"🌝Chapter 5🌚"

122 10 4
                                    

Rey mendorong pintu rumahnya kasar, hari pertama sekolah sangat melelahkan baginya.

"Nak Rey sudah pulang" bi Inah tiba-tiba saja datang dan kembali menutup pintu yang didorong paksa itu.

"Iya bi"

Perempuan paruh baya itu menatap putra majikannya dengan tatapan miris. Dilihatnya kancing kemeja atas terbuka dua, baju yang dikeluarkan tanpa ada embel-embel dasi dan sabuk yang dikenakannya, ditambah raut wajah dan rambut yang berantakan.

"Baru pulang kamu? Kemana aja?" Seorang lelaki tegap dengan rahang yang tegas dan mata yang tajam tengah menatap Rey.

"Bukan urusan papah" Rey lalu berjalan melewati lelaki yang memiliki wajah tak jauh dari nya itu.

"Hey Reymon! jangan bertingkah seperti anak yang tidak papah sekolahkan"

Rey pun menghentikan langkahnya dan berbalik menatap papahnya.

"Kamu dari mana? Bukannya pulang sekolah jam empat?"

Rey menatap arloji ditangannya yang sudah menunjukkan pukul 19.40, namun ia tak kunjung juga menjawab pertanyaan dari Ryon.

"Kamu ga punya telinga ya? Liat penampilan kamu, seperti berandalan" Ryon sudah kesal dengan prilaku anak bungsunya ini.

"Rey cape mau istirahat" Balasnya dingin dan segera berlalu begitu saja.

Bi Inah yang menyaksikan keduanya hanya bisa tertunduk.

Ryon menggeleng-gelengkan kepalanya dan sedikit memijat pelipisnya "Dia memang sering seperti ini bi?"

"Tidak tuan. Nak Rey anak yang baik"

Rey memang tidak pernah membantah dan selalu bersikap sopan kepada bi Inah. Namun, soal penampilannya bi Inah tak bisa berbohong, Rey sepertinya memang sudah bermusuhan dengan kata rapi. Dan mengenai pulang telat, bi Inah tidak pernah tahu-menahu, karena dia hanya menemani Rey sampai sore saja.

Lelaki itu mengerti dengan hal yang dijelaskan pembantunya ini "Sepertinya saya harus memperkerjakan satu atau dua orang lagi dirumah ini, agar Rey bisa lebih terpantau"

Bi Inah mengerti dan segera pamit untuk menyiapkan makan malam.

Di dalam kamar, Rey mengacak-ngacak rambutnya, kepalanya terasa lebih berat. Mulut Rey terasa seperti kapas. Ia butuh air.

Diteguknya satu gelas air putih bening yang selalu tersedia di atas nakas. Rey memang sengaja menyuruh bi Inah untuk selalu menyediakan air putih di kamarnya.

Setelah menaruh gelas itu kembali, tiba-tiba saja Rey merasakan tubuhnya mulai dipenuhi keringat, padahal suasana di kamarnya cukup dingin untuk suhu tubuh yang normal.

"Gue kenapa?" Tanya Rey kepada dirinya sendiri.

Isi kepalanya terus berputar, mengingat kejadian sepekan lalu, dimana dia mulai mencoba lagi bermain dengan asap. Menghisap dan menghirupnya. Asap yang mampu membawanya melayang, menjanjikan kesenangan dan ketenangan.

"Sial!" Pekiknya, Rey meringis sembari terus memegangi kepalanya.

Suara ketukan pintu membuat Rey sedikit menoleh ke arahnya.

"Nak Rey makan malam"

Dari luar seseorang meletakkan telinganya ke punggung pintu.
Tak ada jawaban, bi Inah mencoba mengetuknya sekali lagi. Tak ada jawaban lagi. Perempuan tua itu memutuskan untuk turun, ia amat takut jika akan mengganggu putra majikannya ini.

Rey terus meringis tak mampu menjawab. Ia harus menemukan obat untuk meredakan sakit anehnya ini sebelum turun kebawah bertemu papahnya.

🌚🌝

Moon RumpangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang