BATARA YASA ARUDAYA
Setelah aku berhasil mendapatkan tanda tangan ketua osis, kalian sudah bisa menebak siapa pemenang peserta mos terbaik tahun ini.
Tentu saja diriku HOHOHO.
Saat pertunjukan masing-masing ekstrakulikuler telah selesai kini saatnya pengumuman pemenangnya.
Aku sudah tau aku akan menang, karena aku satu-satunya yang mendapatkan tanda tangannya.
Hingga tiba saatnya pembawa acara memanggil namaku.
Aku maju ke depan dengan bangga, hingga aku tiba tiba terkaget bahwa, hadiahnya diserahkan langsung oleh ketua osis. Suara itu bahkan masih berdengung di pikiranku sampai sekarang.
"ini dia Ketua Osis SMA Budi Pertiwi, Batara Yasa Arudaya, dipersilahkan untuk memberikan hadiah kepada pemenang peserta mos terbaik tahun ini"
Saat itu terlintas dipikiranku tentang email yang baru saja masuk itu, siapa dia sebenarnya? Maksudku Siapa Ketua Osis Batara Yasa Arudaya itu?
Dia seperti benar-benar mengenalku.
Seorang laki-laki yang tingginya kira-kira 170, lengkap dengan jas almamater, dan rambutnya yang rapi itu berjalan ke arah panggung ini, perlahan mendekat ke arahku. Tatapannya bahkan hampir menyilaukanku, semua siswa wanita berteriak menggila melihatnya. Kurasa aku setuju dengan semua wanita yang berteriak itu, dia sedikit "tampan".
Aku masih tak tau harus bersikap seperti apa, mari ikuti saja perintah pembawa acara hari ini.
Hadiah itu diberikan kepadaku secara simbolis dengan steroform yang bertuliskan uang tunai dan hadiah lainnya.
MC meminta aku dan dia untuk mengambil foto mengabadikan moment pemberian hadiah dari ketuas osis pada peserta mos terbaik. Ya hanya itu. Dia dan aku hanya peserta mos terbaik dan ketua osisnya.
Diam diam saat semua kamera mengarah kepada kami, aku bermaksud untuk menanyakan maksud email itu. Mengapa dia seolah pernah bertemu denganku, tapi kemudian aku mengurungkan niat, terlalu banyak yang melihat ke arah kami saat ini.
*******
Masa orientasi siswa telah selesai.
Aku memutuskan menerima ajakan tari untuk pergi dengannya merayakan masa-masa neraka kami yang telah usai.
Sudah kuduga sepertinya aku dan tari akan berteman baik.
Aku memutuskan untuk menelpon ka hasyi agar dia tak menjemputku hari ini karena aku akan pergi dengan tari.
Ka hasyi terus menerus meledekku.
"cie udah temenan nih ceritanya, dia teman pertamamu dong"
"udah ya aku tutup telponnya dulu, sibuk nih haha"
"oke hati-hati"
"yup"
Aku bergegas menutup telpon dengan mendatangi tari yang sedang menungguku di depan kelas.
"mau kemana kita?" kataku padanya
"mmmmm ke rumahku saja mau?"
"mmm gapapa?"
"ya gapapa lah sya, nanti ku kenalkan dengan seseorang"
"mm okedeh"
"yuk"
"yuk"
Kebiasaan dari tari yang masih belum ku pahami alasannya adalah dia selalu menggenggam tanganku sangat erat, seperti dia bahkan tak mau melepaskannya. Bukannya aku tak suka hanya saja, ini pertama kalinya ada seseorang selain ayah, ibu dan ka harsyi yang membuat hatiku bergetar, yang membuatku merasa dicintai. Ya dicintai, seperti jika aku menghilang atau terjadi sesuatu padaku, bukan hanya ayah. Ibu dan ka harsyi yang menangis tapi juga dia.