❄ S E M B I L A N ❄

83 36 11
                                    

-bukankah kemarin
kamu baru saja pergi?
Lalu kenapa sekarang datang lagi?-

°○°

Sesosok lelaki tengah ragu menimang ponselnya. Berharap kejadian yang dipaksa lupakan hanyalah sebuah angan.

Abraham beralih duduk di samping ranjangnya. Lantainya dingin, menambah kesan pilu yang dirasakan, "Andai aja yang aku peluk tadi itu kamu Ay. Pasti luka ini nggak akan bertambah besar. Tapi aku lupa, sejak kamu bungkam saat kita bertemu kembali. Kamu nggak pernah mau ku genggam tangan mu. Apalagi kupeluk tubuhmu. Bahkan terkadang bola mata mu itu berpaling ke arah lain saat aku menatapmu."

Helaan nafas gusar terdengar dari bibir Abraham. Akhirnya Ia memilih untuk mendial nomor Ayla. "Halo Ay ..."

"Iya, halo. Kenapa Ham?"

"Siap-siap. Bentar lagi aku otw jemput. Ada yang pengen aku omongin soalnya."

"Lah. Kan dari tadi juga udah ngomong. Emang nya gak bisa ya ngomong lewat telfon aja? Aku lagi sibuk nih, Ham."

"Pliss Ay ... jangan tolak aku terus. Udah kamu cepetan siap- siap. Aku mau jalan sekarang nih."

"Eh-eh. Halo Ham?"

"Huhh ... malah dimatiin. Gak tau apa orang lagi sibuk. Nyesel gue kenal lo. Ck, dasar cowok dingin nyebelin pula," gerutu cewek di seberang sana

Melangkahkan kaki, penuh tekad walaupun di sisi lain Ia merasakan hal yang aneh. Entahlah, semacam tak yakin(?). Saat Abraham sedang memakai jaketnya. Tanpa mengetuk tiba-tiba ada yang masuk ke kamar lelaki itu.

Cklekk

"Abang ... abang lagi apain?" Seorang bocah kecil menghampiri kakak lelakinya

"Ngapain lo? Sono lo jangan ngedeket. Gue bilang jangan ngedeket!"

"Aku mau minta ajalin ini ... mama sama ayah ndak ada. Aku ndak ngelti calana gimana."

"Kan ada bibi! Sana pergi ke kamar bibi!"

"Tapi aku mauna diajalin sama abang ...." lirih bocah kecil itu

"Gue bilang jangan ngedeket ya jangan! Ngerti gak sih?! Sana lo jauh-jauh. Pergi gak lo!"

"Hiks ... hiks ... aku mau di ... hikss ... di ajalin abang ...."

"Shit. Berisik! Tuli ya lo?! Keluar lo dari kamar gue!"

"Yaampun den ... inget den ini adik aden, sadar atuh den." Bibi datang melerai mereka

"Bodo amat! Bawa pergi tuh anak sialan!"

"Shut shut shut ... udah ya jangan nangis, ayo aden sama bibi aja yaa ..." Bibi menuntun adik kecil Abraham sambil menenangkannya. Bocah kecil itu hanya mengangguk menurutinya.

Ada rasa menyesal sebenarnya setiap Abraham melakukan itu. Tapi mengingat kepahitan yang terjadi, "Gak-gak. Lo harus yakin. Dia bukan adik lo Ray. Dia cuma anak lelaki brengsek yang udah misahin mama sama papa."

°°°

Kini Abraham berada di depan rumah sang pacar. Tapi gadis yang ditunggu belum juga kelihatan. Padahal tadi sebelum Ia berangkat sudah mengabarinya. Tapi kenapa gadis itu lama sekali.

Abraham pun memilih menelfon pacarnya itu. Karena kalau teriak-teriak mengucapkan salam pun tak enak.

Panggilan yang anda tuju sedang tidak ak-

Abray (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang