 in Rian | 7 Maret '20 #1 in Fajar | 7 Maret '20 #1 in Fajri | 27 Maret '20 #2 in Fajri | 7 Maret '20 #1 in Kapallokal | 9 April '20 You've Got Mail! © 2020 by Matchacaa