BAGIAN 7

357 19 1
                                    

Saat matahari sudah tenggelam di balik peraduannya, Rangga baru sampai di Kota Kadipaten Galumbu. Pendekar Rajawali Sakti berhenti sebentar di depan rumah Ki Sampan. Tapi baru saja ingin terus melangkah, terdengar sebuah suara panggilan yang sangat dikenalnya. Rangga seketika mengurungkan langkah kakinya. Tubuhnya segera berputar berbalik. Tampak Ki Sampan dan Pandan Wangi berlari-lari, keluar dari dalam rumah penginapan itu menghampirinya.
"Dari mana saja kau, Kakang? Aku seharian cemas memikirkanmu?" dengus Pandan Wangi, langsung menegur.
"Ada yang harus kujelaskan padamu, Pandan. Tapi rasanya tidak ada waktu lagi," kata Rangga begitu bersungguh-sungguh.
"Ada apa, Kakang?" tanya Pandan Wangi, jadi penasaran ingin tahu.
"Nanti saja kujelaskan sambil jalan. Sebaiknya, kau ikut aku saja," kata Rangga. Sebentar Pendekar Rajawali Sakti menatap Ki Sampan.
"Ki... Kau pulang saja. Tutup pintu dan jendela rapat-rapat. Jangan sekali-kali membuka pintu, selain aku yang datang," pesan Rangga.
"Baik, Den," sahut Ki Sampan.
"Cepatlah. Tidak ada waktu lagi, Ki."
Ki Sampan bergegas berlari-lari dengan langkah terseok. Rangga dan Pandan Wangi baru melangkah, setelah laki-laki tua itu tidak terlihat lagi, tenggelam di dalam rumahnya. Dan kedua pendekar muda dari Karang Setra itu segera berjalan cepat menuju Istana Kadipaten Galumbu yang tidak seberapa jauh lagi jaraknya. Sepanjang perjalanan ini, Rangga menceritakan semua yang terjadi pada dirinya. Sejak dari semalam diserang dari belakang, hingga tidak sadarkan diri, sampai kejadian yang dialami di puncak Gunung Halimun.
"Puncak Gunung Halimun...?" desis Pandan Wangi agak terperangah saat Rangga mengatakan dari puncak Gunung Halimun.
"Ya, kenapa...?" tanya Rangga berbalik.
"Baru saja Ki Sampan bercerita padaku, kalau Adipati Gadasewu waktu kecilnya pernah berguru pada Eyang Gajah Sakti di Pertapaan Puncak Gunung Halimun," jelas Pandan Wangi.
"Aku juga bertemu Eyang Gajah Sakti. Sayang, dia terlalu cepat menghembuskan napas yang terakhir sebelum aku bertanya lebih banyak. Tapi, itu juga sudah cukup bagiku untuk bertindak sekarang. Dan kini aku tahu, siapa biang keladi dari semua ini, Pandan. Sekarang keselamatan Adipati Gadasewu benar-benar terancam. Kita harus cepat sampai di sana, sebelum terjadi sesuatu."
Pandan Wangi mengangguk-angguk walaupun belum seluruhnya bisa mengerti. Tapi paling tidak, sekarang ini tujuan mereka sudah jelas. Dan Rangga sudah tahu, apa yang sedang terjadi di Kadipaten Galumbu. Malah rahasia yang sudah membuat kota kadipaten ini bagaikan kota mati sudah tersingkap.
Sementara, malam terus merayap semakin larut. Kesunyian begitu terasa menyelimuti seluruh wilayah Kadipaten Galumbu ini. Tidak ada seorang pun yang terlihat di luar rumahnya. Rangga dan Pandan Wangi terus berjalan dengan ayunan kaki cepat menuju Istana Kadipaten Galumbu.
"Tunggu dulu, Pandan...," sentak Rangga tiba-tiba, sambil mencekal pergelangan tangan kiri Pandan Wangi.
"Ada apa?" tanya Pandan Wangi langsung menghentikan langkahnya.
"Kau lihat..," kata Rangga sambil menunjuk ke arah pintu gerbang istana kadipaten yang sudah tidak jauh lagi di depan.
Pandan Wangi langsung mengarahkan pandangan ke arah yang ditunjuk Pendekar Rajawali Sakti. Namun sebentar kemudian wajahnya berpaling menatap wajah tampan di sebelahnya.
"Kau lihat, Pandan. Tidak ada seorang prajurit pun yang menjaga di sana. Aku khawatir, telah terjadi sesuatu di dalam," kata Rangga berbisik.
"Sejak tengah malam kemarin, gerbang ini tidak dijaga, Kakang," jelas Pandan Wangi.
Rangga jadi terdiam. Semalam, sebelum diserang dari belakang, Pendekar Rajawali Sakti memang sudah tidak melihat seorang penjaga pun di pintu gerbang. Padahal ketika pertama kali datang, paling sedikit ada empat orang prajurit yang menjaga pintu gerbang istana itu. Tapi kini..., tidak seorang pun yang terlihat di sana. Dan itu membuat Rangga jadi berpikir lain.
"Pandan. Kau masuk lewat belakang, dan langsung ke kamar Adipati Gadasewu. Aku masuk dari depan," kata Rangga, mengatur rencana.
"Lalu, apa yang kulakukan kalau ketemu Adipati Gadasewu?" tanya Pandan Wangi.
"Ceritakan semua yang kualami di Pertapaan Gunung Halimun. Dan sampaikan pesan Eyang Gajah Sakti padanya. Kau harus bisa mengatakannya, seakan-akan juga ada di sana bersamaku, Pandan," pinta Rangga.
"Baik," sahut Pandan Wangi seraya mengangguk.
"Cepatlah, sebelum ada orang yang melihat."
Pandan Wangi tidak berkata apa-apa lagi. Dan tubuhnya langsung melesat pergi dengan gerakan cepat sekali. Ilmu meringankan tubuhnya yang tingkatannya sudah sangat tinggi segera dikerahkan. Sebentar saja bayangan tubuh gadis yang dikenal berjuluk Kipas Maut itu sudah lenyap tak terlihat lagi. Sementara, Rangga masih tetap berdiri tegak memandangi tembok benteng yang mengelilingi bangunan istana kadipaten di depannya.
"Hup!"
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang sudah sempurna, Pendekar Rajawali Sakti melesat cepat bagai kilat mendekati pintu gerbang yang tertutup rapat dan tidak terjaga. Dan setelah melesat tinggi ke udara, beberapa kali Pendekar Rajawali Sakti berputaran di udara. Lalu dengan ringan sekali, kedua kakinya menjejak bagian atas tembok benteng istana ini.
"Hm, sunyi sekali..... Tidak ada seorang pun di sini," gumam Rangga agak mendesis pelan.
Keadaan yang begitu sunyi, membuat Rangga harus lebih berhati-hati lagi. Sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuh, Pendekar Rajawali Sakti melompat turun dari atas tembok benteng istana kadipaten ini. Begitu sempurna ilmu meringankan tubuhnya, sehingga sedikit pun tidak terdengar suara saat kedua kakinya menjejak tanah. Namun baru saja mendarat, mendadak...
Wusss...!
"Heh...?! Ups!"
Rangga cepat-cepat memiringkan tubuhnya ke kanan. Dan tangan kirinya langsung dikibaskan untuk menangkis sebatang tombak yang tiba-tiba saja meluncur deras ke arahnya.
Tak!
Tombak itu seketika patah menjadi dua bagian, terhantam pergelangan tangan Pendekar Rajawali Sakti. Dan belum lagi bisa menarik napas, Rangga kembali dikejutkan oleh munculnya seseorang dari balik sebuah pilar yang ada di beranda depan istana kadipaten ini.
Sementara itu, Pandan Wangi yang masuk melalui belakang, tidak mengalami kesulitan sedikit pun juga. Si Kipas Maut ini langsung menerobos masuk ke dalam kamar Adipati Gadasewu dari jendela. Tapi dia jadi terkejut, karena kamar ini kosong tanpa terlihat seorang pun. Pandan Wangi tidak mau lama-lama berada di dalam kamar ini.
Cepat tubuhnya melesat lagi, keluar dari dalam kamar itu melalui jendela. Begitu ringan gerakannya. Dan dengan manis sekali, kakinya menjejak tanah. Namun baru saja gadis itu bisa berdiri tegak mendadak saja melesat sebuah bayangan hitam ke arahnya dengan kecepatan begitu tinggi.
"Ups...!"
Cepat-cepat Pandan Wangi membanting tubuhnya ke tanah, dan bergulingan beberapa kali. Lalu secepat itu pula, si Kipas Maut melompat bangkit berdiri.
"Dara Iblis...!" desis Pandan Wangi agak terkejut, begitu di depannya sudah berdiri seorang wanita berwajah cantik berbaju hitam pekat.
"Hhh! Rupanya masih ada juga tikus busuk di sini," dengus Dara Iblis yang sebenarnya bernama Sarita.
"Kau yang bangkai busuk, Perempuan Iblis!" dengus Pandan Wangi tidak kalah sengit.
"Punya nyali juga kau rupanya. Tapi, memang harus begitu. Jadi kekasih pendekar ternama, harus berani menantang setiap lawan. Nah! Bersiaplah kau, Kipas Maut!"
Sret!
Cring...!
Pandan Wangi langsung mencabut senjata kipasnya, saat si Dara Iblis meloloskan pedangnya yang berwarna kuning keemasan. Tapi kedua bola mata si Kipas Maut itu jadi terbeliak, saat melihat ke pinggang Dara Iblis yang ternyata bergantung sebilah pedang yang begitu dikenalnya. Pedang Pusaka Rajawali Sakti milik Rangga!
Memang, Pandan Wangi tadi tidak sempat memperhatikan Rangga saat bertemu. Rupanya, Pendekar Rajawali Sakti sudah kehilangan pedang pusakanya. Dan sekarang, pedang yang sangat dahsyat itu berada di pinggang Dara Iblis. Pandan Wangi jadi bergetar juga hatinya. Kalau Pedang Pusaka Rajawali Sakti digunakan, tidak ada seorang pun yang bisa menandinginya. Bahkan mungkin Rangga sendiri tidak akan mampu menandinginya lagi. Pedang itu terlalu dahsyat dan berbahaya. Apalagi, kalau berada di tangan yang salah. Pandan Wangi jadi berpikir seribu kaii. Tapi untuk menghindari pertarungan, sudah tidak mungkin lagi. Karena, Dara Iblis sudah melesat cepat menerjangnya.
"Hiyaaat...!"
"Hup! Yeaaah...!"
Wut!
Bet!
Trang!
Bunga api seketika memercik, begitu dua senjata beradu di udara. Tampak Pandan Wangi terdorong tiga langkah ke belakang. Sementara, Dara Iblis tetap berdiri tegak, dan langsung memutar pedangnya menyambar ke arah kepala si Kipas Maut itu.
Bet!
"Haiiit...!"
Untung saja Pandan Wangi cepat-cepat merunduk, sehingga tebasan pedang Dara Iblis hanya lewat di atas kepalanya. Cepat-cepat kakinya ditarik ke belakang beberapa langkah, menjaga jarak dengan lawannya. Tapi Dara Iblis tampaknya tidak ingin memberi kesempatan pada si Kipas Maut Dengan kecepatan bagai kilat, kembali tubuhnya melesat menerjang sambil memutar pedangnya.
"Hiyaaat..!"
"Gila! Ups!"
Pandan Wangi cepat membanting tubuhnya ke tanah, dan bergulingan beberapa kali. Lalu dengan kecepatan luar biasa, tubuhnya melesat tinggi ke udara. Namun, si Dara Iblis sepertinya sudah bisa membaca gerakan si Kipas Maut. Maka dengan cepat pula, gadis yang bernama Sarita ini melesat sambil melepaskan satu pukulan keras, disertai pengerahan tenaga dalam tinggi. Padahal, saat itu Pandan Wangi baru memutar tubuhnya di udara. Akibatnya, serangan Dara Iblis tentu saja membuat Pandan Wangi jadi tersentak kaget.
"Ikh...?!"
Diegkh!
"Akh...!"
Tidak ada kesempatan lagi bagi Pandan Wangi untuk menghindar, walaupun sudah berusaha. Dan tetap saja pukulan tangan kiri Sarita mendarat tepat di bagian kanan dadanya. Dan akibatnya, si Kipas Maut jadi terpental deras di udara.
Bruk!
"Akh...!"
Kembali Pandan Wangi terpekik, begitu tubuhnya keras sekali menghantam tanah. Tampak darah mengalir dari sudut bibirnya. Sambil menyeka darah dengan punggung tangan, si Kipas Maut kembali bangkit berdiri. Namun belum juga bisa berdiri tegak, Dara Iblis sudah melepaskan satu tendangan keras luar biasa.
"Hiyaaat..!"
Begkh!
"Akh...!"
Kembali Pandan Wangi terpekik begitu dadanya terkena tendangan telak dari Sarita. Maka, si Kipas Maut kembali terpental jauh ke belakang.
Bruk!
Dinding tembok bagian belakang istana kadipaten ini, seketika hancur berkeping-keping terlanda tubuh Pandan Wangi. Hanya sedikit saja si Kipas Maut bisa menggerakkan tubuhnya, dan selanjutnya terkulai tidak bergerak-gerak lagi. Darah semakin banyak menggumpal, memenuhi rongga mulutnya. Sementara Dara Iblis berdiri tegak, tidak jauh dari tubuh Pandan Wangi yang menggeletak di antara reruntuhan dinding batu istana kadipaten ini.
"Huh! Mudah sekali aku membunuhmu, Pandan Wangi. Tapi aku tidak ingin melakukannya sekarang. Kau akan menerima gilirannya nanti, kalau Pendekar Rajawali Sakti sudah kupenggal batang lehernya," terasa begitu dingin nada suara Sarita.
Cring!
Setelah memasukkan pedangnya kembali ke dalam warangka di punggung, Sarita mengangkat tubuh Pandan Wangi yang sudah tidak berdaya lagi. Dipanggulnya si Kipas Maut itu ke pundak, lalu dibawanya pergi.
Sementara itu, Rangga yang berada di halaman depan istana kadipaten ini tengah berdiri tegak berhadapan dengan seorang pemuda tampan, dengan tangan kanan menggenggam pedang telanjang. Dia tahu, pemuda itu adalah Rondokulun, yang diangkat saudara oleh Adipati Gadasewu.
"Sejak semula sudah kuduga, kaulah biang keladi dari semua ini, Rondokulun," terdengar begitu dingin nada suara Rangga.
"Kau hanya sendiri, Pendekar Rajawali Sakti. Sebaiknya menyerah saja. Tidak ada untungnya mencampuri urusan ini," kata Rondokulun angkuh.
"Walaupun sendiri, aku masih mampu membekukmu, Rondokulun."
"Ha ha ha...!" Rondokulun tertawa terbahak-bahak seakan kata-kata Rangga barusan membuat tenggorokannya jadi tergelitik. Namun Rangga sendiri hanya diam saja dengan sorot mata begitu tajam menatap lurus ke bola mata pemuda di depannya. Seakan-akan sorot matanya itu begitu tajam hendak menembus langsung jantung Rondokulun.
"Aku tahu, kau tidak akan menyerah begitu saja, Pendekar Rajawali Sakti. Memang sebaiknya kita sedikit menguras tenaga," kata Rondokulun lagi.
"Hm...."
Rangga hanya sedikit menggumam saja. Dia tahu, Rondokulun sudah tidak sabar lagi ingin bertarung dengannya. Maka, perlahan kakinya digeser ke kanan beberapa langkah. Sementara, Rondokulun sendiri melangkah ke depan mendekati Pendekar Rajawali Sakti.
"Bersiaplah, Pendekar Rajawali Sakti," desis Rondokulun sambil menjura memberi hormat.
Rangga jadi tersenyum, melihat sikap yang dibuat Rondokulun padanya. Maka dibalasnya penghormatan itu dengan sedikit membungkuk. Sikap yang diperlihatkan Rondokulun menandakan kalau lawannya begitu dihormati. Dan pertarungannya ini rupanya diinginkan berjalan secara ksatria. Maka Rangga juga menghormati cara Rondokulun.
"Hiyaaat..!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Rondokulun melompat menerjang Pendekar Rajawali Sakti. Pedangnya langsung dikebutkan, membabat ke arah dada pemuda berbaju rompi putih ini.
Bet!
"Haps!"
Hanya sedikit saja Rangga meliuk, maka tebasan pedang itu hanya lewat di depan dadanya. Lalu cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti menarik kakinya ke belakang, begitu melihat Rondokulun memutar pedang sambil menggeser kakinya sedikit ke kanan. Dan dugaan Rangga memang tepat Rondokulun langsung menebas ke arah kakinya.
"Hiyaaat...!"
Secepat kilat Rangga melenting ke udara. Dan sebelum Rondokulun bisa menarik serangannya yang gagal di tengah jalan, Rangga sudah meluruk deras sambil mengerahkan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'. Begitu cepat kedua kakinya bergerak berputar, membuat Rondokulun jadi terperangah untuk sesaat. Dan...
"Ikh...!"
Bruk!
Rondokulun buru-buru membanting tubuhnya ke tanah dan bergulingan beberapa kali, sebelum kedua kaki Rangga menghantam kepalanya. Lalu secepat itu pula, Rondokulun bangkit berdiri. Tapi belum juga bisa menegakkan rubuhnya, Rangga sudah melepaskan satu tendangan menggeledek yang begitu keras, disertai pengerahan tenaga dalam tidak penuh. Begitu cepat tendangan yang dilancarkan, sehingga Rondokulun tidak sempat lagi berkelit menghindar. Dan....
Des!
"Hegkh...!"
Rondokulun kontan mengeluh, begitu tendangan Rangga yang cukup keras tadi telak menghantam dadanya. Akibatnya, tubuhnya terlempar ke belakang sejauh satu setengah tombak. Beberapa kali Rondokulun terguling di tanah, namun cepat bangkit berdiri. Sementara, Rangga sudah berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di depan dada.
"Phuih!"
Rondokulun menyemburkan ludahnya yang bercampur darah kental. Disekanya darah di bibir dengan punggung tangan. Lalu, perlahan kakinya melangkah menghampiri Pendekar Rajawali Sakti, tanpa menghiraukan dadanya yang terasa sesak akibat tendangan yang diterimanya tadi.
"Kubunuh kau, Pendekar Rajawali Sakti! Hiyaaat..!" Diiringi teriakan lantang menggelegar, Rondokulun melompat cepat bagai kilat sambil membabatkan pedangnya ke arah kepala pemuda berbaju rompi putih ini.
Bet!
"Haiiit..!"
Tapi hanya sedikit saja Rangga mengegoskan kepalanya, ujung pedang itu lewat di depan hidungnya. Dan pada saat yang hampir bersamaan, Pendekar Rajawali Sakti sedikit memiringkan tubuhnya ke kiri, dan langsung mespaskan satu tendangan keras. Akibatnya, Rondokulun tidak dapat lagi menghindarinya, dan tendangan itu kembali menghantam telak dadanya.
"Akh!" Rondokulun kembali terpental ke belakang, dan jatuh bergulingan beberapa kali.
Sementara, Rangga kembali berdiri tegtk dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Diam beberapa gebrakan ladi, Rangga sudah bisa mengukur, sampai di mana tingkat kepandaian Rondokulun. Dan memang, rupanya tingkat kepandaiannya masih jauh untuk bisa menandingi Pendekar Rajawali Sakti. Sehingga, mudah sekali Rangga membuatnya jatuh bangun.

***

101. Pendekar Rajawali Sakti : Rahasia Dara IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang