Kinan duduk di sofa dalam ruangan Arya menunggu sang pemilik yang sedang rapat. Sudah satu setengah jam ia berada di sana dan ia tidak tahu harus melakukan apa selain memainkan ponsel baru yang beberapa minggu lalu dibelikan oleh suaminya itu. Ada beberapa makanan ringan dan minuman yang tersaji di hadapannya, sengaja disiapkan khusus untuknya. Tapi Kinan tak tertarik untuk makan makanan manis itu karena berat badannya sudah naik dan ia tidak mau jika sampai gendut. Tubuhnya sudah mulai merasa berat ketika beraktivitas.
Klik.
Wanita itu menoleh ke arah pintu karena mendengar suara dari sana. Tampak Arya yang masuk seraya tersenyum manis. Kacamata masih bertengger di hidungnya. Kesannya jadi sangat berbeda dari keseharian yang ia lihat. Ketampanan suaminya menjadi bertambah tujuh persen.
"Lho, kok nggak dimakan kuenya?" tanya Arya begitu sampai di hadapan Kinan dan setelah melihat makanan di meja masih utuh.
Kinan menggeleng kecil. "Masih kenyang." jawabnya sambil menahan dada Arya yang mendekat. Dia tahu apa yang akan dilakukan oleh suami mesumnya itu. "Inget ini di kantor." Dia mencoba mengingatkan pria itu perihal dimana mereka sedang berada.
"Emangnya kenapa? Salah kalau aku mau cium istriku sendiri?" Arya menaikkan ujung alisnya yang runcing.
Masih dengan tangan yang menjadi tameng. "Ya enggak. Tapi kalau dilihat orang kan malu." Kinan memberi alasan.
Arya tersenyum kecil lalu memajukan bibirnya agar bisa mengecup pipi hangat istrinya itu. Hanya sekilas dan berlanjut mengecup bibirnya. "Ayo ikut aku." ajaknya sambil mencubit dua pipi Kinan memaksa wanitanya itu tersenyum.
"Ke mana? Aku pulang aja, ya, Mas." Kinan menurunkan tangan Arya yang mencubit pipinya.
"Ke belakang. Nanti pulang sama aku. Kerjaan aku nggak begitu banyak hari ini." jawab Arya seraya berdiri dan mengulurkan tangan kanannya. Meminta Kinan berdiri dan ikut dengannya.
"Belakang mana?"
"Udah ayo ikut aja."
×
Keluar dari pintu kantor di bagian belakang. Melewati halaman yang luas dan terdapat parkiran motor. Masuk lagi ke sebuah gedung. Masih manut, dia ikut saja kemana Arya melangkah. Kali ini tangan kirinya digenggam erat oleh suaminya itu. Seperti sedang pacaran saja.
Sampai di dalam gedung mereka disambut oleh beberapa orang yang sepertinya mempunyai jabatan cukup penting. Mereka menunduk hormat dan tersenyum manis sekali. Tapi ada yang senyumnya tak sampai ke mata. Bahkan ada seseorang yang melihat Kinan seperti merendahkan. Melirik penampilan istri bos itu dari ujung kaki hingga kepala dan Kinan menyadari arti tatapan itu. Tapi dia tak mau ambil pusing, toh dia berpakaian lengkap dan sopan.
"Selamat datang, Bu. Saya Intan manager di sini." ucap seorang perempuan berambut pirang sebatas bahu. Perempuan yang senyumnya tak sampai ke mata tadi. Perempuan itu lalu memperkenalkan beberapa orang yang ada disampingnya, beberapa supervisor. Saat rapat tadi Arya sudah bilang jika akan mengajak istrinya berkeliling pabrik.
Kinan balas mengangguk dan tersenyum. Tak ada alasan baginya untuk membalas tatapan cemoohan itu. Jika perempuan itu tak menyukai penampilannya, itu bukan urusannya.
×
Mulut Kinan hampir menganga melihat apa yang ada di hadapannya saat ini. Jumlahnya sangat banyak dan beraneka warna. Boxer mahal seperti milik sang suami itu ada banyak disini. Warna, motif dan ukurannya juga tak hanya satu. Kinan tak mau lemot lagi. Jadi ini usaha sandang kecil-kecilan Arya seperti yang dulu dikatakannya pada ibunya di kampung. Apa pabrik dengan halaman luas dan pekerja yang banyak ini bisa dikatakan kecil? "Jadi ini alesan kamu ketawa kemarin itu, Mas?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Undesirable Baby 2 : With You
General FictionSekuel Undesirable Baby. "Mas!" "Sayangku, kan kita mau pacaran. Masa ngajak anak, sih." sahut Arya kala mendapat sambaran maut dari wanita berhijab coklat disampingnya itu. Kinan mengalihkan pandangannya, tak menatap Arya lagi untuk menyembunyikan...