열한

1.7K 98 6
                                    

Halooo semuaaa
Huah udah lama banget ya kita gak update
Sampe harus ngulang baca dari awal hehe

Oke deh, langsung aja yaa

Semoga kalian suka 😙

*

**
Semenjak pengakuan cinta dari Mark beberapa hari yang lalu, Jaemin menjadi lebih canggung jika harus berada di dekat Mark. Entahlah, apa yang sebenarnya namja manis itu rasakan.

Saat ini keduanya tengah berada di kantin sekolah. Saling bercanda seperti ketika awal mereka berdekatan dulu.

"Kau masih saja seperti anak kecil ya, Na?" tanya Mark seraya menatap lekat kearah manik kelam Jaemin.

"Maksud kakak apa?"

Tanpa membalas pertanyaan Jaemin, Mark dengan sigap mengusap ujung bibir Jaemin dengan lembut. "Kau selalu saja belepotan kalau makan."

"Hehe."

"Mesra sekali kalian ini. Ingat, kalian masih di sekolah!" Jeno memperingati diikuti Renjun yang berada dibelakangnya.

"Injun-ah!" sapa Jaemin begitu ceria.

"Hai, Na!"

Selanjutnya, mereka berempat menghabiskan waktu istirahat dengan berbincang-bincang mengenai banyak hal.

Hingga tak sadar bahwa waktu berlalu dengan begitu cepat. Senja sudah mulai menampakkan wajahnya.

Mark segera mengantarkan Jaemin untuk pulang. Begitupun dengan Jeno, ia juga mengantarkan si mungil Renjun untuk pulang.

Disepanjang perjalanan, Jaemin terus saja mengoceh tentang apa saja yang ia lakukan seharian ini dengan antusias. Mark sebagai pendengar hanya bisa terkekeh dengan tingkah Jaemin yang baginya sungguh lucu dan menggemaskan.

"Nah, kita sudah sampai," seru Mark.

"Ne. Terimakasih banyak, Kak. Apa kak Mark mau mampir ke rumah dulu?" tanya Mark dengan wajah penuh harap.

"Tidak usah, Na. Lain kali saja, ya. Eomma sudah menungguku di rumah."

"Arraseo. Kakak hati-hati ya kalau pulang," ujar Jaemin dengan senyum hangat.

"Geurae. Kau segera tidur setelah ini. Jangan lupa cuci tangan dan kaki."

"Siap, Kakak!" balas Jaemin dengan gerakan seolah memberi hormat pada Mark.

***
"Sayang, apa kau benar-benar yakin tidak mau menjalani terapi?"

"Eomma. Aku sudah membahas ini berulang kali. Jawabanku tetap sama."

"Tapi sayang, bagaimana kau akan sembuh jika kau tidak melakukan terapi?" lirih Nyonya Lee dengan suara parau. Ya, sedari tadi sang eomma memang tengah menahan tangis.

"Eomma, aku tidak akan bisa sembuh. Bukankah eomma juga mengetahuinya?"

Mendengar penuturan sang putra membuat wanita paruh baya bermarga Lee itu semakin tak bisa menahan tangisnya. Benar-benar sedih dengan nasib yang menimpa anak semata wayangnya itu.

"Baiklah, eomma tidak akan memaksamu. Tapi eomma punya satu syarat."

Mark lantas mengerutkan keningnya bingung, "syarat?"

"Kau harus mengatakan semuanya pada Jaemin."

"Aku tidak bisa, eomma."

"Terserah kau saja. Eomma hanya tidak ingin kau menyesal nantinya. Jaemin berhak tahu tentang keadaanmu, sayang."

"Akan aku pikirkan."

***
Setelah berpikir cukup lama, Mark memutuskan untuk tetap merahasiakan penyakit yang ia derita. Mark tidak ingin membuat Jaemin sedih. Biarkan ia sendiri yang menanggung semuanya.

Dengan keputusannya itu, bukan berarti juga Mark menyetujui saran sang eomma untuk menjalani terapi. Mark bahkan menolak dengan tegas segala macam pengobatan yang disarankan oleh eomma tercintanya itu.

"Mark, apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Jeno yang kini tengah bermain game di kamar Mark.

"Eobseo." Mark menjawab dengan singkat, membuat Jeno sedikit kesal.

"Hei! Kita ini teman. Kenapa kau masih saja tidak terbuka padaku?" geram Jeno menghentikan aktifitasnya bermain game.

"Bukan begitu. Hanya saja memang tidak ada yang perlu kuceritakan padamu."

"Terserah kau sajalah."

"By the way, how's your relationship?"

"Hubungan apa maksudmu?"

"Kau dan Renjun. Bukankah kau menyukainya?" goda Mark membuat Jeno salah tingkah.

"Siapa bilang aku menyukainya?" Jeno berusaha mengelak.

"Semua sikap dan tindakanmu sudah mengatakan jika kau menyukai Renjun."

"Ya ya ya. Aku memang nenyukainya. Bagaimana denganmu? Kau juga menyukai Jaemin kan?" Giliran Jeno lah yang menyerang Mark.

Mark hanya diam tanpa berniat untuk membalas pertanyaan Jeno.

"Kenapa diam?"

"Aku tidak berhak menyukai Nana," jawab Mark.

"Dasar aneh." Jeno menggedikkan bahunya acuh dengan jawaban yang diberikan oleh Mark.

Tidak habis pikir dengan temannya itu. Memangnya apa salahnya jika ia menyukai namja semanis Jaemin.

Mark kembali terdiam. Tak ada niat untuk membalas perkataan Jeno yang menurutnya memang tidak penting.

"Aku hanya ingin menghabiskan sisa waktuku bersama Jaemin tanpa harus memberitahunya tentang penyakitku." -Mark Lee.

Kapan sih mereka bisa satu unit lagi :((((

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Fierce Boy [MarkMin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang