7

29 5 7
                                    

Kali ini Eloise menyantap makan siangnya bersama dengan Caroline. Caroline ternyata pribadi yang cukup menyenangkan. Mereka memiliki beberapa kesamaan dan salah satunya adalah mereka sama-sama suka membaca buku. Sesekali mereka berbincang mengenai buku favorit mereka masing-masing.

Caroline ternyata berasal dari Ohio, sama seperti dirinya. Caroline baru pindah ke kota ini sekitar lima tahun yang lalu, bersama dengan kedua orang tuanya dan juga adik perempuannya.

Eloise begitu ingin bertanya padanya mengenai mengapa ia bisa berada di sini, namun ia mengurungkan niatnya. Ia rasa itu pertanyaan yang cukup sensitif dan ia tidak ingin menyinggung perasaan Caroline.

"Jadi, bagaimana?" Tanya Caroline. "Apa tempat ini membuatmu bosan?"

"Sangat," Eloise tertawa kecil. "Bagaimana kau bisa bertahan di tempat seperti ini selama dua minggu?"

Caroline tertawa. "Aku sangat senang bisa bertemu denganmu. Aku menghabiskan dua minggu di sini sendirian dan itu amat sangat membosankan,"

"Apa aku boleh bertanya sesuatu?" Tanya Eloise. "Jika kau tidak keberatan?"

"Tentu,"

"Mengapa kau bisa ada di sini?" Eloise menatap Caroline dengan was-was, memperhatikan ekspresi wajahnya ketika ia menanyakan hal itu padanya.

Eloise pikir jika Caroline akan merasa tersinggung dengan pertanyaannya barusan, namun Caroline hanya tersenyum kecil lantas berkata, "Aku menderita gangguan kecemasan,"

Eloise hanya mengangguk tanpa bertanya apapun lagi. "Dan kau?"

Ia memperlihatkan pergelangan tangannya dari balik lengan baju panjangnya. Ia lebih menyukai baju lengan panjang daripada kaos berlengan pendek karena baju lengan panjang membantunya untuk menutupi semua luka yang berada di tangannya. "Aku berusaha mengakhiri hidupku dan ibuku mengetahuinya,"

Caroline mengangguk-anggukan kepalanya. "Lalu ibumu membawamu kemari,"

"Ya,"

"Aku senang kau masih tetap hidup,"

Entah mengapa ucapan Caroline membuat kedua mata Eloise menjadi panas. Ucapan Caroline membuatnya ingin menangis dan ia tidak mengerti mengapa. "Terima kasih,"

Eloise mengesampingkan nampan yang berada di hadapannya ketika semua makan siangnya sudah di lahap habis olehnya. "Apa jadwalmu selanjutnya?" Tanya Caroline.

"Kelas keterampilan," Ucap Eloise. "Apa artinya itu?"

"Mereka akan mengajarimu melukis, menggambar, merajut, dan semua hal lainnya," Saut Caroline.

Eloise mengernyitkan dahinya. "Itu terdengar sangat membosankan,"

Caroline terkekeh. "Kau akan menyukainya,"

"Apa itu juga jadwalmu selanjutnya?" Caroline mengangguk. "Baiklah, kita bisa pergi ke kelas itu bersama."

Suara lonceng berbunyi dengan nyaring, menandakan jika jam makan siang sudah selesai. Eloise meneguk segelas air putih sebelum ia dan Caroline beranjak dari tempat duduk mereka masing-masing. Eloise tidak mengerti mengapa mereka mempunyai kelas keterampilan di tempat seperti ini? Ini bukan sekolah. Dan lagipula kelas keterampilan terdengar begitu membosankan baginya.

Ketika mereka telah sampai, kelas keterampilannya sudah dipenuhi dengan beberapa orang. "Ayo,"

Caroline menarik lengan Eloise agar ia mengikutinya. Mereka duduk pada sebuah meja yang berada di pojok ruangan. Eloise memperhatikan sekelilingnya, menatap orang-orang yang tengah asyik mengobrol dengan orang yang berada di sampingnya. Eloise mengambil napas panjang lantas menghembuskannya dengan perlahan.

Seharusnya ia mengajak Caroline untuk bolos dari kelas ini.

                               \ \ \ \ \

Hari ini waktunya Eloise bertemu dengan Susane. Ia langsung disambut dengan hawa dingin begitu ia melangkahkan kakinya ke dalam ruangan Susane. Susane tengah duduk di kursinya, sambil mengetikkan sesuatu pada komputer yang berada di hadapannya. Ia mendongakkan kepalanya ketika menyadari kehadiran Eloise.

"Duduklah," Ucap Susane seraya mengambil sebuah map berwarna biru muda. "Eloise. Bagaimana kabarmu?"

"Aku baik,"

"Apa kau masih memiliki keinginan untuk menyakiti dirimu sendiri?" Tanya Susane.

"Kurasa tidak,"

Susane tersenyum. "Itu bagus. Kau harus menyayangi tubuhmu sendiri," Lalu ia kembali mengetikkan sesuatu pada komputernya. "Bagaimana perasaanmu?"

"Apa?"

"Maksudku, apa yang kau rasakan hari ini?"

Eloise tidak merasakan apapun hari ini. Tidak ada sesuatu yang spesial hari ini. Apa yang seharusnya Eloise rasakan? "Aku merasa.. biasa saja."

"Apa kau tidur cukup?"

Tidak. Biasanya ia tidur cukup larut. "Ya,"

Eloise menghela napasnya. Ia sudah merasa bosan dengan semua pertanyaan Susane. "Bagaimana hubunganmu dengan ibumu?"

Eloise tidak tahu apa yang harus ia katakan. Ia tidak terlalu dekat dengan ibunya. Ia lebih dekat dengan mendiang ayahnya  "Tidak cukup dekat,"

"Mengapa?"

"Karena ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya,"

"Apa yang kau lakukan jika kau sedang marah atau sedih?"

"Menyakiti diriku sendiri,"

Susane menautkan kedua jemarinya. "Kau tidak menceritakannya pada siapapun? Termasuk ibumu?"

Eloise menggelengkan kepalanya. "Aku lebih suka memendamnya,"

"Kau tahu jika itu tidak baik, bukan? Kau bisa melampiaskannya pada hal lain selain menyakiti dirimu sendiri,"

"Aku tahu,"

"Bagaimana hubunganmu dengan ayahmu?"

"Aku sangat dekat dengannya. Aku bisa menceritakannya mengenai apapun,"

Susane menuliskan sesuatu pada map biru yang berada di tangannya. "Kau harus mulai terbuka pada ibumu. Aku yakin jika ia akan senang jika kau bisa bercerita dengannya dibandingkan dengan kau menyakiti dirimu sendiri,"

"Aku akan coba melakukannya,"

Susane mengambil secarik kertas kosong lantas menuliskan sesuatu di atas kertasnya. "Ini resep obatmu dan kita akan bertemu dua minggu lagi,"

Eloise menatap secarik kertas yang kini sudah berada di tangannya. "Terima kasih,"

Susane hanya tersenyum, menatap Eloise yang beranjak dari kursinya lantas berjalan keluar dari ruangannya.

|

kelas keterampilan wkwkwk aku ngarang aja 😔

anyway...

aku minta saran bacaan tentang justin/harry karena aku butuh bahan bacaan baru 😔 kalian mau drop cerita kalian di komen juga boleeeh 🤗

Insane | Justin BieberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang