MANINJAU
Sepulang dari mengaji sore itu, anak-anak gadis yang masih lagi baru masuk Madrasah Aliyah berjalan ber-iringan balimo-limo urang. Yang pakai kudung hitam panjang adalah Aisah, urang Pasaman yang datang ka Maninjau dikirim urang gaek-nya mencari ilmu Agama. Sedang yang berjaket dan paling tinggi diantara ke-limanya adalah Yasmine, dia adalah anak ustadz Harun, pemilik pesantren khusus anak laki-laki di Maninjau, yang tak lain adalah tuan guru dari Samadin yang telah kami kisahkan di cerita lalu. Yang paling banyak kisah ceritanya, ada saja yang dia ceritakan bila pulang mengaji adalah Fatimah, urang Maninjau sejak lahir. Yang membawa payung adalah Rina, urang Pariaman yang juga dikirim gaek-nya menuntut ilmu, tadi akan ke diniyyah putri di Padang Panjang dia dikirim, tapi di Maninjau ada pamannya sehingga lebih mudah di awasi, mungkin ba itu lah pemikiran orang tua kepada anaknya. Dan yang jarang bicara itu adalah Witantie, bapaknya adalah urang Padang Panjang yang jadi pekerja negara di bidang kehutanan, sedang ibunya adalah orang pendatang dari Manado. Witantie inilah yang akan panjang langkahnya kami kisahkan.
'' Assalamualaikum bang Adin,'' sapa Yasmine ketika akan masuk ke rumahnya, sedang ada pemuda murid bapaknya yang tengah menyapu halaman, Adin namanya, urang Tanjung Muara menjadi murid bapaknya sejak 9 tahun lalu.
'' Waalaikumsalam, Yasmine, baru pulang mengaji rupanya,''
'' Masuklah tak apa, lewat saja'' lanjut Adin memberi jalan
'' Iya bang, ini teman Yasmine, satu sekolah pula dengan awak di Madrasah bang,'' kata Yasmine, mengenalkan Tanti yang ikut kerumahnya, sebab ada kepentingan meminjam buku karangan Sutan Takdir yang Yasmine sering baca.
'' namo awak Adin, Samadin, betulkah kita satu Madrasah, belum pernah abang liat sebelumnya di Madrasah Tanti ini ?'' kata Adin, diangkatnya tangan ke dada sebagai tanda berkenalan, sebab budaya urang awak, lebih-lebih di pondok, tabu bersalaman tangan dengan perempuan apalagi gadis seumuran pula, kabarnya bisa hilang hapalan kitab.
'' Ambo Witantie bang, kawan Yasmine, lai baru pindah dari Padang Panjang, batua bang awak satu Madrasah.'' Diangkat pula dan ditundukannya kepala, memang ba itulah harusnya budi urang mudo-mudo yang beradat timur, nan kini lah mulai hilang pindah ka adat budaya barat.
'' Bang kami masuklah duluan ya bang,'' Yasmine lah memutuskan obrolan mereka bertiga di halaman.
Di kamar Yasmine,Witantie cerita tentang kemungkinan akan pindah lagi ke Sulawesi, padahal barusaja masuk di Madrasah Maninjau. Tugas bapaknya memang selalu membuat diaberpindah pindah, Witantie dulu lahir di satu nagari di Jawa Barat, lalubersekolah dasar di Batam, sedang lulus sekolah dasarnya di Pekanbaru, sekolahmenengah di Pekanbaru, dan lulus di Padang Panjang, di Kota kelahiran bapaknya.Kabarnya akan pindah ke Kota kelahiran Ibunya, sebab disana neneknya tengahsakit parah, ibunya inginlah menjaga.
YOU ARE READING
CATATAN UNTUK BANG ADIN
Teen FictionCATATAN UNTUK BANG ADIN Di Padang Panjang, jika hari tak hujan. Akan bisa kita nampak anak-anak bermain bola, sebagian lagi kejar-kejaran antah apa maksudnya, tapi dulu kami semasa kecil pun begitu di Sukabumi. Tapi bila hari hujan, dan seringnya b...