Ini akhir pekan. Eloise berencana untuk tidur sepanjang hari karena ia tidak memiliki jadwal apapun namun tentu saja Caroline mengacaukan rencananya. Ia datang ke kamar Eloise pagi-pagi untuk membangunkannya karena Caroline ingin berjemur di bawah sinar matahari pagi. Itu sebuah alasan yang konyol bagi Eloise. Caroline bisa berjemur di bawah sinar matahari tanpa dirinya, bukan?
Namun di sini lah Eloise sekarang. Duduk di sebuah kursi putih yang berada di tengah-tengah halaman belakang dengan Caroline yang berada persis di sampingnya. Caroline bahkan memejamkan kedua matanya seraya membentangkan kedua tangannya. Ia nampak begitu menikmati sinar mentari yang mengenai tubuhnya. Hal itu sepertinya bisa dimaklumi karena tidak setiap hari ia bisa merasakan hangatnya sinar mentari seperti ini.
"Apa kau sudah selesai, Caroline?" Tanya Eloise. "Apa kita bisa kembali ke kamar?"
Kedua mata Caroline terbuka secara perlahan. "Kita bahkan baru duduk di kursi ini selama lima menit, Eloise."
"Ini membosankan," Ucap Eloise. "Aku lebih memilih berbaring di ranjangku,"
"Ini terasa menyenangkan, kau tahu." Ujar Caroline. "Maksudku, di sini terasa begitu hangat dan udaranya terasa sangat segar, bukan?"
"Aku tahu, tapi ak-"
"Mengapa kau lebih suka menghabiskan waktumu di dalam kamarmu?" Tanya Caroline.
"Karena aku bisa berbaring di atas ranjangku,"
Caroline terkekeh. "Kau seharusnya-"
"Eloise?"
Omongan Caroline dipotong oleh seorang suster yang secara tiba-tiba menghampiri mereka berdua. "Ya?"
"Ibumu datang ingin mengunjungimu,"
Eloise mengernyit bingung. Ibunya datang begitu pagi hari ini. Biasanya ibunya datang mengunjunginya pada saat jam makan siang. "Baiklah,"
Eloise dan Caroline saling bertukar pandang sejenak sebelum akhirnya Eloise berjalan mengikuti suster yang kini sudah berada cukup jauh di depannya. Ketika mereka telah sampai, susternya hanya tersenyum lantas meninggalkan Eloise sendirian. Eloise menghela napas panjang sebelum membuka pintu dihadapannya.
Ibunya, yang sedari tadi terus menundukkan kepalanya langsung mendongak ketika ia mendengar suara langkah kaki yang berjalan mendekat ke arahnya.
"Hai, mom." Eloise lantas duduk. "Bagaimana kabarmu?"
"Aku baik," Jawab ibunya. "Apa kau merasa lebih baik sekarang?"
Eloise mengangguk. "Ya, kurasa itu karena obat-obatannya."
"Aku senang mendengarnya," Ucap ibunya. "Aku membawakan sesuatu untukmu,"
Ibunya lantas mengeluarkan sebuah kotak makan berukuran sedang dari dalam tas kain yang ia bawa. Dari aromanya, Eloise tahu persis apa isi dari kotak makan itu tanpa harus melihat isinya.
"Aku membuatkan spaghetti untukmu," Ucap ibunya. "Itu masih hangat,"
Salah satu makanan kesukaan Eloise. Perutnya baru saja diisi beberapa menit yang lalu namun kini ia kembali merasa lapar begitu mencium aroma spaghetti kesukaannya. Eloise sudah tidak sabar untuk menyantapnya.
"Terima kasih, mom."
Ibunya terdiam sejenak. Eloise hanya memandang ibunya dengan tatapan bingung. Ibunya terlihat berbeda hari ini. Sepertinya ada sesuatu yang mengganggu pikirannya dan Eloise rasa itu masalah pekerjaannya.
"Apa semuanya baik-baik saja, mom?"
"Ya," Ibunya tersenyum kecil. "Apa kau sudah mulai menyukai tempat ini?"
Menyukai tempat ini? Bagaimana bisa? Sepertinya sampai kapan pun Eloise tidak akan pernah bisa menyukai tempat ini. Eloise tertawa. "Tidak, tapi kurasa aku sudah mulai terbiasa dengan tempat ini."
"Ada sesuatu yang ingin kubicarakan padamu," Ucap ibunya.
Mengapa nada bicaranya kini terdengar begitu serius? "Dan apa itu?"
"Mereka memindahkanku,"
Jadi, sedari tadi hal yang menganggu pikirannya adalah itu? Eloise sudah menduganya jika ini pasti menyangkut pekerjaannya. "Okay.. lalu?"
"Kau akan ikut pindah denganku,"
Eloise tidak mengerti. "Apa?"
"Mereka memindahkanku ke luar kota, dan kau akan ikut pindah denganku."
Bagaimana bisa Eloise ikut pindah ke luar kota dengannya? Pengobatannya di sini pun belum selesai. "Tapi terapiku belum selesai,"
"Aku tahu," Ucap ibunya. "Aku yang akan mengurus semuanya,"
"Aku tidak bisa pindah ke luar kota begitu saja," Eloise berujar. "Aku masih ingin berada di sini,"
Ini semua terasa begitu tiba-tiba. Tidak, ia tidak bisa pergi dari sini. Ia.. ia tidak ingin meninggalkan Justin. Atau pun Caroline. Ia tidak ingin meninggalkan mereka berdua. Ia tahu ini akan terdengar gila tapi ia ingin berada di sini. Ia tidak ingin pergi kemana pun.
"Kita akan pindah ke Boston. Kau akan melanjutkan terapimu di sana,"
Mengapa ia bisa mengucapkan itu dengan begitu mudah? Apa ia tidak tahu jika Eloise membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa beradaptasi dengan tempat ini. Jika ia pindah, itu berarti ia harus memulai semuanya lagi dari awal.
"Tidak, mom. Aku tidak ingin pindah,"
"Eloise, aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian disini. Kita bisa memulai semuanya lagi dari awal di sana,"
Eloise merasakan kedua matanya mulai memanas. Ia bahkan tidak mengerti mengapa ia begitu ingin menangis saat ini.
"Kapan?"
"Pekan depan," Jawab ibunya. "Aku akan mengurus semuanya agar kau bisa melanjutkan terapimu di sana,"
Pekan depan? Itu sangat tiba-tiba. Eloise tidak mampu berkata-kata. Ada begitu banyak hal yang berkecamuk di kepalanya saat ini. Ia tahu jika ia membenci tempat ini namun disatu sisi ia merasa berat hati untuk meninggalkan tempat ini. Ibunya beranjak dari tempat duduknya lantas menghampiri Eloise yang kini mulai menitikkan air matanya. Ibunya merangkul lembut tubuh Eloise sambil sesekali mendaratkan sebuah kecupan hangat.
"Aku tahu ini semua tidak mudah bagimu, tapi semuanya akan baik-baik saja."
Bagaimana bisa semuanya akan baik-baik saja? Meninggalkan tempat ini berarti ia akan meninggalkan Caroline dan juga Justin. Bagaimana jika ia tidak akan pernah bisa bertemu Justin lagi jika ia telah pindah nanti? Apa ia masih bisa menemui Justin jika ia telah berada di Boston? Kepalanya tiba-tiba terasa pusing memikirkan itu semua. Ia ingin segera kembali ke kamarnya.
"Aku ingin beristirahat,"
Ibunya melepaskan pelukannya. "Baiklah, aku akan menemui Susane untuk membicarakan hal ini."
Eloise mengangguk. Mengapa ini semua terasa seperti mimpi buruk baginya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Insane | Justin Bieber
FanfictionJustin jatuh hati pada Eloise; seorang gadis yang harus menghabiskan musim panasnya di sebuah tempat rehabilitasi. Justin tahu perasaannya sia-sia karena ia tidak akan pernah bisa bersanding dengan Eloise. Tidak sekarang, esok dan selamanya.