Bab 21 "PULANG"

376 13 5
                                    



Hatiku semakin gundah setelah menerima telepon dari ayah malam itu, aku merasa ada sesuatu yang ingin ia sampaikan dari kalimat-kalimat yang tak biasa ia utarakan padaku itu. menganai hal tersebut firasatku mengatakan bahwa ada sesuatu yang tak beres. Hal itu begitu menggangguku meski aku berusaha membuang ketidak pastian itu jauh-jauh. Tapi hati tak bisa bohong, bagaimana kalau firasatku itu benar, aku tak mau kehilangan seseorang yang kucintai dengan cara seperti ini, aku tak mau tak ada di sisi orang yang aku sayangi saat ia membutuhkanku.

Mungkin ayahku sekarang sedang sakit atau ada hal buruk lain yang tak berani ia katakana langsung padaku lewat telepon, hingga ia hanya sedikit merayuku saja agar aku bisa segera pulang. Tapi aku tak bisa begitu saja menjenguk orang tuaku dengan hanya bermodalkan firasat, apalagi keadaanku belum pulih benar, mereka pasti akan khawatir bila aku pulang dalam keadaan wajah penuh luka dan lebam seperti sekarang.

Aku anggap keadaan yang memang mamaksa aku harus tetap tinggal, dan keputusan ini bukan keinginanku, tapi kehendak Allah yang mentakdirkan aku bonyok di saat ayahku mengisyaratkanku untuk segera pulang.

Tapi baru bebebrapa hari saja berlalu giliran ibuku yang menelepon,

"Hallo, A?"

"Ia mah?"

Begitu mendengar suaraku, ibuku terdengar seperti sedang menahan tangis, kalimat-kalimat yang ia ucapkan terpotong-potong oleh nafas yang seperti sedang sesak.

"A, bapak sakit. Kalo bisa Aa pulang ya"

"Bapak sakit apa?"

"Bukan sakit parah, tapi pokonya kamu pulang aja secepatnya"

"Jangan buat Aa khawatir dong mah, bilang aja, bapak sakit apa?"

"Bapak kena stroke, tapi kondisinya gak terlalu parah kamu jangan khawatir, pulang secepatnya ya"

Ternyata firasatku itu benar bahwa di telepon malam itu ia menyembunyikan sesuatu dariku. Ia tak ingin membuatku khawatir dan lebih memilih menyembunyikan sakitnya yang belum separah sekarang. Meskipun ibuku mengatakan kondisinya tidak begitu parah tapi aku tahu betapa mengerikannya penyakit yang sedang di derita ayah saat ini. Aku tak punya pilihan lain kecuali segera pulang walaupun dengan kondisiku belum pulih.

Hari itu juga aku meminta izin kepada Rendi untuk mengambil cuti selama seminggu agar aku bisa menengok ayahku yang sedang sakit, dan dengan tanpa pertimbangan ia begitu saja memberikanku izin tersebut. Segera kukemas barang-barang ke carrierku yang sudah lama menganggur itu dan bersegera berangkat menuju stasiun lempuyangan.

Hatiku sudah tak sabar ingin segera memastikan keadaan ayah. aku tak bisa membohongi diriku sendiri bahwa firasatku merasakan apa yang terjadi lebih buruk dari apa yang di katakana ibu di telepon, aku tak kuasa jika membayangkan sesuatu yang buruk itu benar-benar terjadi, aku tak mau membayangkannya walau hanya sedikit, tapi aku tak bisa mengendalikan bayangan-bayangan yang berseliweran di kepalaku itu, aku takut ibu berbohong, bagaimana kalo kata rindu, sayang dan permintaan maaf yang ayah utarakan padaku di malam itu adalah kata-kata terakhirnya padaku. Ya Allah aku mohon jangan sampai itu terjadi.

Sambil menunggu kereta di kursi tunggu stasiun Lempuyangan ini aku tertunduk menyembunyikan air mata dari orang-orang yang hilir mudik dengan urusannya masing-masing, aku tak sanggup membayangkan hal buruk itu. Dalam hati aku terus berdoa agar apa yang ku takutkan itu tak terjadi.

Sembilan jam perjalanan Jogja menuju Bandung itu terasa lebih lama dari perjalanan yang sama saat pertama kali aku datang ke kota ini, mungkin karena rasa hatiku yang kelewat gundah, sementara tida ada yang bisa kulakukan kecuali hanya duduk dan menunggu kereta itu sampai di Bandung, kadang aku berjalan menyusuri gerbong lain tanpa tujuan yang jelas, hanya sekedar mencoba untuk mengusir prasaan mengganggu itu, yang pada akhirnya juga tak berhasil. Aku sama sekali tak berhasrat melakukan sesuatu apapun di kereta ini kecuali berdoa dan menenangkan hati dengan membaca Al Qur'an pocket yang selalu kubawa tapi jarang kubaca itu.

LAKI LAKI BIASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang