"Have I told you, Love? About ... my family?"
Rian bergumam pelan. "Sedikit? Waktu kamu cerita soal masa lalu kamu itu."Fajar tampak berpikir keras. Tangannya saling meremat di atas meja. Rian yang melihat kekalutan di bola mata tunangannya itu pun meraih tangan Fajar. "Ada apa, Mas?" tanyanya.
"Sebenarnya ... aku ada rencana mau ke Bandung. Mau ke rumah orang tua, tapi ... aku sedikit ragu."
"Karena udah lama gak ke sana setelah sekian lama? Dan ke sana cuma karena aku?"
Kali ini Fajar menggenggam balik tangan Rian. Di usapnya kedua tangan itu dengan halus. "Itu bukan cuma karena kamu, tapi ini penting untuk hidupku, Love. Kamu tahu, aku sangat serius dengan kamu, kan?"
Rian menganggukkan kepalanya.
"Aku cuma takut ... mereka masih tidak menerimaku." Fajar pun akhirnya mengeluarkan kekalutannya. "Aku tahu maksud Ibu baik, dia ingin kita direstui juga oleh orang tuaku. Tidak seperti pernikahanku yang dulu. Mungkin karena itu juga jadi tidak berjalan lancar. Dan aku tidak ingin berlaku sama dengan kamu, Love."
Bibir bawah Rian gigit. Entah kenapa ia ikut merasa gugup. Tiba-tiba saja pikiran buruk masuk ke kepalanya. Bagaimana jika orang tua Fajar tidak bisa menerima dirinya dan tidak dapat membantu Fajar untuk meminangnya? Bagaimana jika Ibunya masih bersikeras untuk menahan restunya?
Rian tidak ingin itu terjadi.
"Maaf ... karena keadaanku yang seperti ini," ujar Fajar lirih.
Kepala Rian digelengkan berkali-kali. "Jangan bilang gitu. Aku memilih Mas karena itu Mas Fajar. Aku gak mau yang lain," kata Rian menyakinkan Fajar yang tampak bukan seperti dirinya. Fajar yang Rian kenal itu selalu percaya diri. Pada apa pun.
Fajar menghela napas lelah. Pandangannya melayang jauh entah ke mana. "Sebenarnya orang tuaku baik. Mereka bukan tipe orang tua yang keras pada anaknya. Bukan juga yang mengharuskan anaknya mengikuti kemauan mereka. Mereka selalu membebaskan pilihan bagi anaknya asalkan itu baik. Mungkin, dulu aku terlalu mengecewakan mereka sampai mereka mengusirku. Dan ... kalau aku tiba-tiba ke sana, aku sangat malu, Love."
"Mas ... mau aku temani?" tawar Rian. Dalam hatinya, ia juga sedikit takut. Namun, bukankah lebih baik melewati bersama daripada sendirian? Mereka bisa saling menguatkan.
Rian tidak tega melihat Fajar menanggung semuanya. Pasti ada banyak beban di pundaknya. Pikirannya juga pasti penuh dengan rencana ini itu. Rian hanya ingin membantu Fajar dan meringankan bebannya. Ia tidak akan setega itu pada orang yang dicintainya.
Sayangnya, Fajar menolak tawaran Rian. "Kamu di sini aja, temani Ibu. Biar aku ke sana sama Fariq."
"Tapi--"
"Gak papa, Love."
Rian mengembuskan napas panjang. Netranya menatap lekat mata Fajar. Baru ingin membuka mulut lagi, mata Rian terlebih dahulu melirik pada Fariq dan Hanan yang digandeng oleh orang lain yang asing baginya.
Terlebih lagi, Rian terkejut bukan main ketika perempuan berjilbab hitam berkata lirih memanggil Fajar dengan panggilan yang aneh baginya. Dan juga ekspresi perempuan itu yang terlihat campur aduk antara sedih, terharu, lega dan senang. Ketika Fajar menoleh pada perempuan itu, Rian semakin terkejut ketika perempuan berjilbab itu dengan berani mengambil langkah maju dan memeluk tubuh Fajar yang terpaku dalam duduknya.
Perempuan berjilbab itu mendekap kepala Fajar di perutnya. Tangannya mengelus rambut Fajar dengan halus. Ada isakan yang keluar dari mulutnya. Air mata berjatuhan satu-satu.
Rian bingung, tetapi rasa tidak terima melihat lelakinya dipeluk oleh orang lain merajai hatinya. Ia berdiri lalu dengan gesit meraih lengan perempuan itu, melepaskan dekapannya pada Fajar dengan paksa. Tangan Rian sudah melayang ingin mendaratkan pada pipi perempuan yang sudah lancang itu.
Namun, Fajar yang mengetahui gelagat tunangannya itu dengan cepat berdiri dan menghalangi tubuh perempuan berjilbab dari Rian. Alhasil, tamparan itu mendarat di pipi Fajar dengan keras hingga membuat Fajar menoleh ke kanan.
Bola mata Rian membulat saking tak percayanya ia sudah menampar Fajar. Ada suara terkesiap dari perempuan itu, ia terkejut melihat tindakan seseorang yang sudah menampar adiknya. Sedangkan kedua anak kecil yang menonton semuanya, melotot tak percaya dengan mulut yang terbuka lebar. Bahkan Fariq dan Hanan tidak mampu bersuara.
Ada hening yang mencekam selama beberapa sekon, sebelum Fajar bergerak memeluk tubuh Rian yang terpaku. Ia mengusap punggung Rian dengan lembut seraya berbisik di telinga Rian. "It's okay, aku gak papa, Love. Maaf ... itu Teh Susan, kakakku."
•
•
•Maaf yo pendek, gpp lah nanti malam aku dabel kok. Makasih udah baca 💜
Salam,
Istrinya FA setelah MRA 💋
[220520]
KAMU SEDANG MEMBACA
You've Got Mail! [F/R]
Short StoryHi Love, Please check your mail! Kiss and Hug, Your Love. #1 in Rian | 7 Maret '20 #1 in Fajar | 7 Maret '20 #1 in Fajri | 27 Maret '20 #2 in Fajri | 7 Maret '20 #1 in Kapallokal | 9 April '20 You've Got Mail! © 2020 by Matchacaa