Layaknya sebuah film, bayang-bayang mengenai apa yang terjadi semalam terus berputar di benak Eloise. Ia masih tidak menyangka jika semalam Justin menciumnya. Itu masih terasa seperti mimpi baginya. Ia berusaha keras untuk tidak terlalu memikirkan hal itu. Namun semakin ia berusaha untuk tidak mengingatnya, bayang-bayang itu justru muncul semakin kuat.
Ia menutup wajahnya dengan buku yang sedang ia baca sambil sesekali mengambil napas panjang. Ia tidak mungkin menyukai Justin, bukan? Bagaimana mungkin ia bisa menyukai seseorang yang ia kenal dalam waktu kurang dari satu bulan? Itu terasa terlalu cepat baginya.
Ia tidak tahu apa yang akan ia lakukan jika ia bertemu dengan Justin nanti. Setelah kejadian semalam, Justin langsung pergi pamit menuju kamarnya, meninggalkan Eloise yang masih berusaha untuk mencerna semuanya. Ia bahkan hampir terjaga semalaman karena hal itu. Ia yakin jika ia bertemu dengan Justin nanti, suasananya akan menjadi sedikit aneh. Ia belum siap untuk bertemu dengan Justin. Tidak setelah apa yang terjadi semalam.
"Eloise? Apa kau ada di dalam?"
Eloise menyingkirkan buku yang sedari tadi berada di wajahnya. "Ya, masuklah."
Pintu kamarnya terbuka secara perlahan, lalu muncul Caroline di balik pintu seraya tersenyum lebar ke arah Eloise. "Aku ingin mengembalikan buku milikmu,"
Caroline dan Eloise sama-sama menyukai buku. Begitu tahu Eloise mempunyai beberapa buku di kamarnya, Caroline langsung bergegas menuju kamar Eloise lantas meminjam salah satu buku Eloise. Caroline merasa bosan dengan buku-buku yang berada di perpustakaan. Ia merasa bersyukur karena Eloise mempunyai selera buku yang sama sepertinya.
"Apa aku boleh meminjam bukumu yang lain?" Tanya Caroline seraya menyodorkan buku yang berada di tangannya pada Eloise.
"Tentu saja,"
Caroline menarik kursi kayunya ke belakang, lantas langsung duduk begitu saja. Ia melihat-lihat sejenak tumpukan buku yang berada di hadapannya sebelum akhirnya menjatuhkan pilihannya pada sebuah buku bersampul biru langit. "Kau tidak memiliki jadwal apapun?"
Eloise menggeleng. "Aku tidak memiliki jadwal apapun hari ini,"
"Kau sangat beruntung," Caroline mendengus. "Aku baru saja keluar dari ruangan Susane,"
Eloise terkekeh. "Susane sedikit membosankan, bukan?"
"Ia sangat membosankan," Ucap Caroline. "Kau ingin ke kafetaria bersamaku? Sebentar lagi jam makan siang,"
"Tentu,"
Eloise meletakkan bukunya di atas ranjang begitu saja lantas beranjak dari tempat tidurnya. Ia menutup rapat pintu kamarnya terlebih dahulu sebelum ia dan Caroline pergi ke kafetaria yang berada di lantai satu.
Begitu sampai di kafetaria, ia dan Caroline langsung mengambil sebuah nampan kosong lantas berbaris untuk mengambil jatah makan siang mereka. Kafetarianya mulai ramai. Dan tanpa Eloise sadari, sedari tadi ia terus mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kafetaria. Memperhatikan setiap orang yang berada di ruangan ini namun apa yang ia cari tidak dapat ia temukan dan itu membuatnya sedikit kecewa.
"Terima kasih," Ucap Eloise saat salah seorang suster menaruh makan siangnya di atas nampan kosong miliknya.
"Sebelah sini,"
Eloise mengikuti Caroline dari belakang tanpa mengatakan apapun. Ia tidak dapat menemukan Justin. Ia sudah berada di kafetaria lebih awal dan ia masih tidak menemukannya. Apa Justin masih berada di kamarnya?
"Apa semuanya baik-baik saja?" Tanya Caroline begitu mereka sudah duduk di kursi mereka masing-masing.
"Ya,"
Caroline nampak ragu dengan jawaban Eloise namun ia tidak bertanya lebih jauh lagi. "Baiklah,"
Mereka mulai menyantap makan siang mereka. Sesekali Eloise melirik ke arah pintu masuk kafetaria, berharap menemukan Justin namun hasilnya nihil. Ia bahkan tidak mengerti mengapa ia begitu ingin melihatnya di kafetaria ini.
"Baiklah, Eloise, ada apa?" Tanya Caroline yang membuat perhatian Eloise teralihkan. "Apa kau mencari seseorang?"
"Apa? Tidak. Aku tidak mencari siapapun," Eloise menunduk, menghindari tatapan mata Caroline yang menatapnya tajam.
"Aku melihatmu memperhatian setiap sudut ruangan ini," Ucap Caroline. "Siapa yang kau cari?"
"Bukan siapa-siapa," Jawab Eloise cepat.
Caroline hanya menatap Eloise seraya mengangkat sebelah alisnya. "Seorang pria, bukan?"
Eloise hampir saja tersedak begitu mendengar ucapan Caroline. Bagaimana bisa ia tahu? "Apa yang kau bicarakan?"
"Oh, ayolah. Kau tidak perlu berbohong padaku," Caroline terkekeh. "Beritahu aku,"
Eloise meneguk segelas air putih yang berada di hadapannya seraya menatap Caroline yang kini tengah tersenyum lebar ke arahnya sambil menopang dagunya dengan kedua tangannya. Mengapa ia terlihat begitu bersemangat?
"Baiklah, kau benar."
"Aku tahu itu,"
"Apa ini terdengar aneh jika aku menyukai seorang pria yang baru ku kenal selama dua minggu?" Tanya Eloise.
"Tentu saja tidak," Saut Caroline. "Mengapa kau bisa berpikir demikian?"
Eloise mengangkat kedua bahunya perlahan. "Tidakkah menurutmu itu terlalu cepat?"
"Oh, ayolah, Eloise. Kau tahu apa yang mereka katakan?" Gumam Caroline. "Cinta datang di waktu yang tepat,"
Eloise hanya tertawa mendengar ucapan Caroline. Entah mengapa ucapannya barusan membuat Eloise merasa sedikit geli. "Kau terlalu banyak membaca buku,"
Caroline mengibaskan tangannya di udara. "Apa ia juga pasien di sini?"
Eloise mengangguk. "Ya,"
"Jadi siapa pria itu?"
Eloise menggigit bagian dalam pipinya. Entah mengapa kini kedua pipinya mulai memanas. Ia merasa malu untuk menceritakan semuanya pada Caroline. Ia tidak terbiasa untuk membicarakan masalah seperti ini dengan orang lain, termasuk kedua orang tuanya. Caroline sudah berada di sini lebih lama darinya. Eloise rasa ia mungkin mengenal Justin.
"Justin," Gumam Eloise. "Apa kau mengenalnya?"
Caroline diam sejenak. Ia nampak tengah berpikir. Eloise tidak tahu apa yang sedang ia pikirkan. Eloise rasa ada sesuatu yang salah karena ia melihat Caroline mengernyitkan dahinya. Mengapa Caroline nampak begitu kebingungan? Apa ada sesuatu yang salah dengan ucapan Eloise barusan? Setelah diam selama beberapa saat, Caroline akhirnya membuka suaranya.
"Tidak ada pasien bernama Justin di sini,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Insane | Justin Bieber
FanfictionJustin jatuh hati pada Eloise; seorang gadis yang harus menghabiskan musim panasnya di sebuah tempat rehabilitasi. Justin tahu perasaannya sia-sia karena ia tidak akan pernah bisa bersanding dengan Eloise. Tidak sekarang, esok dan selamanya.