Mataku panas dan berair karena terlalu lama memandangi benda besar bercahaya ini.
"Plis gantian dong, siapa mau lanjutin tugasnya?" aku mengeluh mengerjakan tugas kelompok di laptop yang ku pangku.
"Masa aku yang lanjutin? Bukannya bener malah berantakan." celetuk salah satu temanku.
Aku menghela napas panjang dan merutuki ketua kelas yang bertugas membagi kelompok tugas ini dalam batin. Beberapa saat kemudian, seseorang yang baru saja kubatin mendekat.
Mungkin tugas ini akan selesai lebih lama.
"Gimana? Udah selesai?" tanya ketua kelas yang kebetulan sekelompok denganku.
Daripada kujawab pertanyaan retoris itu, aku lebih memilih memasang muka masam.
"Mana sih, gak kelihatan?" ia semakin mendekat. Aku masih mempertahankan ekspresi yang sama walaupun jantung milikku sedang bekerja lebih keras.
Aku menunduk berusaha fokus terus menatap layar bercahaya ini sampai ada sesuatu yang membentur kepalaku.
"Nah gini dong kelihatan."
Sepertinya jantungku berhenti bekerja. Ia tertawa tanpa dosa.
Aku tidak bisa berpikir, sepertinya otakku sudah berpindah semenjak ia membenturkan kepalanya dengan kepalaku. Transplantasi otak yang tak wajar.
"Udah tinggal dikit tuh, lanjutin yaa ehehe semangat!" ia tersenyum dengan sangat dekat dan dengan bodohnya aku melihatnya.
Oh iya otakku kan sudah tidak ada.
Ia pergi dan penderitaan ini masih berlanjut.
Bagaimana cara menyelesaikan ini jika otakku sudah tak ditempatnya?
- momenteü 7 -
- done -
