4

2K 207 15
                                    

"Keluarlah jika kau sudah terbangun" Sakura menggeliat, menguap dan mengusap lembut matanya, sinar matahari menembus jendela yang sudah terbuka lebar, agar udara segar dari luar bisa masuk, mungkin saat angin cukup berbaik hari aroma bunga mawar akan tercium sampai kamar itu.

Melihat Sasuke masih di posisinya, dengan sinar mentari yang menghangatkan separuh wajah tampan itu membuat hatinya kembali teriris, sesak di dada semakin menjadi-jadi. Ternyata apa yang dia alami tidak ada bandingannya dengan yang lelaki itu rasakan, setidaknya dia tidak sampai menutup diri seperti itu, bahkan dia masih menjalin hubungan kasih dengan seseorang. Memikirkan itu membuat dia mengingat sebuah celetukan dari Sasori kekasihnya kalau bagaimana kehidupan mereka setelah menikah nanti, bahkan kemarin Sasori juga melarangnya untuk kembali ke New york dan mulai membicarakan tentang hubungan yang lebih jauh.

Cepat atau lambat dia harus memberitahukan pada calon suaminya itu, sebelum terlalu jauh dan ternyata kekasihnya tidak bisa terima. Alangkah baiknya jika pernikahan dimulai dengan kejujuran tidak ada sedikitpun rahasia diantara mereka, mereka akan hidup bersama maka sudah seharusnya saling terbuka satu sama lainya. Tapi Sakura belum siap untuk mengorek luka itu dan merasakan kembali betapa perihnya.

"Keluarlah, jangan katakan pada siapapun apa yang kau lihat semalam dan pagi ini." Ucap Sasuke lagi, dia merasa sedikit risih dengan kehadiran orang lain dalam dunia sempitnya.

Bohong, dia merasa begitu hangat malam itu, bahkan dia tertidur tanpa mimpi buruk, walau dia tidur dalam posisi duduk. Dia hanya mencoba menyangkal bahwa dia begitu kesepian selama ini, dia mulai merasa menyesal mengurung diri di kamar itu bertahun-tahun lamanya. Membunuh dirinya sendiri dalam kesendirian, menganggap bahwa dirinya hanyalah hantu yang butuh makan. Dia ingin keluar.

"Sasuke, tidakkah kau ingin keluar?" Pertanyaan itu sudah Sasuke jawab dalam hati, namun yang keluar dari mulutnya justru berbeda dengan jeritan hatinya.

"Tidak! Cepat keluar!"

"Baik, " Sakura segera keluar, dan menutup perlahan pintu putih, yang selama ini menjadi misteri baginya, juga mungkin bagi Ino. Apakah Ino mengetahui tentang ini? Tapi setahunya Ino tidak pernah bercerita seperti apa sosok di dalam kamar itu, jika Ino sudah pernah melihatnya bukankah dia akan bercerita heboh padanya.

Mengingat lelaki itu begitu tampan, sekali lagi jika rambut-rambut berlebih itu menghilang dari wajahnya. Dia mengambil buku gambar yang pasti semalam tertinggal di lantai, karena semalam dia benar-benar takut, dan menurut saja saat lelaki itu menuntunya masuk ke kamarnya. Beruntung dia tidak disekap di dalam sana seperti yang Ino katakan.

Pagi itu otak Sakura penuh dengan nama lelaki itu, rasa penasarannya semakin tinggi untuk mengetahui tentang Sasuke, kehidupannya, kebutaannya, dan kisah dibaliknya yang terkesan begitu menyedihkan. Setelah menyelesaikan acara masaknya dia kembali menaruh makanan di depan pintu mengetuknya, lalu pergi seperti yang biasa dia lakukan. Untuk berbicara dengan Sasuke lagi, dia masih takut, terakhir kali tadi lelaki itu terlihat sangat marah.

To Ino:

Ino, kau pernah melihat wujud hantu itu ?

From Ino:

No, Why? Hei jangan bilang kau melihatnya? Dan sekarang nyawamu dalam bahaya? Perlukah aku memanggil polisi?

To Ino:

Tidak aku hanya penasaran. Tidak perlu memanggil polisi.

Sakura meletakan ponselnya, harapannya pupus. Dia pikir sahabatnya itu akan mengatakan kalau dia pernah melihat Sasuke, hingga dia bisa berdiskusi memecahkan rasa penasarannya. Sebenarnya ada seseorang yang bisa dia tanyai tentang hal itu, bibi dan paman, tapi dia terlalu takut, kalau nanti mereka mengadu pada Sasuke, lalu Sasuke akan sangat marah padanya.

Our Tears [ SasuSaku  Fanfiction ] HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang