"I dreamed of you every night. It felt so real. And when I'd wake up the next morning, it was like your disappearance was fresh. Like you'd left me all over again."
──Brodi Ashton.
*kukasih ilustrasi Jihan hwehehehe. kebetulan belum lama nggambar ini, sekalian lagi belajar bikin pemandangan.
happy reading!!
= Enam Hari =
Jihan menatap kosong udara di sekitarnya. Sepetinya memang benar, Lino memang sudah pergi.
Sejak kejadian dirinya pingsan, Lino tidak ada kabar. Laki-laki itu tidak membalas pesan Jihan.
Padahal, hari ini Jihan sudah membolos dari sekolah hanya untuk pergi ke tempat Lino dan dirinya melihat sunset.
Tapi tidak ada Lino di sana.
Oh bahkan, Jihan tidak tahu di mana rumah Lino.
Jihan baru ingat satu hal. Lino tidak pernah memberi tahu Jihan alamat rumahnya. Lino bahkan tidak memberi tahu latar belakang keluarganya.
Jihan tidak pernah tahu keluarga Lino.
Kisahnya dan Lino berakhir hanya dalam enam hari.
Kenapa Lino tidak memberi tahunya secara langsung kalau dia akan pergi? Kenapa harus lewat mimpi?
"Jahat..."
Jihan membaca pesan-pesan yang ia kirimkan untuk Lino. Walaupun sepertinya Lino tidak akan membalasnya.
"Jihan, ada yang mau ketemu tuh."
Jihan mendongak. Matanya berbinar.
Apakah itu Lino?
Jihan beranjak meninggalkan ponsel dan kamarnya. Dia berlarian menuruni anak tangga dengan semangat.
"Lino aku──" ucapan Jihan menggantung ketika melihat orang yang ingin bertemu dengannya. Bukan Lino melainkan sosok lain dengan rambut pirangnya dan freckles di wajahnya.
Sosok itu tersenyum ke arah Jihan.
"K-kamu siapa..."
"Oh, kenalin namaku Gerlix Wertiyan." ujar laki-laki itu.
Jihan hanya menghela napas lalu mengalihkan pandangannya.
"Kamu... nggak kenal sama nama belakangku?" tanya laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enam Hari
Romance[✓| end | bahasa ] ❝Andai kita bisa bertemu lebih awal, mungkin saat ini aku masih bisa melihat wajahmu❞ © 2020, Khatulistivva