TIGA

765 120 2
                                    

"Bersama siapa Paman?" tanya Krystal sekali lagi kepada paman Chris.

"Seorang pria. Kevin memanggilnya 'uncle tampan'. Aku fikir kamu mengenalnya." Tukas paman Chris heran kepada Krystal.

"Kevin hanya izin ke cafe-mu, Paman. Aku tidak tau kalau Kevin bersama seorang pria. Apa pria itu terlihat jahat?" tanya Krystal penasaran.

"Aku rasa tidak, Krys. Bahkan mereka terlihat akrab, andaikan aku tidak mengenal Kevin, aku sudah menduga mereka ayah dan anak. Bahkan pria itu terlihat menyayangi Kevin," ujar paman Chris sambil memberikan segelas orange jus kepada Krystal.

"Tapi siapa? Aku bahkan tidak mengenalnya. Kevin juga tidak mengatakan apapun." Krystal meminun jusnya sambil berfikir.

"Coba tanyakan pada Kevin!"

Siang ini, Krystal sengaja makan siang di cafe milik paman Chris. Apotek tempatnya bekerja tidak jauh dari cafe paman Chris. Dan yang mengejutkan untuk Krystal, jika dua hari lalu Kevin datang ke cafe tidak sendirian. Biasanya anak pintar itu selalu menceritakan apapun pada Krystal, namun entah mengapa kali ini tidak ada cerita dari Kevin.

Krystal tidak memiliki saudara selain bibi Maria. Jadi sangat tidak mungkin jika saudaranya yang datang dengan Kevin. Entah siapa pria itu dan dimana Kevin mengenalnya, Krystal tidak tahu. Krystal hanya takut, jika pria itu menyakiti Kevin terlebih menculik Kevin. Memikirkan hal itu saja membuat dada Krystal terasa sesak.

Lebih baik Krystal mati daripada kehilangan Kevin. Baginya, Kevin adalah harta berharga yang tidak bisa dia tukar dengan apapun yang ada di dunia ini. Krystal rela memberikan apapun yang dia miliki untuk membahagiakan Kevin. Hanya Kevin yang membuat Krystal bertahan dan sanggup menghadapi kejamnya London. Kevin-lah yang menjadi penyemangatnya.

Krystal merogoh ponselnya yang ada di saku baju kerjanya. Dia mendial nomor telepon bibi Maria. Terdengar suara sambungan beberapa kali hingga akhirnya diangkat oleh penerima.

"Hallo, Bi. Kevin ada di rumah?" Tanya Krystal penasaran dan rasa khawatir.

"Sejak datang dari cafe Chris, dia sibuk melukis. Bahkan setelah makan siang, dia kembali melukis." Krystal bernapas lega mendengar jawaban Maria.

"Suruh dia istirahat, Bi. Jangan lupa vitaminnya." Pesan Krystal kepada Maria.

"Baiklah ibu muda, akan bibi sampaikan. Jangan lupa makan siang juga, ingat untuk jaga kesehatan."

"Terima kasih, Bi."

Krystal memutuskan sambungan telepon dan memasukkan ponselnya ke dalam saku. Namun sebelumnya, dia menatap layar ponselnya. Foto dirinya dan Kevin saat di London Eye. Krystal tersenyum menatap foto wallpaper itu. Rasanya, dia beruntung memiliki Kevin dalam hidupnya. Kevin adalah pelengkap kehabagiaannya, pengganti seseorang di masa lalu yang begitu dia puja. Kevin adalah sumber kebahagiaan yang Krystal miliki. Simbol akan sebuah rasa cinta yang besar pada seseorang.

Krystal hanya cukup memiliki Kevin tanpa mengharapkan seorang pendamping. Jika boleh memilih, Krystal memilih untuk menjadi janda selamanya. Janda?? Kapan dia menikah? Bahkan mengucapkan ikrar suci atas nama Tuhan saja belum. Lalu apa sebutan untuknya? Entahlah. Apapun itu, yang pasti Krystal tidak peduli. Namun akan berbeda cerita jika ada yang bertanya, dimana ayah Kevin?

Bahkan sampai saat ini, Krystal tidak memiliki jawaban atas pertanyaan sederhana itu. Sangat sederhana, hingga membuat Krystalmerasa panas dingin hanya dengan sebuah pertanyaan seperti itu. Jawaban apa yang harus Krystal berikan jika ada yang bertanya? Krystal tidak tahu dan lidahnya terasa kelu hanya untuk menjawab.

***

Krystal melihat Kevin yang sedang membereskan alat lukisnya. Sepertinya acara melukisnya sudah selesai malam ini. Kevin juga harus segera tidur, meskipun besok masih suasana libur sekolah. Tapi sebagai anak yang sudah terdidik dengan baik, Kevin enggan untuk melanggarnya. Ingat, Kevin adalah calon kepala keluarga dan dia belajar sejak mulai dini.

About UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang