Dua hari kemudian. Mereka sudah mengantri tiket kereta ke Stasiun Jakarta Kota. Masih pukul delapan pagi. Stasiun terlihat lengang, ini bukan jam sibuk berangkat kerja atau pulang kerja. Terlebih hari ini hanya sekolah Naya yang libur dikarenakan rapat guru.
Sebenarnya mereka tidak ingin terburu-buru kembali ke kota tua. Tetapi Dimas beranggapan bahwa lebih cepat lebih baik. Tugas selesai sebelum deadline dan mereka akan santai saat yang lain sedang sibuk dikejar deadline. Begitulah anak kesayangan guru-guru.
Saat sudah berada di kereta, mereka duduk berjajar. Sembilan orang duduk di dua barus bangku yang berhadapan.
Mungkin nanti saat pulang dari Jakarta mereka tidak akan mendapatkan tempat duduk, maka dari itu sekarang mereka puas-puas menikmati tempat duduk.
"Nanti di sana gue mau foto-foto ah! Nambahin feeds instagram gue," ujar Vina.
"Ikutann!!!" sambung Alin.
"Mau juga gue!!!" Naya ikut menyahut.
"Dasar cewek alay lu pada!" kata Eran sambil menggelengkan kepalanya.
"Ya suka-suka lah! Bilang aja mau ikutan," sambar Alin.
"Idih ogah gue, mending kalau lu pada cantik-cantik," sergah Eran tidak mau kalah.
"Maksud lu apa!?"
"Coba ngomong sekali lagi!?"
"Enak aja gue mah cantik ya!"
"Coba ulangi kalau berani!!!"
Oke baiklah, mungkin untuk kali ini Eran harus mengalah. Eran diserbu. Dan dia mati kutu.
"Eh? Ya udah iya gue salah. Yang penting gue ganteng!" lanjut Eran.
"Idih pede abisss!!!"
"Kayak gini juga gue ngangenin tau! Nanti kalau gue jauh-jauh lu pada nyariin," kata Eran.
"Udah si lu pada ribet banget. Ngalah aja Ran," ujar Awan.
"Tuh kan Awan aja ngebela kita," ucap Alin.
"Gue bukannya ngebela, tapi gue tau kalian emang alay jadi ya udah," sambung Awan.
"MAKSUDNYA!?"
Serentak Naya, Alin, Vani, Sasa, Dini dan Gia menyerbu.
"Bisa diem gak!?" ucap Dimas.
Hening. Tidak ada yang berani berbicara lagi. Dimas menakutkan kalau sudah seperti ini. Dia tidak menyukai perdebatan hanya karena masalah sepele. Kekanakan menurutnya.
•••••
"Take selanjutnya, depan museum fatahillah. Ayo cepetan biar kita bisa jalan-jalan abis ini," instruksi dari Dimas segera dilaksanakan.
"Oke, sekarang kalian berdiri si sini. Anggap aja kalian orang asing, pemeran tambahan yang numpang lewat. Talent utamanya ada di Eran. Fokus kamera ke Eran. Lirik yang di sini lirik bagian akhir ditambah dua baris terakhir dari refrain,"
Naya menjelaskan dengan detail apa saja yang akan mereka take di depan museum fatahillah. Harusnya Dimas yang menjelaskan. Tetapi dia malas berbicara banyak-banyak, terlebih dia yang sudah menyusun alur videonya.
Dimas memperhatikan Naya berbicara dengan seksama. Memperhatikan Naya dengan detail. Sepersekian detik tatapan Naya dan Dimas beradu. Namun Naya dan Dimas menganggap itu biasa saja.
"Biasa aja kali ngeliatin Naya-nya," ujar Awan seperti menyadarkan Dimas.
"Emang biasa aja,"
Dua jam kemudian mereka selesai take video. Tinggal proses mengedit oleh Naya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIMAS
Fiksi RemajaTidak pernah terlintas dalam pikiran Naya kalau dia akan dekat dengan Dimas. Dimas bukanlah laki-laki berparas tampan yang banyak digemari perempuan alay. Dimas, laki-laki most wanted yang sebenarnya biasa saja. Banyak orang berpendapat kalau Dimas...