Kisah Hadyan Ferota Waranggana
dan
Maharani Saver Syandana
Desa Selatan Fimhok, 1980
"Hai Maharani Saver Syandana, namaku Hadyan Ferota Waranggana, aku sudah beberapa kali melihatmu di sekolah rakyat, aku juga sering melihatmu di kebun tomat. Hingga aku sadar pipi dan bibirmu bahkan lebih merah dari tomat itu. Aku tidak tau apa ini artinya aku tertarik padamu atau tidak. Satu hal yang pasti jantungku selalu berdebar saat melihatmu. Ijinkan aku mencari tau tentang reaksi alamiah yang sedang terjadi di dalam tubuhku ini ya."
"Sampai Bertemu di Woolpit, Maharani"
Tersayang,
Hadyan
Sepucuk surat yang dibuat hadyan untuk maharani yang tak pernah datang ini, menjadi bukti cinta hadyan dan maharani yang tidak bisa bersatu.
Hadyan yang ragu-ragu dan maharani yang penakut.
Cinta hadyan tak pernah membuat maharani menjadi berani.
****
1980
Hari itu, hari di bulan juni
Cuacanya sangat cerah.
Tahun terakhir hadyan bersekolah di sekolah menengah atas rakyat.
Orang tua hadyan adalah tokoh masyarakat pada saat itu.
Hadyan banyak mempelajari perkembangan pribumi saat itu dan belajar cara berbaur dengan orang netherland yang berbeda dengannya.
Hari itu hadyan memutuskan untuk pulang lebih cepat bersama teman-temannya, hari ini entah mengapa hadyan memutuskan untuk lewat daerah perkembunan tomat.
Hadyan berlarian dan bercanda dengan teman-temannya.
Hadyan adalah seorang pemuda yang mudah bergaul. Semua perempuan menyukaianya, gaya bahasanya yang santun dan sikapnya yang budi pekerti membuat semua orang sulit membencinya.
Hadyan adalah manusia yang sempurna.
Untuk berjalan menuju desanya hadyan harus melewati sungai yang cukup panjang karena sekolahnya jauh di kota.
Saat hadyan dan teman-temannya sampai di kebun tomat, hadyan mencoba buah tomat dan memakannya karena kelaparan.
Saat hadyan dan teman-temannya mulai mencari buah tomat yang matang dan akhirnya bepencar dengan teman-temannya yang lain.
Hadyan melihat seorang gadis yang sangat cantik, rambut digerai indah dengan pita dikepalanya.
Gadis itu terus tersenyum menatap tomat yang sedang dipetiknya.
Kulitnya semurni susu, langkah kakinya yang beriringan, tangannya yang bergerak lembut membuat hadyan terpanah melihatnya.
Hadyan menikmati pemandangan itu, dia sangat senang.
Dia ingin menyapa wanita itu tapi dia takut.
Tidak beberapa lama kemudian teman-temannya menemukan hadyan yang sedang memperhatikan sesuatu.
"apa yang kau lihat?"
"hemmm tidak ada.. tidak ada"
"kau sedang melihat wanita ya hahaha" ledek salah satu temannya
"hadyan kau menyukainya ya?"
Mereka tertawa bersama
"kalian pulanglah duluan, aku akan memetik beberapa buah tomat lagi untuk ibuku membuat makan malam nanti"
"tidak apa-apakah kami tinggal?"
"tidak, pergilah"
"baiklah, sampai bertemu besok hadyan"
"baiklah"
Hadyan memberanikan diri mendekat ke arah wanita itu sambil pura-pura memetik tomat.
Ketika sudah semakin dekat dengan wanita itu.
"hai" kata hadyan kepada wanita itu
Wanita itu hanya tersenyum padanya dan tak menjawabnya.
"kau sedang memetik tomat" tanya hadyan pada wanita itu
Kali ini dia hanya mengangguk.
Wanita itu bahkan tidak berbicara padanya sedikitpun, hanya tersenyum padanya, karena bingung harus apa, hadyan mulai memetik tomat itu seperti yang dilakukan wanita itu
Saat hadyan sedang memetik tomat, wanita itu memegang tangan hadyan dan mengajarkan cara memetik tomat dengan benar, wanita itu mempraktekan cara mencabut tomat dengan benar dan hadyan mengikutinya
Beberapa lama kemudian wanita itu selesai dan pergi dari kebun tomat itu, hadyan mengikuti wanita itu di belakangnya.
Wanita itu terus menoleh ke arah belakang beberapa kali, dan masih menemukan hadyan di belakangnya.
Saat mereka tiba di jembatan menuju desa fimhok, betapa kaget hadyan melihat wanita itu berjalan ke desa yang sama dengannya.
Itu artinya akan ada dinding besar yang menghalanginya mencintai gadis itu.
"kenapa berhenti?" tanya wanita itu yang kini telah menoleh ke arah hadyan yang terpaku
"kau tinggal didesa itu?"
Wanita itu mengangguk
"aku juga ..." kata hadyan
"lalu kenapa?"
"kau tidak tahu?" tanya hadyan
"tahu apa?"
Tahu bahwa hadyan tak boleh mencintai wanita dari desa yang sama, karena itu adalah peraturan desa itu.
"ah sudahlah ..." kata hadyan
Wanita itu bingung, wanita yang kini berdiri di seperempat jembatan menuju desa itu terus menatap hadyan yang masih jauh berdiri dari tempatnya berdiri.
"pergilah duluan, aku meninggalkan sesuatu di kebun"
"baiklah" jawab wanita itu
Hadyan berbalik tapi ada sesuatu yang harus dia lakukan terlebih dahulu.
"namamu?!!!"
"siapa namamu!??" kata hadyan berteriak.
Wanita itu menoleh sambil tersenyum
"Namaku Maharani"
"Maharani Saver Syandana"
Saat melihat senyum gadis itu, hadyan sadar, dia tak akan pernah bisa melepaskan maharani.