31. Pengakuan

24.8K 1.9K 162
                                    

Tiada kata yang bisa Raya ucapkan, selain kata Wow. Tinggal di desa seminggu penuh, dan hanya keluar rumah jika sedang sekolah, jaringan ponsel jelek, fasilitas yang berada di rumah juga minim, membuat Raya bosan. Jadi, rencana mereka untuk liburan sejenak ke wisata air terjun, benar-benar surga bagi Raya.

Kemungkinan besar, jika dalam dua hari ia tidak keluar dari rumah, Raya sangat yakin ia pasti akan stress. Bayangkan, Raya yang tidak pernah diam dan tidak pernah menetap di tempat yang sama, tiba-tiba harus stay di tempat yang sama dan tidak bisa keluar sama sekali.

Bukankah liburan kali ini menjadi liburan yang ter wah bagi Raya, walau tidak di tempat-tempat mewah. Keuntungan yang mereka peroleh juga, ternyata tempat air terjunnya ternyata jarang di datangin oleh wisatawan. Tempatnya yang masuk ke dalam hutan, dan melewati lembah dan jurang, membuat orang-orang malas untuk datang. Namun tidak bagi Raya dan teman-temannya, bagi mereka ini sebuah tantangan yang harus mereka selesaikan.

Maka dari itu, saat mereka sudah sampai ke tempat tujuannya, Raya dan teman-temannya langsung membuka pakaian, dan terjun bebas ke bawah. Tubuh yang lelah dan lengket akibat perjalanan yang penuh tantangan, akhirnya terbayar sudah saat mereka melihat air terjunnya yang jauh dari ekspetasi mereka. Ini terlalu waw untuk di sia-siakan.

Raya, Anne, Lussie dan Marion sudah memakai bikini di balik baju mereka. Tanpa meminta izin pada Bima terlebih dahulu-ya walaupun Raya tidak tahu, untuk apa ia harus minta izin-Raya terjun bebas dari atas, setelah melepaskan semua pakaiannya, kecuali Bikini yang ia gunakan, tepat di depan teman laki-laki sekelompoknya. Begitu juga dengan Anne, Lussie dan Marion.

Bima syok? Tentu saja.

Laki-laki itu sampai membelalakan matanya melihat Raya yang hanya menggunakan bikini.

Sadar dari keterkejutannya, laki-laki itu mengeraskan rahangnya, saat menyadari ternyata semua teman-temannya melihat seluruh tubuh Raya. Walau sedikit mungil begitu, tetap aja Raya masih punya lekukan yang bisa menarik nafsu laki-laki. Apalagi ternyata, kulit yang selalu di tutupi oleh baju Raya, memiliki warna seputih susu yang merona, dan terlihat mulus.

Bima juga bahkan baru menyadari ternyata kulit Raya belang. Sehingga saat melihat kulit asli Raya, ia begitu terpukau.

"Ray!!!" kesal Bima terlambat saat gadis itu sudah terjun bebas.

"Mata kalian! Awas sampai gue lihat kalian natap lebih dari 2 detik" tekan Bima mengancam temannya.

Bibirnya semakin menggeram, saat melihat Raya yang sudah muncul ke permukaan air, dengan tubuh atasnya yang terpampang nyata.

Tidak ingin menyia-nyiakan waktu, Bima melapas semua Pakaiannya kecuali celana boxernya, dan ikut terjun bebas ke bawah, membuat cipratan air mengenai wajah teman-temannya.

Laki-laki itu segera berenang ke arah Raya, dan menutupi tubuh gadis itu dengan pelukannya.

"Ngapain pakai bikini sih?" kesal Bima saat mendapati tatapan bertanya Raya.

"Berenang ya pakai bikini lah. Kalau pakai piyama, bukan berenang namanya" dengus Raya. Gadis itu berusaha kabur dari jangkauan Bima, yang ngotot ingin menutupi tubuh atas Raya.

Tentu saja Bima tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Jiwa posessifnya tiba-tiba meronta keluar saat melihat Raya yang hanya menggunakan bikini. Ada perasaan tidak iklas saat orang lain menatap tubuh gadis itu.

Bermodalakn kenekatan, Bima kembali naik ke atas permukaan, dan mengambil kaus hitamnya yang tergeletak di tanah. Ia akan memaksa Raya untuk memakaikan kausnya. Dia tidak peduli jika Raya menolak. Bima jauh lebih keras kepala dari pada gadis itu.

"Pakai!!" geram Bima memeluk tubuh Raya erat. Salah satu tangannya berusaha memakaikan bajunya ke tubuh Raya. Gadis itu jelas menolak. Tidak ada orang di sini, dan hanya kelompok mereka, tapi kenapa Bima seakan-akan ia sedang menontonkan tubuhnya kepada orang banyak.

"Lo apaan sih. Guna gue pakai kaus lo apa? Gue mau renang bangsat!" kesal Raya dingin. Matanya memicing tajam melihat Bima yang masih dengan wajah datarnya.

Semua teman-temannya seketika diam, saat mendengar Raya marah. Kemarin, saat gadis itu memberikan sedikit pelajaran ke teman sekelasnya, Raya lebih dominant ke gila dan dingin. Namun, tampilan gadis itu sekarang benar-benar menyeramkan, keras dan menatap Bima dengan tatapan membunuh.

Bima memilih bungkam.

"Lo itu bukan siapa-siapa gue. Sadar diri!" desis Raya membuat Bima semakin mengeraskan rahangnya.
"Sudah Ray, kita lagi di hutan. Tolong ucapannya di jaga" ucap Bagas menengahi.

Raya pergi beranjak dari sana. Gadis itu memilih naik ke atas dan memakai pakaiannya kembali. Berjalan menuju arah datang tadi, Raya pergi begitu saja dan tidak menunggu teman-temannya lagi.

Sudah dikatakan bahwa Raya kini sedang di ambang batas stres, dan Bima menambahi kadar stress gadis itu. Membuat Raya jadi ingin menantang maut, menyalurkan emosinya. Walau itu tidak mungkin, apalagi karna mobil yang mereka gunakan kemari adalah mobil Bagas. Jika sesuatu terjadi dengannya di jalan, bagaimana teman-temannya akan pulang?
Ia memang terlalu kekanakan. Siapa bilang Raya sudah dewasa? Jika ia memang sudah dewasa, ia tidak akan pernah melakukan pemberontakan, tidak akan pernah membuat Papa dan Mamanya kesusahan lagi.

Raya tahu, bahwa sedari tadi ada yang mengikutinya dari belakang.

Bima.

Ia yakin orang itu adalah Bima. Kebiasaan Bima yang selalu memakai parfum berlebih, membuat Raya bisa menjangkau bau laki-laki itu berjarak 10 meter.

"Lo ngapain ngikutin gue?" tanya Raya kesal. Gadis itu bahkan tidak berniat untuk berbalik.

"Memastikan kamu baik-baik aja" jawab Bima lembut.

Raya berbalik, metanya mendelik sinis ke arah Bima. Tadi Bima bilang Kamu? atau Raya yang salah dengar.

Berhenti, Raya menatap Bima dengan tajam. Sedangkan Bima, laki-laki itu ikut berhenti dan memasukan kedua tangannya ke dalam saku celananya.

"Aku pengen kita ganti peran. Aku jadi kamu, kamu jadi aku. Aku yang berbuat seenaknya, sedangkan kamu berusaha menahan diri. Aku cuek, dan kamu yang perhatian. Terus kita lihat, apakah kamu akan sesabar aku?" ucap Bima menatap minik mata Raya dalam.

Raya memilih bungkam. Ia tidak tahu harus merespon apa, saat Bima sedang mode serius seperti ini.

Raya bisa melihat laki-laki itu menghembuskan nafas pelan. Kaki Bima kembali melangkah ke arah Raya, agar bisa menjangkau gadis itu.

"Dari awal cara aku memang sudah salah. Berusaha menjangkau kamu untuk gantiin posisi Irene. Nyatanya kalian berdua adalah gadis yang berbeda. Kamu punya cara tersendiri buat aku terjebak. Jadi sekarang aku harus bagaimana?" tanya Bima pelan. Tangannya terangkat ke atas, mengelus pipi Raya yang memerah. Matanya masih memandang Raya dengan lembut.

Raya terkekeh. Benar dugaanya. Dari awal Bima memandangnya dengan lain. Alasan pelet, atau jampi sungguh alasan yang tidak logis. Bagaimana Raya bisa percaya dengan pernyataan laki-laki itu selama ini.

"Gue sekarang percaya sama fellings gue, kalau lo memang sebrengsek itu" Raya diam sesaat. "gue selalu usaha buat enggak termakan semua omongan lo, berusaha enggak bakal sakit di kemudian hari. Ternyata rasanya tetap sakit ya, walaupun gue berkali-kali menyangkal semua perlakuan lo" lanjutnya tidak percaya.

Tangan Bima masih setia berada di pipi Raya, mengelusnya.

"Terakhir gue begini, cowok yang mempermaikan gue di gampar habis sama Bapak gue." gumam Raya terkekeh.

"Maaf" bisik Bima membawa Raya ke dalam pelukannya.

"Kalau begitu, biarkan gue egois" ucap Raya sambil menjauhkan tubuhnya dari jangkauan Bima.

Tbc

AZAB (DREAME)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang