2. Gelandangan ini memang pamanku

164 20 4
                                    

Steve mendatangi kantor polisi, melakukan pengaduan terkait penculikan Lila. Pihak kepolisian mulai menyisir daerah sekitar, mencari mobil Sedan hitam.

"Pria badan besar, pakaian serba hitam dan pakai masker, juga sarung tangan. Suara langkahnya agak berat, badannya agak atletis seperti bodyguard, usianya mungkin di atas dua puluhan tahun. Dari jenis mobil mewah yang dia pakai, ada kemungkinan orang-orang yang terkait bisnis ayah saya. Jadi coba periksa dari klien-klien ayah saya."

Dua polisi saling pandang ketika mendengar cerita Steve, gaya pemuda di depan mereka sudah seperti seorang profiler.

"Saudara tidak melihat nomor kendaraan pemilik mobil?" tanya salah seorang polisi.

Steve menggeleng, tangannya meremas lutut, terlihat jelas tatapan khawatirnya. Setelah menenggak segelas air yang disodorkan polisi, Steve dikejutkan dengan gebrakan di pintu. Terlihat seorang polisi muda usia sekitar 25-an tahun masuk tergesa ke ruangan itu.

"Steve?"

"Bang Smith..." Steve langsung berdiri, memeluk pria yang barusan masuk. "Aku nggak bisa jagain Lilo, Bang," keluhnya.

Polisi dengan nama Smith Wirya Wellington itu menepuk-nepuk punggung adiknya. "Tenang, serahkan semua sama polisi. Sudah memberi laporan sedetailnya?"

Steve mengangguk. Dia lantas melepas pelukan dengan Smith.

"Sekarang pulang, mandi, dan makan. Tunggu kabar dariku."

Steve kembali mengangguk. Wajah tampannya tidak cocok dengan ekspresi cemberut, tapi dia bukan ahlinya menyembunyikan duka.

Setelah perjalanan yang dirasa panjang menuju rumah, Steve pun tiba di kediamannya yang bagai istana. Bangunan dua lantai bernuansa perak-putih itu tampak sesuai dengan warna biru tua pagarnya. Steve menapaki pavin block sepanjang menuju pintu rumah berplitur cokelat. Wangi bunga-bunga di taman sepanjang jalan tak bisa menenangkan kegelisahan di dalam dadanya.

"Steve pulang," ujarnya dengan lesu ketika membuka pintu rumah yang tak terkunci.

"Steve!" Seorang wanita usia 30-an tahun muncul dari lantai atas rumah, langsung memegang kedua bahu Steve. "Apa benar Lila diculik?"

Steve mengangguk lesu.

Wanita bernama lengkap Sharia Wellington ini akan mengajukan pertanyaan lagi tapi seorang pria menepuk bahunya pelan dari belakang.

"Sayang, biarkan adikmu menenangkan diri dulu. Tadi Smith sudah bilang, kan secara rinci?"

Sharia hanya melepas bahu adiknya, lalu membiarkan pemuda yang lesu itu berjalan ke kamarnya di dekat tangga.

"Sayang, bukannya kamu mau ke rumah sakit?" tanya Luthfi, suami Sharia.

Sharia mengangguk, menghela napas ketika memutus kontak mata dengan kamar Steve. "Ada pasien darurat yang harus segera kutangani."

Luthfi tersenyum simpul, merapikan kerah kemeja istrinya, lalu mengusap rambut panjang itu dengan penuh sayang. "Jangan terlalu lelah, oke?" Dia mengecup kening Sharia, tersenyum sangat manis. Katanya, senuum itu bisa membuat gletser mencair.

Sharia balas tersenyum. "Jaga Naura di rumah, ya, Sayang."

"Jangan cemas."

Sharia sudah membuka pintu, tapi dia menoleh lagi ke Luthfi. "Apakah besok kamu akan mendatangi kantor cabang di luar kota?"

Luthfi mengangguk. "Begitulah. Aku akan memimpin cabang pusat, makanya harus mendapat kepercayan dari ayahmu."

Sharia tertawa pelan. "Apakah ayah membuatmu sulit?"

Pink Peonies [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang