Mohon maaf typo merajalela 😁
.
.
Pusat perbelanjaan hari itu terlihat lebih ramai dari biasanya. Nafisa yang sebelumnya hanya berbelanja ditukang sayur keliling harus berdesak-desakan dengan pengunjung pusat perbelanjaan lain dalam memilih sayuran segar. Saat Nafisa sedang melihat ke sekeliling, Nafisa tidak sengaja melihat pria berjaket hitam sedang mencoba untuk mengambil dompet seorang wanita yang sedang menggendong anaknya. Seketika saat itu juga Nafisa memegangi tangan pria berjaket hitam sehingga wanita yang akan menjadi korbannya terkaget-kaget."Mas mau mencuri yah?" Selidik Nafisa, yang membuat semua orang mengalihkan pandangannya pada Nafisa dan pria berjaket hitam.
"Enggak kok Mba," jawab pria berjaket hitam.
"Pak tolong dibawa ke satpam terdekat. Tadi Masnya mau ngambil dompet punya Mba ini."
"Ayo Mas ikut saya, dari pada nanti jadi panjang."
Salah seorang penjaga kedai sayur membawanya pergi. Sementara wanita yang akan menjadi sasaran pencopetan itu hanya gemetar, memeluk anaknya yang masih balita.
"Mba gak apa-apa?"
"Enggak apa-apa."
"Maaf Mba, coba cek dulu dompetnya."
Wanita itu mengecek dompetnyayang masih utuh.
"Terima kasih Mba."
"Sama-sama."
"Saya Tami."
"Nafisa."
"Mba sering belanja ke pusat perbelanjaan sayur juga?"
"Ini pertama kalinya saya belanja di sini Mba."
"Mba baru tah tinggal di sini?"
"Iya Mba, saya baru pindah. Biasanya sih suka ada tukang sayur lewat depan komplek. Hanya saja beberapa hari ini tidak pernah terlihat, saya tanya ke tetangga katanya ada pusat perblanjaan sayuran gitu, jadi ya... Saya cari lewat maps."
"Mba... Mba... Ada-ada saja, Mba tinggal di komplek sebelah mana?"
"Mekar sari Mba."
"Wah, kebetulan sekali saya juga tinggal di komlek itu loh Mba. Di ujung gang B."
"Yaa Alloh itu sih gang rumah saya."
"Saya nomor 30."
"Saya nomor 27."
"Walah kok ya kebetulan gini yah?"
"Iya Mba."
"Ayok Mba kita belanja bareng."
Semenjak pertemuannya dengan Tami, Nafisa merasa memiliki teman kembali. Pasalnya setelah menikah dengan Hanan dan pindah rumah, Nafisa seakan jauh dari teman-temannya. Nafisa hanya bisa menghubungi lewat media sosial, sedang dengan Tami, Nafisa bisa ngobrol dan berbelanja bersama.
***
Pekerjaan sebagai seorang direktur utama di sebuah perusahaan tidak membuat Hanan haus akan kehormatan, ini dibuktikan dengan kierjanya yang sering terlibat langsung dengan para pegawainya.Seperti malam itu, Hanan mendapat laporan bahwa mesin produksi menalami kerusakan sehingga ia harus meninggalkan Nafisa sendirian. Hanan pergi mengecek dan memperbaiki mesin yang rusak agar esok dapat dipergunakan kembali. Sesekali saat pria berperawakan tinggi itu sibuk dengan pekerjaannya, ia melihat ke arah ponsel yang dibawanya, berharap mendapatkan notifikasi dari seseorang. Tangan kekarnya mulai menari di atas layar ponsel dengan raut wajah yang khawatir, tiba-tiba seseorang berlarian kearahnya.
"Pak di bagian pengemasan barang ada seorang karyawan yang pingsan."
"Memangnya hari ini ada jadwal lembur?"
"Iya Pak. Kemari, pihak marketing menaikan target."
"Ya sudah kita kesana. Pak tolong di cek ulang agar besok mesinnya bisa dipergunakan kembali, saya akan melihat karyawan yang pingsan terlebih dahulu."
"Baik Pak." Jawab pria berepala plontos yang sedang fokus menatap layar komputer.
Hanan dan seseorang yang mengabari berita itu pun pergi menuju gudang bagian pengemasan barang. Di sana sudah tergeletak seorang karyawan yang sedang dikerumuni oleh beberapa karyawan lain.
"Hei bubar! Bubar!" Titah Aldi, orang yang mengabari Hanan tadi.
Saat karyawan lain menepi, Hanan terdiam melihat waah karyawan yang sedang tergeletak tersebut.
"Pak? Pak Hanan?"
"Ah iya... Aldi kenapa?" Jawab Hanan kikuk.
"Bagaimana kalau kita bawa saja ke klinik terdekat Pak."
"Boleh. Kamu gendong, saya akan siapkan mobil."
"Baik Pak."
Hanan dan Aldi membawa karyawan tersebut ke klinik terdekat.
"Bapak haus?"
"Lumayan."
"Kalau begitu saya keluar dulu Pak."
"Iya Di."
Sepeninggal Aldi, karyawan yang pingsan tadi perlahan membuka matanya dan...
"Hanan?"
Hanan terdiam, bibirnya bungkam.
"Hanan."
"..."
"Hanan."
Saat suasana dalam ruangan klinik itu sedang dingin, tiba-tiba Aldi datang.
"Pak minumannya hanya ada ini saja." Aldi menyodorkan sebotol air.
"Untukmu saja, saya duluan."
"Hati-hati Pak."
***
Malam itu menjadi malam yang semerawut bagi Hanan. Dalam perjalan pulang, ia mengalami beberapa kali kemacetan karena adanya pohon tumbang, kabel listrik yang tiba-tiba jatuh dan beberapa kali terjebak lampu merah. Belum lagi ia dikejutkan dengan mesin produksi yang rusak, dan luka lama yang selalu ia sembunyikan perlahan mengelupas kembali mengiris hatinya yang sedang mencoba untuk sembuh.Sesampainya di rumah, Hanan melihat Nafisa yang sedang menatap ponselnya dengan gemetar, air matanya mulai berjatuhan. Hanan mengambil alih ponsel yang sedang Nafisa pegang. Terdapat kalimat salam dari ponsel tersebut.
"Fisa?"
Tangis Nafisa semakin menjadi kala Hanan menanyakan perihal orang yang mengirimkan kalimat itu pada akunnya.
"Kamu balas," titah Hanan, namun Nafisa hanya diam.
Hanan menscroll kiriman pesannya yang terdahulu, membacanya satu persatu dan memberikan ponsel itu kepada Nafisa. Dengan tangan yang gemetar dan bercucuran air mata, Nafisa membalas pesan tersebut.
[Assalmu'alaikum]
[Wa'alaikumsallaam]
[Wilujeung wwngi, apa kabar Fisa? Ummi sehat?]
[Alhamdulillaah, semoga keluarga di sana juga sehat]
[Aamiin, Fisa tolong maafkan saya]
Nafisa memberikan ponselnya pada Hanan. Ia sudah tak sanggup lagi berbalas pesan dengan orang tersebut.
[Maaf, saya merebut Afisa dari Akang]
Tak ada pesan lagi. Hanan keluar dari aplikasi berwarna merah itu, kemudia duduk lemas sambil memegangi ponsel Nafisa. Pesan-pesan Nafisa dan orang tadi membuat tubuhnya gemetar. Pandangannya menemukan Nafisa yang sedang melamun di pinggir tempat tidur. Hanan merasa dirinya telah tega, ia tak sanggup melihat guratan kesedihan di wajah Nafisa.
"Wilujeung dalu, Kakak ..."
.
.
.
.
.
Bersambung
.
.
.
Terima kasih sudah mampir, jangan sungkan untuk vote dan komen yah 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan Tak Tereja
Romance"Bagiku setiap pilihan adalah sebuah petualangan." (Nafisatul Jannah) . . "Kamu terlalu sempurna untuk aku duakan." (Muhammad Hanan) . . "Benar, akulah si pengecut itu." (Tsaqif Al-Farisi) . . "Seharusnya aku tak pernah ada dalam situasi ini." (Tami...