BAGIAN 8

413 23 0
                                    

Entah sudah berapa kali pukulan dan tendangan Rangga mendarat di tubuh Rondokulun. Tapi, tampaknya pemuda itu belum juga sadar kalau kepandaiannya belum sebanding dengan Pendekar Rajawali Sakti. Bahkan terus saja Rangga diserang dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Dan ini tentu saja membuat Pendekar Rajawali Sakti jadi jengkel. Hingga....
"Hih! Yeaaah...!"
Tepat di saat Rondokulun maju menyerang, Rangga sudah cepat mendahuluinya. Maka satu pukulan dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' dilepaskan dengan kecepatan bagai kilat. Tanpa disadari, Rangga melepaskannya pada tingkatan yang terakhir. Akibatnya...
Des!
"Aaa...!
Rondokulun menjerit keras melengking, begitu pukulan yang dilepaskan Rangga menghantam kepalanya. Dan seketika itu juga, Rondokulun jatuh menggelepar di tanah dengan kepala pecah berhamburan. Darah kontan mengucur deras, membasahi tanah yang berumput cukup tebal ini. Sementara, Rangga hanya berdiri tegak memandangi sambil menghembuskan napas panjang.
"Maaf... Kau sudah membuatku jengkel, Rondokulun. Kaulah yang menginginkan cara kematian seperti ini," desah Rangga pelan.
Pendekar Rajawali Sakti cepat melesat masuk ke dalam istana. Namun baru saja menjejakkan kakinya, di beranda depan, tiba-tiba saja dari dalam melesat sebuah bayangan hitam yang begitu cepat. Sehingga, Rangga jadi terhenyak kaget setengah mati. Dan belum lagi Pendekar Rajawali Sakti bisa berbuat sesuatu....
Plak!
"Akh...!"
Rangga jadi terpekik, begitu tiba-tiba merasakan satu hantaman keras yang mendarat di tubuhnya. Akibatnya, Pendekar Rajawali Sakti jadi terpental ke belakang, dan jatuh bergulingan pada anak-anak tangga beranda istana yang terbuat dari batu ini. Tubuhnya baru berhenti berguling setelah menyentuh tanah.
"Hup!"
Cepat-cepat Rangga melompat bangkit berdiri. Seketika ada rasa sesak yang menyerang dadanya, akibat hantaman telak di dada sebelah kanan. Sedikit kepalanya menggeleng, menghilangkan rasa pening yang mendadak saja menyerang kepalanya. Dan tampak di ujung anak tangga, seorang wanita cantik berbaju hitam berdiri bertolak pinggang dengan sikap menantang.
"Sarita...," desis Rangga langsung mengenali. Pendekar Rajawali Sakti tidak lagi menyebut julukan wanita itu, karena dia sudah tahu nama sebenarnya dari Eyang Gajah Sakti.
Sedangkan Sarita yang selama ini dikenal berjuluk Dara Iblis, melangkah perlahan-lahan menuruni anak-anak tangga istana kadipatenan ini. Sorot matanya terlihat begitu tajam, seakan hendak menembus jantung Pendekar Rajawali Sakti yang juga menatapnya dengan sinar mata tidak kalah tajam.
"Untuk apa mencampuri segala persoalan yang bukan urusanmu, Pendekar Rajawali Sakti?" terdengar dingin sekali nada suara Sarita. Saat ini, wanita cantik itu sudah berada sekitar enam langkah lagi di depan Rangga.
"Aku hanya melaksanakan tugasku sebagai pendekar, Sarita. Aku sama sekali tidak memusuhimu, dan hanya mencegah tindakanmu yang telah melenyapkan nyawa orang-orang yang tidak bersalah," kata Rangga kalem.
"Tidak bersalah katamu, heh...?! Apa yang kau ketahui di Kadipaten Galumbu ini, Pendekar Rajawali Sakti?! Mereka sudah sepatutnya menerima ganjaran dari perbuatannya padaku. Juga pada ibuku...!" agak tinggi nada suara Sarita.
"Kau hanya dikuasai rasa dendam yang tidak beralasan, Sarita. Bukankah ayah tirimu sudah memberi yang terbaik, dengan mencukupi segala kebutuhanmu dan ibumu? Apakah semua itu tidak cukup bagimu...?"
"Huh! Dia sudah berjanji akan menyerahkan kadipaten ini padaku. Bukan pada Gadasewu yang hanya anak angkat! Gadasewu tidak berhak menduduki takhta adipati. Akulah yang berhak! Dan siapa bilang aku anak tiri, heh...?! Aku anak kandung adipati yang terdahulu. Walaupun ayahku tidak mengawini ibuku secara sah, tapi semua orang tahu kalau aku adalah anaknya. Dan adipati keparat itu, tidak mau mengakuinya. Bahkan mengambil Gadasewu yang diakuinya sebagai anak. Padahal, Gadasewu hanya anak gembel jalanan yang dipungut!"
Rangga jadi terhenyak tidak menyangka. Namun belum juga bisa membuka suaranya....
"Aku mengakui semua itu, Sarita...."
"Heh...?!"
"Hhh...! Bagaimana kau bisa lolos...?"
Bukan hanya Rangga yang terkejut, begitu tiba-tiba Adipati Gadasewu muncul di ambang pintu istana kadipaten. Di sampingnya, berdiri Ki Jalaksena dan Pandan Wangi, serta beberapa orang prajurit yang tidak memegang senjata.
"Kau terlalu bangga dengan kepandaianmu, Sarita. Kami semua memang tertotok, hingga tidak bisa bergerak sama sekali. Tapi, jangan sekali-kali melupakan Nini Pandan Wangi. Kau telah menganggapnya enteng. Nini Pandan Wangi bisa membebaskan totokanmu dan membebaskan kami semua, Sarita," jelas Adipati Gadasewu gamblang.
"Huh!"
Sarita hanya mendengus saja mendengar penjelasan itu. Diakui, tadi Pandan Wangi memang dianggapnya enteng. Bahkan mudah sekali ditundukkannya. Dan memang tidak diketahuinya kalau Pandan Wangi memiliki pengerahan hawa murni yang sudah sempurna. Sehingga totokan ringan yang diberikan sangat mudah dihalaunya.
"Sarita! Kau memang berhak menuntut. Tapi ketahuilah. Segala keputusan sudah ditentukan Ayahanda Adipati, sehingga aku menggantikannya memimpin kadipaten ini. Sedangkan kau diberi sebagian wilayah kadipaten ini. Apakah itu masih kurang, Sarita...?" terdengar tegas dan lembut sekali nada suara Adipati Gadasewu.
"Kau merampas milikku!" bentak Sarita garang.
"Aku memang bukan anak kandung Ayahanda Adipati, Sarita. Tapi, aku tidak bisa menolak segala yang sudah diputuskan. Sarita.... Aku rela melepaskan semua ini, asalkan kau tidak lagi menyakiti rakyat. Mereka tidak bersalah, dan tidak tahu apa-apa. Jangan sampai mereka menjadi korban dari kebencian dan...."
"Cukup...!" sentak Sarita memotong ucapan Adipati Gadasewu.
"Sarita, sadarlah.... Semua yang kau lakukan tidak benar. Berjanjilah padaku, kau akan menjadi pemimpin yang baik. Dan aku akan pergi dari kadipaten ini, dengan berjanji tidak akan kembali lagi ke sini," kata Adipati Gadasewu lagi.
"Penjilat! Keparat...! Aku tidak butuh ocehanmu, Gadasewu! Kau harus mati di tanganku! Hiyaaat..!"
Dengan kalap Sarita melompat sambil berteriak lantang menggelegar menyerang Adipati Gadasewu. Pedangnya yang berwarna kuning keemasan, langsung dikebutkan dengan deras ke arah adipati muda ini. Sedangkan Adipati Gadasewu sendiri seperti tidak berusaha menghindar, dan tetap berdiri tegak menanti serangan. Dan sikap itu tentu saja membuat yang lain jadi tersentak kaget.
"Adipati, minggir...! Hih!"
Pandan Wangi yang berada di samping kanan Adipati Gadasewu, tidak bisa tinggal diam lagi. Dengan cepat didorongnya tubuh adipati itu, tepat di saat ujung pedang Sarita sudah hampir menebas kepalanya. Tapi yang terjadi sungguh di luar dugaan. Ternyata Sarita cepat memutar pedangnya. Dan....
Cras!
"Akh...!"
"Pandan...!"
Rangga jadi tersentak kaget, melihat ujung pedang Sarita merobek bahu kiri Pandan Wangi. Seketika gadis yang dikenal berjuluk si Kipas Maut itu jadi terhuyung ke belakang. Sementara Adipati Gadasewu terguling ke lantai beranda istana ini. Dia juga kaget, tidak menyangka tindakan yang dilakukan Pandan Wangi. Demi untuk menyelamatkan nyawanya, Pandan Wangi rela mengorbankan dirinya menjadi sasaran pedang Sarita.
"Keterlaluan kau, Sarita...!" desis Adipati Gadasewu sambil bangkit berdiri.
Tapi belum juga Adipati Gadasewu bisa berbuat sesuatu, Rangga sudah lebih dulu melesat cepat bagai kilat. Satu pukulan keras menggeledek dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir dilepaskan.
"Hiyaaat..!"
"Haiiit..!"
Tapi, Sarita sudah lebih cepat lagi menghindar dengan melenting ke belakang. Sehingga pukulan yang dilepaskan Rangga hanya menghantam pilar batu di beranda depan istana ini. Seketika, pilar yang sangat besar itu hancur berkeping-keping disertai ledakan dahsyat menggelegar.
"Hup! Yeaaah...!"
Rangga yang amarahnya sudah memuncak melihat Pandan Wangi terluka, tidak bisa lagi menahan diri. Dengan kecepatan bagai kilat, tubuhnya kembali melompat menyerang Dara Iblis ini. Pukulan-pukulan cepat dan bertenaga dalam tinggi segera dilepaskan secara beruntun, membuat Sarita terpaksa harus menghindar dengan berjumpalitan di udara.
Pertarungan itu memang tidak dapat dicegah lagi. Gencar sekali Rangga melancarkan serangan-serangan dalam pengerahan jurus-jurus dahsyat, dari rangkaian lima jurus 'Rajawali Sakti' yang dipadukan secara sempurna. Akibatnya, Sarita yang selama ini dikenal berjuluk Dara Iblis jadi kelabakan setengah mati menghindarinya.
Namun Sarita tidak hanya bisa berkelit dan menghindar. Malah sudah beberapa kali balas menyerang tidak kalah ganasnya. Dan kini, mereka saling melancarkan serangan menggunakan jurus-jurus yang begitu cepat dan dahsyat luar biasa.
Saat itu, Adipati Gadasewu menghampiri Pandan Wangi yang sudah bisa berdiri lagi. Darah masih terlihat mengucur dari bahu yang sobek tersabet pedang tadi.
"Lukamu cukup lebar, Nini Pandan," kata Adipati Gadasewu.
Tuk! Tuk!
Tanpa meminta izin lebih dulu, Adipati Gadasewu memberi beberapa totokan di sekitar luka itu. Dan seketika itu juga, darah tidak lagi mengalir. Sedangkan Pandan Wangi hanya tersenyum saja. Sebenarnya, gadis itu bisa melakukannya sendiri. Tapi, dia tidak menolak pertolongan adipati berusia muda ini.
"Terima kasih," ucap Pandan Wangi.
"Biarkan Ki Jalaksena merawat lukamu, Nini Pandan," kata Adipati Gadasewu.
Sebelum Pandan Wangi bisa menolak, Adipati Gadasewu sudah memerintahkan Ki Jalaksena untuk merawat luka di bahu kiri gadis ini. Dan Pandan Wangi memang tidak bisa lagi menolak.
Sementara itu, pertarungan antara Rangga dan Sarita masih terus berlangsung sengit di pelataran halaman depan bangunan istana kadipatenan ini. Malah, kini Adipati Gadasewu kembali memusatkan perhatiannya ke arah pertarungan itu.
Dan saat itu mereka sama-sama berlompatan ke belakang mengambil jarak sejauh sekitar satu batang tombak. Tampak satu sama lain berdiri tegak saling berhadapan, mengatur jalan pernapasan yang sudah mulai tersengal. Dari sikap mereka, jelas kalau masing-masing tengah mengerahkan ilmu kedigdayaan.
Rangga sendiri sudah mulai mempersiapkan aji 'Cakra Buana Sukma', tanpa menggunakan pedang yang kini berada di pinggang Sarita. Sedangkan Dara Iblis juga tengah mengerahkan ilmu kesaktiannya. Beberapa saat mereka masih berdiri saling menatap tajam. Saat itu, dari sela-sela kedua telapak tangan Rangga yang merapat di depan dada, sudah terlihat cahaya biru mamancar bagai hendak mamberontak keluar.
"Mampus kau, Pendekar Rajawali Sakti! Hiyaaat..!
"Aji Cakra Buana Sukma... Yeaah...!"
Tepat ketika Sarita menghentakkan kedua tangannya ke depan, Rangga juga mendorong kedua tangannya ke depan. Saat itu dari kedua telapak tangan Sarita memancar cahaya kuning keemasan. Sedangkan dari kedua telapak tangan Rangga, meluncur cahaya biru yang menggumpal terang menyilaukan mata.
Glarrr
Satu ledakan dahsyat seketika terdengar keras menggelegar, tepat ketika dua cahaya itu beradu di tengah-tengah.
"Akh..!"
Tampak Sarita terpekik agak tertahan, dan kakinya terdorong ke belakang dua langkah. Namun, cahaya biru yang memancar dari kedua telapak tangan Rangga terus meluruk deras kearah Dara Iblis ini.
"Akh.!"
Kembali Sarita memekik, begitu tubuhnya terhantam cahaya biru yang memancar dari telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti. Bahkan cahaya biru itu langsung menggulung tubuh Dara Iblis itu. Sarita menggeliat-geliat berusaia melepaskan diri dari selubung sinar biru itu.
Sementara, Rangga mulai melangkah perlahan-lahan mendekati, dengan kedua tangan masih terentang lurus ke depan. Sorot matanya terlihat begitu tajam, mengamati gerakan-gerakan tubuh Sarita yang masih tergulung cahaya biru dari aji 'Cakra Buana Sukma'.
"Hyiaa...!"
Tiba-tiba saja Rangga berteriak keras agak mendesis. Dan saat itu juga, dari rongga mulutnya yang tebuka meluncur cahaya biru yang menggumpal terang menyilaukan mata. Saat itu, Pandan Wangi yang tengah dirawat lukanya jadi tersentak kaget. Dia tahu, kalau Pendekar Rajawali Sakti mengerahkan seluruh kekuatan dari aji 'Cakra Buana Sukma' yang sangat dahsyat pada tingkat terakhir. Sementara itu, Sarita semakin tidak dapat lagi melepaskan diri dari serangan Pendekar Rajawali Sakti. Dan....
"Yeaah...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, saat itu juga Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan kedua tangannya ke depan, setelah menarik sedikit ke belakang. Dan....
Glarr!
Satu ledakan sangat dahsyat, seketika terdengar menggelegar. Begitu dahsyatnya, hingga bumi ini jadi bergetar bagai terjadi gempa. Tampak cahaya biru yang menggulung tubuh Sarita memancar ke segala arah. Bersamaan dengan melompatnya Rangga ke belakang, terlihat tubuh Dara Iblis itu hancur berkeping-keping.
Sementara, cahaya biru yang berkilauan terang sudah tidak terlihat lagi. Rangga kini berdiri tegak dengan napas tersengal memburu. Seluruh tubuhnya sudah basah oleh keringat. Sekitar satu tombak di depannya, teronggok debu dari tubuh Sarita yang hancur. Tidak jauh dari situ, tampak sebilah pedang bergagang kepala burung tergeletak.
"Hhh...!"
Pendekar Rajawali Sakti melangkah menghampiri, sambil menghembuskan napas panjang. Diambilnya Pedang Pusaka Rajawali Sakti, dan disandangkannya kembali di punggung. Saat itu, Pandan Wangi sudah melangkah menuruni anak tangga istana kadipaten ini, diikuti Adipati Gadasewu dan Ki Jalaksena. Sedangkan para prajurit kadipaten sudah langsung menyebar ke setiap sudut bangunan istana ini, setelah mendapatkan senjatanya lagi.
"Bagaimana lukamu, Pandan?" tanya Rangga langsung, begitu Pandan Wangi dekat.
"Tidak apa-apa. Hanya luka biasa," sahut Pandan Wangi seraya tersenyum.
Rangga menatap Adipati Gadasewu yang berdiri di sebelah kanan Pandan Wangi. Adipati yang masih berusia muda itu memandangi Pendekar Rajawali Sakti dengan sinar mata begitu sulit diartikan...?
"Maafkan aku, Adipati. Aku terpaksa melenyapkannya," ucap Rangga
"Sudah sepatutnya, Rangga. Yaaah.... Aku juga menyesali tindakannya. Sama sekali tidak kusangka kalau Sarita yang menjadi dalang kerusuhan ini," ujar Adipati Gadisewu agak mendesah berat.
"Tapi semuanya sudah terakhir," selak Pandan Wangi.
"Ya, semuanya sudah terakhir...," desah Adipati Gadasewu.
"Tapi, dari mana Sarita memiliki kepandaian begitu hebat?" tanya Rangga. Dan pertanyaan itu memang sudah lama tersimpan di benaknya.
"Kudengar, setelah hidupnya tersia-sia, dia pergi ke padepokan kakeknya yang berarti ayah dari ibu Sarita sendiri. Di sana, dia memperdalam ilmu olah kanuragan dan kedigdayaan. Namun sungguh tak kusangka kalau kepandaiannya justru untuk melampiaskan dendamnya.... Sayang sekali," jelas Adipati Gadasewu, agak mendesah.
"Sudahlah.... Yang penting, Gusti Adipati sekarang bisa meneruskan pemerintahan dengan adil dan bijaksana," hibur Pandar Wangi.
"Mudah-mudahan...," desah Adipati Gadasewu.
Dan sebenarnya, Rangga ingin menjelaskan kalau sempat bertemu Eyang Gajah Sakti yang pernah diberitakan telah tewas namun ternyata masih hidup. Namun karena kini Eyang Gajah Sakti telah benar-benar tewas, Rangga hanya memendam ceritanya dalam-dalam. Toh yang diketahui Adipati Gadasewu, Eyang Gajah Sakti telah tewas...

***

TAMAT

101. Pendekar Rajawali Sakti : Rahasia Dara IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang