Pengakuan

5 1 0
                                    

Hanan dan Nafisa kini duduk berdampingan, menikmati malam yang kian larut dengan diam. Hanan berusaha menghilangkan groginya namun tetap saja bibirnya enggan untuk mengucap apapun. Sementara Nafisa, ia sibuk dengan perasaannya yang parau, matanya tak pernah ia alihkan dari ponsel yang berada di atas nakas.

"Fisa?" Hanan mulai memberanikan diri untuk mencairkan suasana.

"Iya Mas?"

"Maaf."

Nafisa membulatkan mata, beralih menatap Hanan yang sedang duduk di sampingnya.

"Saya telah memaksamu untuk menikah."

"Ini kan keinginan Fisa Mas, bukan paksaan dari siapapun."

"Bisakah kamu mencintai saya Fisa?" Suara Hanan semakin melemah, ia tertunduk menyembunyikan kesedihan yang tak bisa dibendungnya sejak tadi.

"Saya dulu pernah berniat untuk menikahi seorang perempuan, namum berakhir begitu saja."

"Kenapa Mas?"

"Dia menikah dengan orang lain."

"Tanpa memberi tahu Mas?"

"Iya. Dia pergi bekerja ke luar kota Fisa, kami hanya berhubungan via maya. Namun kemudian dia mengirimkan surat undangan pernikahannya tanpa penjelasan apapun."

"Boleh tahu siapa nama perempuan itu Mas?"

"Uti. Dia adalah tetangga saya dulu, kami lahir dan besar bersama-sama sampai akhirnya perasaan itu hadir. Saya tidak bisa mencegahnya teralu lama akhirnya saya mengutarakan kalau saya menyukainya."

"Dan Mba Uti juga menyukai Mas?"

"Bilangnya sih begitu, dia membutuhkan saya yang selalu berada di sisinya."

"Lalu, kenapa Mas dan Mba Uti tidak sampai menikah?"

"Di perantauan dia bertemu dengan seorang pria yang mungkin lebih menghargai dia dibanding saya, makanya dia menikahi pria tersebut."

"Kapan semua itu terjadi?"

"Tiga tahun yang lalu."

"Dan Mas masih mengingatnya?"

"Tidak, hanya saja kadang bayangan itu selalu menghantui saya."

"Mba Uti cinta pertama Mas?"

"Entahlah Fisa, hanya saja pertama kali saya memiliki rasa ya... Padanya."

Nafisa menahan sesuatu yang menghunus jantungnya, dia merasa kalau Hanan tidak adil. Hanan masih memiliki perasaan pada perempuan ain disaat ia sudah menikahi Nafisa, dan semua ini membuat Nafisa merasa menjadi perempuan bodoh yang sudah menerima laki-laki seperti Hanan.

"Tapi semenjak kita bertemu, semuanya berubah."

"Kita?"

"Mungkin kamu tidak menyadarinya."

"Kapan kita bertemu Mas?"

"Saya lupa. Hanya saja dulu kita pernah duduk berdampingan di dalam bus. Kamu duduk sambil menerima telpon dari seseorang tanpa memperhatikan saya."

"Oh ya? Bus yang akan membawa ke daerah mana?"

"Jawa Tengah."

Yaa Alloh... Batin Nafisa bergeming.

"Lalu setelah itu?"

"Saya selalu memikirkanmu."

"Mba Utinya gimana?"

"Dia sudah menikah Fisa."

"Maksud Fisa apakah Mas juga masih memikirkan Mba Uti setelah Mas bertemu dengan Fisa?"

"Masih, tapi kamu lebih mendominasi."

Nafisa terdiam. Bola matanya menampilkan mimik heran tanpa memperdulikan Hanan. Sedangkan Hanan mencondongkan wajahnya hingga jarak lima centi dari wajah Nafisa, menikmati wajah polos Nafisa yang sedang heran.

"Fisa?"

Nafisa tersadar, kini bola matanya mulai melebar melihat Hanan yang hanya berjarak lima centi dari wajahnya.

"Maukah kamu menemani saya untuk mengenal Alloh bersama-sama? Maukah kamu belajar untuk mencintai saya?"

Bugh!!!

Nafisa memeluk Hanan tanpa aba-aba. Sorot mata Hanan mampu menggetarkan hati Nafisa yang awalnya menyesal menerima pinangan laki-laki yang ada di hadapannya, Hanan yang gemetar menerima pelukan Nafisa dan menenggelamkan wajahnya pada bahu mungil Nafisa.

"Mas Hanan bisa nangis?" Nafisa bertanya sambil melepaskan pelukan dan menangkup wajah Hanan yang basah.
Hanan memalingkan muka, menyembunyikan air mata yang tiba-tiba jatuh.

"Tapi kok mukanya tetap datar sih? Padahal ini pipinya basah loh."

Nafisa kembali menangkup wajah Hanan dan kali ini Hanan diam, ia mulai menikmati setiap sentuhan yang diberikan Nafisa.

"Fisa?"

"Hmm..."

"Capek." Hanan merebahkan tubuhnya di atas kasur.

"Emang Mas Hanan abis ngapain?"

"Abis ijab." Jawabnya tanpa memperdulikan Nafisa.

Nafisa tersenyum. Kini ia akan memasuki dunia laki-laki tanpa ekspresi yang ada di hadapannya.

"Laki-laki yang tidur di hadapanku ini adalah suamiku Kak."
.
.
.
.
.
Bersambung
.
.
Terima kasih sudah mampir, jangan sungkan untuk tinggalkan vote dan komen ☺️

Perempuan Tak TerejaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang