Tak ada yang tahu kapan kamu akan patah hati? Tak ada yang bisa menghindari dan menjauhi. Hal itu akan terjadi, ketika kamu mulai mencintai seseorang. Terdengar tragis, namun begitulah nyatanya.
Selalu ada kesakitan dalam sebuah kebahagiaan. Bersyukurlah kamu masih bisa merasakannya karena banyak diluar sana orang yang tidak bisa merasakan hal itu karena mempunyai kelainan hati.
Pandanglah dari sisi positif, mungkin dari sakitnya hatimu itu sebuah ujian untuk menegarkan bahwa hidup tak selamanya manis dan ketika bahagiamu menghampiri itu sebuah peringatan bahwa hidup tak selamanya tentang masalah.
Begitupun yang dirasakan Rai saat ini. Bimbang tentang apa yang dirasakannya sekaligus bingung mengapa hal ini bisa terjadi.
Pria berumur 23 tahunan itu hanya duduk ditepi lapang. Memandang kosong ke arah lapangan melihat perfom dari organisasi narapala. Namun ia tidak begitu fokus kepada atraksi melainkan fokus kepada wanita yang memimpin atraksi yaitu Kaila. Ia memperhatikan setiap gerakannya, setiap ketawanya dan mendengarkan dengan jeli penjelasan yang keluar dari mulutnya seputar narapala.
Gemuruh tepuk tangan para siswa mampu membuat lapangan terasa hidup. Mereka merasa salut atas persembahan atraksi dari organisasi narapala.
"Bagiku narapala itu, bukan hanya sekedar organisasi pencinta alam namun juga tentang sebuah pembelajaran untuk menemukan jati diri yang sebenarnya. Dari narapala ini kita diajarkan supaya tidak egois ketika sedang menanjak gunung. Saling membantu teman yang kesulitan. Selain itu juga narapala tentang sebuah perjalanan untuk bisa mencapai tujuan, SELELAH APAPUN, SELETIH APAPUN KITA HARUS BISA SAMPAI MENUJU PUNCAK!" Seru Kaila menyuarakan arti dari organisasi narapala kepada semua siswa baru yang memperhatikannya.
Rai yang sedang duduk pun seketika tersenyum menyeringai mendengar penjelasannya. Seolah-olah sakit hati Rai memudar saat itu juga.
"Bisa bijak juga tu anak" Batin Rai yang masih memperhatikan kaila dari kejauhan.
"Apa lo menyukainya?" Arman duduk disebelah Rai, meletakkan segelas kopi disampingnya.
Rai menoleh menggeleng kuat-kuat sambil meneguk segelas kopi yang arman berikan.
Tiba tiba Rai memuntahkannya.
"Apa ini robusta?""Iya, kenapa? Ada yang salah?"
Rai meletakkan kembali kopinya dan menghela nafas. "Tidak apa-apa, namun gue tidak begitu suka"
Arman hanya mengangguk tak bisa memaksakan bagaimanapun juga setiap orang mempunyai selera kopinya masing-masing.
Perfom telah selesai. Kaila sangat bahagia melihat respon para siswa yang sangat antusias terhadap narapala. Kaila berlari tertawa menghampiri dua pria yang sejak sedari tadi menonton atraksinya.
"Bagaimana penampilan ku tadi?" Kaila bersemringrah menatap arman berharap arman mengatakan hal yang membuatnya terbang.
Namun Rai menyanggah mengomentari terlebih dulu. "Bagus, akan lebih bagus jika kamu memakai hijab"
Kaila mendesah melirik sinis kepada pria 23 tahunan itu.
"Iya, ada benarnya juga kata Rai" Arman sepakat menegaskan perkataan Rai.
"Oke deh lain kali aku akan pake hijab. By the way itu kopi siapa?" Mata kaila tertuju ke segelas kopi bekas tegukan Raihan. Dan tanpa permisi kaila meneguk kopi itu. Belum sempat kaila meminum Rai menyanggah-nya.
"JANGAN, jangan diminum. Itu kopi robusta mengandung asam klorogenat yang cukup tinggi sehingga tidak baik untuk lambung. Kamu mempunyai magh akut aku saranin jangan minum, itu berbahaya untuk kesehatan kamu"
Kaila menoleh, terdiam oleh suara Rai yang begitu meyakinkan. Belum pernah Rai berbicara semantap itu. Kaila hanya menatapnya.
"Bagaimana cowo es batu ini bisa tahu aku mengidap magh akut?"
Berbagai macam pertanyaan menghampiri kaila. Seseorang yang belum lama ia kenal tapi sangat mengerti dengan kondisi kesehatannya.
Kaila pelan-pelan meletakkan kopi itu. Dan menatap tajam pria yang ada dihadapannya.
"Apa lo para normal? Atau dukun? Atau psikolog, kalau psikolog sih ga mungkin karna biasanya psikolog itu keren-keren"
"Apa? Maksudmu?"
"Kenapa lo bisa se so-tahu itu tentang gue? Ah sudahlah tak ada gunanya berbicara dengan dia. Kak arman aku ke ruang OSIS dulu ya ada rapat siang hari ini"
"Oke. Hati-hati kai" Arman melambaikan tangan.
Kaila pun pergi begitu saja tanpa pamit kepada Rai. Orang yang sudah Memgantarkannya sekolah. Rai hanya diam menggeleng kuat-kuat melihat tingkah kaila.
"Apa lo anak fakultas kedokteran?" Arman bertanya penasaran atas asumsi rai semenit yang lalu.
"Bukan, gue cuma mahasiswa biasa" Rai menjawab santai.
"Kalo begitu, mari kita bersaing secara sehat" Arman mengulurkan tangannya.
Ada perasaan mengganjal didalam hati rai saat arman mengucapkan hal itu. Rai menyipitkan matanya tak paham apa yang dimaksud arman. "Bersaing? Maksudlo?"
"Gue tahu lo menyukai kaila begitupun gue. Jadi mari kita bersaing untuk bisa mendapatkannya dan membimbing dia menuju jalan yang benar, sepakat?"
"Tidak. Waktu gue terlalu sibuk untuk mengurus hal yang ga penting kaya gitu"
Jawaban rai mampu membuat arman tersenyum lega bahwa dia tidak akan mempunyai saingan untuk bisa mendapatkan hati kaila dan menikahinya.
Tanpa basa-basi raihan pergi begitu saja tanpa sepatah katapun padahal dia tidak begitu suka ketika arman ingin mencoba mendekati kaila.
"THANKS LO UDAH MEMPERMUDAH JALAN GUE UNTUK MENDAPATKAN KAILA" teriak arman yang melihat Rai sudah begitu jauh dari tempatnya.
Jlebb.
Seketika langkah kaki Rai terhenti. Ucapan arman membuat Rai berpikir bahwa kaila tidak boleh jatuh ke tangan laki-laki yang salah. Dia teringat akan ucapan ibunya kaila, bahwa bu Laila menginginkan calon menantu yang subhanallah sehingga bisa mengobati kaila yang astagfirullah.Tanpa berpikir panjang Raihan berbalik badan dan melangkah tegas ke arah arman.
"Lo bisa menikahi dia tapi ada satu syarat lo harus kalah dari gue" Rai menatap tajam mata arman. Bagaikan elang yang ingin memakan mangsanya.
"Its oke bro, gue anggap lo sanggup kita bersaing sehat. Tidak ada kekerasan, tidak ada permusuhan. Saingan murni, lo siap?" Arman tidak mau kalah dengan gerutu sikap Rai. Ia memasang wajah ganas terlihat api berkobar dimatanya.
"Sangat siap, BROTHER"
Saingan sengit diantara mereka sudah dimulai. Rai yang sedang sibuk didunia perkuliahannya harus bisa membagi waktunya dengan memperhatikan gadis berumur 17 tahunan itu agar tidak terjerumus ke pergaulan yang salah. Arman yang baru lulus pun seharusnya fokus untuk melamar pekerjaan namun keadaan berkata lain, pikiran arman memaksanya untuk merancang strategi agar arman bisa menikahi kaila.
Keduanya mempunyai niat yang baik untuk masa depan kaila. Namun, keduanya saling bersaing untuk bisa mendapatkannnya. Sebuah persaingan yang tak biasa, mereka yang sudah terbutakan oleh cinta menjadi saingan panas satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU, MASALAH DAN HIJRAH
Teen FictionKita tidak akan pernah tahu bagaimana jadinya jika kita hidup tanpa keluarga? Tanpa arahan yang baik dari orang tua? Kita juga tidak akan pernah tahu bagaimana jadinya jika kita hidup tanpa mendapatkan kasih sayang dari lingkungan? Namun satu hal y...