"Mas, ada yang mau aku bicarakan." Kinan berdiri di belakang Arya yang sedang menyisir rambut. Suaminya itu baru saja mandi dan tengah bersiap-siap untuk ke bandara. Dia dan Ara juga sudah siap. Ya, mereka akan kembali ke Jakarta siang ini.
"Iya." sahut Arya lalu berbalik menatap sang istri yang malah menunduk. "Ada apa?"
Kinan memainkan jemari tangannya sendiri. Dia bingung mau mulai dari mana. "Anu, itu ...."
"Duh, Nan. Jangan anu-anu dong. Masih siang." serobot Arya sambil tersenyum aneh. Mendengar kata anu disebutkan oleh istrinya membuat pikirannya ke mana-mana.
Kinan mendongak dan terlihat bibirnya mengerucut sebal. "Aku serius, Mas." ucapnya lirih malah terdengar seperti sebuah rengekan di telinga Arya.
"Iya, apa? Dari tadi aku tanya, kamu jawabnya malah anu-anu." Arya memegang kedua pipi Kinan yang entah kenapa bisa memerah dan dia sangat menyukai itu. Dia suka saat pipi Kinan merona karena dirinya.
Wanita berpipi bulat itu menatap mata suaminya masih agak sungkan. "Aku mau pinjem uang."
"Apa? Pinjem?" tanya Arya tak percaya. Bagaimana bisa Kinan mengungkapkan ingin meminjam uang kepada suaminya sendiri. "Kamu ini ngomong apa, sih?"
Kinan kembali menunduk walaupun kedua pipinya masih ditahan oleh Arya. Rasa dalam hatinya sekarang menjadi sangat aneh. Dia sebenarnya tidak mau meminta pada Arya, tapi dia juga tidak sampai hati jika pulang ke Jakarta tanpa memberi sedikit uang pada ibunya. Bukan perihal sulit jika uang di tabungannya masih ada. Masalahnya semua uang miliknya sudah ia ambil untuk keperluan hajatan pernikahannya. Sejujurnya, dia juga sudah menolak saat ibunya akan mengadakan hajatan untuk merayakan pernikahannya itu. Namun, Kinan tidak bisa berbuat apa-apa ketika sang ibu berkata ingin merayakan pernikahan tersebut karena Kinan adalah anak perempuannya. Ibu Yanti ingin seperti orang tua lain yang bisa menikahkan anaknya seperti kebanyakan orang di tempat mereka tinggal. "Aku pengen ngasih ke Ibu, Mas. Tapi, aku udah nggak punya uang lagi. Di atm udah habis aku ambil buat biaya pernikahan."
Arya menghembuskan napasnya pelan. Ia mengangkat wajah Kinan agar istrinya itu mau menatapnya. "Kenapa nggak bilang dari awal? Aku dulu kan udah mau kirimin kamu uang. Tapi kamu nolak dan akhirnya malah jadi beban kamu sendiri, kan." ucap Arya tetap tenang. Walaupun dia memberi uang seserahan, tapi tetap saja jalurnya berbeda.
"Enggak. Udah jangan bahas itu lagi." tolak Kinan ingin mengalihkan pembicaraan.
"Berapa? Kamu mau ngasih Ibu berapa?" tanya Arya kemudian. Dia juga tidak mau memperpanjang masalah ini.
"Kalau satu juta, ada?" Kinan memberanikan diri untuk menatap Arya yang masih betah memegang kedua pipinya.
Arya lalu melepaskan tangannya dari pipi Kinan. Ia merogoh dompetnya di saku belakang celana yang ia pakai. Membuka dompet kulit berwarna coklat itu dan membukanya di depan Kinan. Tangan kanannya lalu mengambil semua uang tunai yang berada di dalam dompet. Menghitung lembaran-lembaran merah itu dengan disaksikan oleh Kinan. "Ini." ucapnya sambil memberikan lima puluh lembar uangnya pada sang istri. Arya menarik tangan kanan Kinan karena istrinya itu tak segera menerima pemberiannya.
Kedua mata Kinan membulat saat ada begitu banyak uang berada di tangannya. Dia lalu buru-buru menggeleng. "Nggak usah banyak-banyak, Mas. Satu juta aja."
"Di dompet aku cuma ada lima-lima. Ini yang lima ratus buat pegangan kita. Yang itu kamu kasih Ibu. Nggak usah protes!" tutur Arya dan kembali mengantongi dompetnya.
"Kebanyakan, Mas." seru Kinan masih menolak.
Arya kembali meraup kedua pipi Kinan. Menatap mata bulat istrinya itu lekat-lekat. "Nggak ada kata banyak kalau ngasih ke orang tua. Itu nggak seberapa dibanding Ibu yang udah ngerawat kamu dari kecil. Aku adanya lagi segitu, jadi ngasihnya segitu dulu, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Undesirable Baby 2 : With You
General FictionSekuel Undesirable Baby. "Mas!" "Sayangku, kan kita mau pacaran. Masa ngajak anak, sih." sahut Arya kala mendapat sambaran maut dari wanita berhijab coklat disampingnya itu. Kinan mengalihkan pandangannya, tak menatap Arya lagi untuk menyembunyikan...