3. Aku Ares

152 22 2
                                    

"Kamu nguping pembicaraan kami tadi?" tanya Steve yang mulai khawatir orang ini menyebarkan rumor tentang pendengarannya.

Ares hanya melirik sekilas ke iris biru jernih Steve, lalu menatap tangannya yang dicekal.

"Ah, maaf " Steve segera melepas cekalannya. "Karena kamu udah dengar, kamu harus membantuku."

Ada kernyitan samar di antara dua alis Ares setelah kalimat super aneh Steve meluncur.

"Aku nggak gila. Aku memang dengar suara itu."

Ares menatapnya dengan tatapan yang mengatakan 'aku tidak peduli', sayangnya Steve tetap keras kepala.

"Kamu lihat sendiri tadi, kan, abangku aja nggak percaya sama aku."

'Apalagi aku, yang jelas orang asing bagimu', jawab Ares dalam hati.

"Jadi kamu harus membantuku."

'Nggak guna,' pikir Ares, berniat pergi, malah ditarik Steve ke mobil BMW biru gelap.

Ares sungguh tidak peduli dengan masalah orang ini. Dia juga sudah membantu dengan memberikan nomor kendaraan mobil itu, jadi dia pikir tugasnya sudah selesai, tapi orang aneh ini tidak mau melepasnya.

"Ayo, ikut aku, cari tempat kayak yang aku bilang." Steve bahkan dengan berani menarik pemuda yang lebih tinggi dua senti darinya itu.

Ares awalnya ingin menolak, tapi tiba-tiba dia ingat menggeletakkan pamannya asal saja tadi di bangku restoran kecil depan kantor polisi. Dia lantas meraih notebook kecil di leher dan menuliskan 'akan aku bantu kalau kamu bantu aku lebih dulu bawa pamanku ke rumah'.

Steve tidak punya pilihan selain membantu karena dia khawatir Ares akan membocorkan rahasianya kepada orang lain. Dia tidak mau dianggap gila! Setidaknya, amankan dulu lelaki ini, lalu hubungi Riani dan Farel untuk membantu.

"Oke. Aku bantu."

🌺🌺🌺

Steve melihat pria dengan jambang, kumis dan rambut berantakan sedang tertidur di bangku panjang depan restoran. Seluruh badan pria ini bau, dan tercium aroma alkohol pula dari mulutnya. Tapi yang mengejutkan, pria ini mengenakan seragam polisi dan tertera nama 'Andika Aditya' di atas saku baju cokelat itu.

"Apa dia benar-benar polisi?" tanya Steve ketika membantu memapah Andika ke mobilnya.

Ares hanya mengangguk, fokus membawa pamannya ke kursi belakang mobil.

"Polisi mabuk yang mirip gelandangan ini beneran pamanmu?"

'Sialnya, gelandangan ini memang pamanku," jawab Ares dalam hati.

Steve menghela napas ketika kembali ke balik kemudi dan akan mengendarai mobil sesuai alamat yang diberikan Ares. Sebelum menyetir, dia menghubungi nomor Riani dan meletakkan ponsel yang sudah dalam mode loud speaker di dashboard.

"Ya, Steve?"

"Ri, aku butuh bantuanmu. Tolong hubungi Farel, dan bilang..." Steve lantas menjelaskan semuanya dengan detail kepada Riani.

"Oke. Aku sama Farel akan bergerak duluan cari lokasi sesuai pendengaranmu."

"Thanks, Ri. Aku bakal nyusul setelah nganter paman anak ini."

"Jangan nyusul, kita berpencar aja biar lebih cepat ketemu. Ingat, Steve, aku udah berulang kali bilang, jangan pernah ceritakan pendengaranmu sama orang lain selain aku dan Farel."

Steve mengangguk, samar-samar dia mendengar Riani bergerak membuka lemari di seberang telepon. Dia tebak gadis itu sedang berganti baju.

"Oke, Ri. Makasih."

Pink Peonies [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang