Aku terbangun di sebuah ruangan yang sangat putih.
Syukurlah tadi itu mimpi.
Seseorang sedang mengganggam tanganku, matanya sembab.
"Cucuku yang malang" desah suaranya serak. Suara itu seperti sisa suara yang telah menangis semalaman.
"nenek?"
Setelah melihat sekeliling ruangan itu. Aku sadar, ini bukan rumah atau kamarku.
"aku dimana nek?"
Nenek memelukku erat sambil berbisik lirih.
"ini semua salahku, sayang"
"apa maksud nenek?"
Nenek tidak menjawab pertanyaanku. Dia hanya terus menangis sambil memelukku.
Ada apa ini? Aku tak sepenuhnya paham apa yang terjadi.
Aku hanya bermimpi melihat keluargaku di rumah dengan banyak darah.
Aku bahkan tak bisa membedakan itu kenyataan atau mimpi.
"nek, dimana ayah, ibu dan kaka, aku takut nek aku tadi bermimpi buruk tentang mereka, aku bermimpi melihat mereka tergeletak di lantai dengan darah yang sangat banyak, aku ... takut .. nek" kataku sambil terbata-bata.
"apa yang terjadi nek? Tolong jawab"
Saat itu aku sangat berharap nenek memberikan jawaban yang dapat membuatku bernafas lega. Aku sangat berharap nenek tidak mengatakan hal yang bahkan tidak mau ku dengar.
"itu .. bukan... mim...pi...itu .. nya ...ta" jawab nenek terbata-bata.
"terjadi sesuatu yang buruk pada mereka" lanjutnya sambil menahan isak tangis.
Aku yang dipenuhi tanda tanya tidak tau harus bagaimana terus mendengar raungan tangisan nenek di hadapanku. Tuhan tolong bangunkan aku dari mimpi buruk ini. Aku mohon.
Aku bergegas berlari dan mencopot selang infus yang menempel di tanganku. Dengan wajah yang tak tau bentuknya seperti apa. Tubuh yang setengah sempoyongan dan mata yang melihat dengan buram. Aku tak perduli. Aku hanya mendengar nenek berteriak meminta tolong kepada suster dan dokter untuk menghentikanku tapi aku tak memperdulikannya dan hanya terus berlari.
Berlari ke tempat dimana ayah, ibu dan kakaku mungkin berada.
"Kamar Mayat"
Semakin lama langkahku semakin berat.
Ada yang salah dengan keseimbangan motorikku. Ada apa ini.
Dari kejauhan mulai terlihat adanya tulisan "Kamar Mayat"
Aku bergegas menuju kesana. Aku melihat seorang perawat yang keluar dari ruang kamar mayat tersebut. Aku menghampirinya dan bertanya.
"suster dimana ayah, ibu dan kakaku, dimana!!!!!!!"
"atas nama siapa mba?"
"Farhan Saver Syandana, Gayanti Livi Syandana, dan Harsyi Saver Livi Syandana"
****
Kini, dokter dan suster suster itu berhasil melumpuhkan segala gerakan yang ku lakukan untuk melawan.
Nenek terus menerus menangis melihat aku yang meronta-ronta.
Mataku memicing ke arahnya, tanda bahwa akan ada permohonan yang akan kuminta pada nenek. Dia melihatku dengan iba.
"Nek, kumohon. Aku hanya ingin melihat mereka terakhir kali. Aku mohon" kataku mulai lemah. Aku mulai kehabisan energi, jika aku terus melawan, mungkin aku hanya akan jatuh pingsan sia sia tanpa bisa melihat mereka.